Sudut pandang (point of view) ialah kawasan atau posisi pengarang dalam kisahan yang dikarangnya: apakah ia berada di dalam cerita, di luar cerita, atau hanya sebagai pengamt yang bangkit di luar cerita.
![]() |
Jenis Sudut Pandang Dalam Penulisan Cerpen |
Nurgiyantoro (2005:248) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan sudut pandang atau point of view yaitu cara sebuah kisah dilukiskan. Sudut pandang juga merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan oleh pengarang sebagai saran untuk menyajikan tokoh, latar, tindakan, dan banyak sekali insiden yang membentuk kisah dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca cerita. Dengan demikian, sudut pandang pada hakikatnya merupakan strategi, teknik, siasat, yang sengaja dipilih pengarang untuk memberikan gagasan dan ceritanya.
Sedangkan berdasarkan Sumardjo (2004:28) intinya yang disebut dengan point of view ialah visi pengarang, artinya sudut pandangan yang diambil pengarang untuk melihat suatu insiden cerita. Dalam hal ini, harus dibedakan dengan pandangan pengarang secara pribadi, alasannya sebuah cerpen ialah pandangan pengarang terhadap kehidupan. Suara pribadi pengarang terang akan masuk ke dalam karyanya. Ini lazim disebut gaya pengarang. Sedangkan point of view teknik bercerita saja, yaitu soal bagaimana pandangan pribadi pengarang akan sanggup diungkapkan sebaik-baiknya. Untuk ini ia harus menentukan aksara mana dalam cerpennya yang disuruh bercerita. Sekali lagi, pemilihan point of view amat penting alasannya menyangkut problem seleksi terhadap kejadian-kejadian kisah yang disajikan, menyangkut problem ke mana pembaca akan dibawa, menyangkut problem kesadaran siapa yang dipaparkan. Sumardjo (2004:29) membagi point of view sebagai berikut:
1) Omniscient point of view (sudut penglihatan yang berkuasa).
Di sini pengarang bertindak sebagai segalanya. Ia sanggup membuat apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya sehingga mencapai imbas yang diinginkan. Ia sanggup keluar dan masukkan para tokohnya. Ia sanggup mengemukakan perasaan, kesadaran, jalan pikiran pelakunya. Bahkan pengarang juga sanggup mengomentari kelakuan para pelakunya.
2) Objektive point of view.
Dalam teknik ini pengarang menyerupai dalam teknik omniscient, hanya pengarang tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi ‘pandangan mata’. Pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, menyerupai penonton melihat pementasan sandiwara. Pengarang tidak mau masuk ke dalam pikiran pelaku. Pada kenyataannya perbuatan orang lain, kita menilai kehidupan jiwanya, perasaannya, jalan pikirannya, kepribadiannya, dan lain-lain. Motif perbuatan pelakunya hanya sanggup kita nilai dari perbuatan mereka. Dalam hal ini terang pembaca amat diharap partisipasinya. Penulis modern banyak menggunakan teknik ini. Ia ingin melepaskan segala inflikasi nilai dan hanya mau mengemukakan apa yang sebetulnya terjadi dengan cara memaparkan detail-detail insiden itu sendiri. Karena obrolan merupakan cara paling objektif untuk bercerita maka ia banyak mempergunakan obrolan dalam cerpen-cerpennya.
3) Point of view orang pertama.
Jenis Teknik ini sering kita jumpai dalam cerpen Indonesia. Jenis Gaya ini bercerita dengan sudut pandang ‘aku’. Ini kelihatan menyerupai orang menceritakan pengalaman sendiri saja. Dengan teknik ini pembaca diajak ke sentra kejadian, melihat, mencicipi melalui mata kesadaran orang yang pribadi bersangkutan. Justru dalam gaya ini pengarang harus berhati-hati, jangan mencampurkan pandangan pribadi pengarang dengan pandangan si ‘aku’ dalam cerita.
4) Point of view peninjau.
Dalam teknik ini pengarang menentukan salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh insiden kisah kita ikuti bersama tokoh ini. Dalam poin ini, Tokoh sanggup bercerita wacana pandangan sendiri, pendapatnya atau, tetapi terhadap tokoh-tokoh lain ia hanya sanggup memberitahukan pada kita menyerupai apa yang ia lihat pada kenyataannya saja. Kaprikornus teknik ini berupa penuturan pengalaman seseorang, si dia. Hal ini cocok untuk kisah yang memerlukan realisme dan kesatuan, totalitas. Dalam beberapa hal efe teknik ini hampir sama dengan teknik orang pertama, tetapi teknik ini lebih fleksibel dalam bercerita. Pelaku utama point of view peninjau ini sering disebut teknik orang ketiga, yang pelakunya disebut pengarang dia, tentu saja lengkap dengan namanya. Untuk kisah yang bersifat introspeksi, mengudar pikiran dan perasaan, teknik ini sanggup digunakan amat efektif.
Selanjutnya, Nurgiyantoro (2005:256-271) membagi sudut pandang sebagai berikut:
a) Sudut Pandang Persona Ketiga: ‘Dia’
Sudut pandang ini memposisikan pengarang sebagai narator yang berada di luar kisah yang menampilkan tokoh-tokoh kisah yang menyebut nama, atau kata gantinya; ia, dia, dan mereka. Nama-nama tokoh cerita, khususnya yang utama, kerap atau terus menerus disebut dan sebagai variasinya dipergunakan kata ganti. Sudut pandang ini di bagi menjadi:
(1)‘Dia’ Mahatahu
Sudut pandang ‘dia’ mahatahu dalam literatur bahasa Inggris dikenal dengan istilah-istilah the omniscient point of view, third person omniscient, the omniscient narrator, atau author omniscient. Dalam sudut pandang ini, kisah dikisahkan dari sudut ‘dia’, namun pengarang, narator, sanggup menceritakan apa saja hal-hal yang menyangkut tokoh ‘dia’ tersebut.
(2) ‘Dia’ Terbatas, ‘Dia’ sebagai Pengamat
Dalam sudut pandang ini (‘dia’ terbatas), menyerupai halnya dalam ‘dia’ mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat, didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun hanya terbatas pada seorang tokoh saja, atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas. Tokoh kisah mungkin cukup banyak, yang juga berupa tokoh ‘dia’, namun mereka tak memberi kesempatan (tak dilukiskan) untuk menawarkan sosok dirinya menyerupai halnya tokoh pertama.
Dalam teknik ini (‘dia’ terbatas) sering juga dipergunakan teknik narasi fatwa kesadaran, strem of consciousness yang menyajikan kepada pembaca pengamatan-pengamatan luar yang kuat terhadap pikiran, ingatan, dan perasaan yang membentuk kesadaran total pengamat. Sudut pandang cerita, menjadi bersifat objektif (objective of view), atau narasi objektif (objective narration). Namun, lantaran cerpen merupakan hasil kreasi imajinasi, pengarang sanggup saja mengomentari atau menilai sesuatu yang diamatinya sesuai dengan pengamatan dan pengalamannya dari sudut pandang tokoh tertentu yang telah dipilih sebagai pengamat.
b) Sudut Pandang Persona Pertama: ‘Aku’
Dalam sudut pandang persona pertama, first person point of view, ‘aku’ pencerita (narator) terlibat dalam cerita. Si ‘aku’ tokoh yang berkisah, mengisahkan kesadaran drinya sendiri (self-consciousness) mengisahkan insiden dan tindakan, yang diketahui, dilihat, didengar, dialami, dirasakan, serta sikapnya terhadap orang lain kepada pembaca.
Sudut pandang persona, ‘aku’ ini dibagi pula atas:
(1) ‘Aku’ Tokoh Utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ‘aku’ mengisahkan banyak sekali insiden dan tingkah laris yang dialaminya, baik bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu yang di luar dirinya sendiri. Si ‘aku’ menjadi fokus, sentra kesadaran, sentra cerita. Segala sesuatu berada di luar diri si ‘aku’, peristiwa, tindakan dan orang, diceritakan hanya kalau bekerjasama dengan dirinya, atau dipandang perlu. Jika tidak, hal itu tidak disinggung alasannya si ‘aku’ mempunyai keterbatasan terhadap segala hal di luar dirinya, di samping mempunyai kebebasan untuk menentukan masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam kisah demikian, si ‘aku’ menjadi tokoh utama (first-person).
(2) ‘Aku’ Tokoh Tambahan
Dalam sudut pandang ini ‘aku’ bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh suplemen (first-person peripheral). Tokoh ‘aku’ hadir untuk membawakan kisah kepada pembaca, sedangkan tokoh kisah yang sedang diceritakan itu kemudian ‘dibiarkan’ untuk mengisahkan sendiri banyak sekali pengalamannya. Tokoh kisah yang dibiarkan berkisah itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, alasannya dialah yang lebih banyak tampil, membawakan banyak sekali peristiwa, tindakan, dan bekerjasama dengan tokoh-tokoh lain. Setelah kisah tokoh utama habis, si ‘aku’ suplemen tampil kembali, dan dialah sekarang yang berkisah.
(3) Sudut Pandang Campuran
Penggunaan sudut pandang dalam sebuah cerpen intinya sama dengan novel mungkin saja lebih satu teknik. Pengarang sanggup berganti-ganti dari teknik yang satu ke teknik yang lain untuk sebuah kisah yang dilukiskannya. Kesemua itu tergantung dari kemauan dan kreativitas pengarang, bagaimana mereka memanfaatkan banyak sekali teknik yang ada demi efektivitas penceritaan yang lebih, atau paling tidak untuk mencari variasi penceritaan biar memberi kesan lain.
Penggunaan sudut pandang gabungan ini, mungkin berupa penggunaan sudut pandang persona ketiga dengan teknik ‘dia’ mahatahu dan ‘dia’ sebagai pengamat, person pertama dengan teknik ‘aku’ sebagai tokoh utama dan ‘aku’ suplemen atau sebagai saksi, bahkan sanggup juga gabungan antara persona pertama dan ketiga, antara ‘aku’ dan ‘dia’ sekaligus.
dan mengkonkretkan ciri-ciri kedirian tokoh yang telah dilukiskan dengan teknik yang lain
Sumber http://www.pondok-belajar.com/