Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning)
Pembelajaran Kooperative Leraning memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi mencar ilmu dalam mencapai tujuan mencar ilmu (Houlobec, 2001).
Pembelajaran Kooperative Leraning memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi mencar ilmu dalam mencapai tujuan mencar ilmu (Houlobec, 2001).
![]() |
Model Pembelajaran Cooperative Learning |
Pengajaran kooperatif (Cooperatif Learning) memerlukan pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi mencar ilmu dalam mencapai tujuan mencar ilmu (Houlobec, 2001).
1. Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Manusia mempunyai derajat potensi, latar belakang histories, serta cita-cita masa depan yang berbeda-beda. Karena adanya perbedaan, insan sanggup silih asah (saling mencerdaskan). Pembelajaran kooperatif secara sadar membuat interaksi yang silih asah sehingga sumber mencar ilmu bagi siswa bukan hanya guru dan buku asuh tetapi juga sesama siswa. Manusia yakni makhluk individual, berbeda satu dengan sama lain. Karena sifatnya yang individual maka insan yang satu membutuhkan insan lainnya sehingga sebagai konsekuensi logisnya insan harus menjadi makhluk sosial, makhluk yang berinteraksi dengan sesamanya. Karena satu sama lain saling membutuhkan maka harus ada interaksi yang silih asih (saling menyayangi atau saling mencintai). Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang secara sadar dan sengaja membuat interaksi yang saling mengasihi antar sesama siswa.
Perbedaan antar insan yang tidak terkelola secara baik sanggup mengakibatkan ketersinggungan dan kesalahpahaman antar sesamanya. Agar insan terhindar dari ketersinggungan dan kesalahpahaman maka dibutuhkan interaksi yang silih asuh (saling tenggang rasa). Pembelajaran kooperatif yakni pembelajaran yang secara sadar dan sengaja membuat interaksi yang silih asuh untuk menghindari ketersinggungan dan kesalahpahaman yang sanggup mengakibatkan permusuhan. Dengan ringkas Abdurrahman dan Bintoro (200: 78) menyampaikan bahwa “pembelajaran kooperatif yakni pembelajaran yang secara sadar dan sistematis membuatkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata”.
2. Unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif yakni suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen yang saling terkait. Adapun aneka macam elemen dalam pembelajaran kooperatif yakni adanya: “(1) saling ketergantungan positif; (2) interaksi tatap muka; (3) akuntabilitas individual, dan (4) keterampilan untuk menjalin kekerabatan antar langsung atau keterampilan sosial yang secara sengaja diajarkan” (Abdurrahman & Bintoro, 2000:78-79)
a. Saling ketergantungan positif
Dalam pembelajaran kooperatif, guru membuat suasana yang mendorong semoga siswa merasa saling membutuhkan. Hubungan yang saling membutuhan inilah yang dimaksud dengan saling menawarkan motivasi ntuk meraih hasil mencar ilmu yang optimal. Saling ketergantungan tersebut sanggup dicapai melalui: (a) saling ketergantungan pencapaian tujuan, (b) saling ketergantungan dalam menuntaskan tugas, (c) saling ketergantungan materi atau sumber, (d) saling ketergantungan peran, dan (e) saling ketergantungan hadiah.
b. Interaksi tatap muka Interaksi tatap muka menuntut para siswa dalam kelompok sanggup saling bertatap muka sehingga mereka sanggup melaksanakan dialog, tidak hanya dengan guru, tetapi juga dengan sesama siswa. Interaksi semacam itu memungkinkan para siswa sanggup saling menjadi sumber mencar ilmu sehingga sumber mencar ilmu lebih bervariasi. Interaksi semacam itu sangat penting alasannya ada siswa yang merasa lebih gampang mencar ilmu dari sesamanya.
c. Akuntabilitas individual
Pembelajaran kooperatif menampilkan wujudnya dalam mencar ilmu kelompok. Meskipun demikian, evaluasi ditujukan untuk mengetahui penguasaan siswa terhadap materi pelajaran secara individual. Hasil evaluasi secara individual tersebut selanjutnya disampaikan oleh guru kepada kelompok semoga semua anggota kelompok mengetahui siapa anggota kelompok mengetahui siapa anggota yang memerluan pertolongan dan siapa anggota kelompok yang sanggup menawarkan bantuan. Nilai kelompok didasarkan atas rata-rata hasil mencar ilmu semua anggotanya, dan alasannya itu tiap anggota kelompok harus menawarkan urunan demi kemajuan kelompok. Penilaian kelompok secara individual inilah yang dimaksudkan dengan akuntabilitas individual.
d. Keterampilan menjalin kekerabatan antar pribadi
Dalam pembelajaran kooperatif keterampilan sosial menyerupai tenggang rasa, sikap sopan terhadap teman, mengkritik pandangan gres dan bukan mengkritifk teman, berani mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi orang lain, mandiri, dan aneka macam sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin kekerabatan antar langsung (interpersonal relationship) tidak hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan. Siswa yang tidak sanggup menjalin kekerabatan antar langsung tidak hanya memperoleh teguran dari guru tetapi juga dari sesama siswa.
3. Peran Guru dalam Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif menuntut guru untuk berperan relatif berbeda dari pembelajaran tradisional. Berbagai kiprah guru dalam pembelajaran kooperatif tersebut sanggup dikemukan sebagai berikut ini.
a. Merumuskan tujuan pembelajaran. Ada dua tujuan pembelajaran yang perlu diperhatikan oleh guru, tujaun akademik (academic objectives) dan tujuan keterampilan bekerja sama (collaborative skill objectives). Tujuan akademik dirumuskan sesuai dengan taraf perkembangan siswa dan analisis kiprah atau analisis konsep. Tujuan keterampilan bekerja sama meliputi keterampilan memimpin, berkomunikasi, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik.
b. Menentukan jumlah anggota dalam kelompok belajar. Jumlah anggota dalam tiap kelompok mencar ilmu dilarang terlalu besar, biasanya 2 hingga 6 siswa. Ada 3 faktor yang menentukan jumlah anggota tiap kelompok belajar. Ketiga faktor tersebut adalah: (1) taraf kemampuan siswa, (2) ketersediaan bahan, dan (3) ketersediaan waktu. Jumlah anggota kelompok mencar ilmu hendaknya kecil semoga tiap siswa aktif menjalin kerjasama menuntaskan tugas. Ada 4 pertanyaan yang hendaknya dijawab oleh guru ketika akan menempatkan siswa dalam kelompok. Keempat pertanyaan tersebut sanggup dikemukakan sebagai berikut:
i). Pengelompokkan siswa secara homogen atau heterogen? Pengelompokkan siswa hendaknya heterogen. Keheterogenan kelompok meliputi jenis kelamin, ras, agama, (kalau mungkin), tingkat kemampuan (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya.
ii). Bagimana menempatkan siswa dalam kelompok? Ada dua jenis kelompok mencar ilmu kooperatif, yaitu (1) yang berorientasi bukan pada kiprah (non-task-orientied), dan (2) yang berorientasi pada kiprah (task oriented). Kelompok mencar ilmu kooperatif yang berorientasi bukan pada kiprah tidak menuntut adanya pembagian kiprah untuk tiap anggota kelompok. Kelompok mencar ilmu semacam ini tampak menyerupai pada ketika siswa mengerjakan soal-soal Bahasa Inggris berbentuk mekanisme penyelesaian dan mencocokkan pendapatnya. Kelompok mencar ilmu yang berorientasi pada kiprah menekankan adanya pembagian kiprah yang terang bagi semua anggota kelompok. Kelompok mencar ilmu semacam ini tampak menyerupai pada ketika siswa melaksanakan kunjungan ke kebun hewan sehinga harus disusun oleh panitia untuk menentukan siapa yang menjadi ketua, sekretaris, bendahara, seci transportasi, seci konsumsi, dan sebagainya. Siswa yang gres mengenal mencar ilmu kooperatif sanggup ditempatkan dalam kelompok mencar ilmu yang berorientasi pada tugas, dari jenis kiprah yang sederhana hingga yang kompleks.
iii). Siswa bebas menentukan sahabat atau ditentukan oleh guru. Kebebasan menentukan sahabat sering mengakibatkan kelompok mencar ilmu menjadi homogen sehingga tujuan mencar ilmu kooperatif tidak tercapai. Anggota tiap kelompok mencar ilmu hendaknya ditentukan secara acak oleh guru. maka ada 3 jenis teknik untuk menentukan anggota kelompok secara acak yang sanggup dipakai oleh guru. Ketiga teknik tersebut sanggup dikemukakan sebagai berikut.
Berdasarkan metode sosiometri. Melalui metode sosiometri guru sanggup menentuka siswa yang tergolong disukai oleh banyak sahabat (bintang kelas) hingga yang paling tidak disukai atau tidak mempunyai sahabat (terisolasi). Berdasarkan metode sosiometri tersebut guru menyusun kelompok-kelompok mencar ilmu yang di dalam tiap kelompok ada siswa yang tergolong banyak teman, yang tergolong biasa, dan yang terisolasi.
Berdasarkan kesamaan nomor. Jika jumlah siswa dalam kelas terdiri atas 30 siswa dan guru ingin membentuk 10 kelompok mencar ilmu yang dari 1 hingga 10. Selanjutnya, para siswa yang bernomor sama dikelompokkan sehingga terbentuklah 10 kelompok siswa dengan masing-masing beranggotakan 3 orang siswa yang mempunyai karakteristik heterogen.
Menggunakan teknik acak berstrata. Para siswa dalam kelas lebih dahulu dikelompokkan secara homogen atas dasar jenis kelamin dan atas dasar kemampuannya (tinggi, sedang, rendah), dan sebagainya. Setelah itu, secara acak siswa diambil dari kelompok homogen tersebut dan dimasukkan ke dalam sejumlah kelompok-kelompok mencar ilmu yang heterogen.
4. Menetukan daerah duduk siswa.
Tempat duduk siswa hendaknya disusun semoga tiap kelompok sanggup saling bertatap muka tetapi cukup terpisah antara kelompok yang satu dengan kelompok lainnya. Susunan daerah duduk sanggup dalam bentuk bulat atau berhadap-hadapan.
5. Merancang materi untuk meningkatkan saling ketergantungan positif.
Cara menyusun materi asuh dan penggunaannya dalam suatu aktivitas pembelajaran sanggup menetukan tidak hanya efektivitas pencapaian tujuan mencar ilmu siswa. Bahan asuh hendaknya dibagikan kepada semua siswa semoga mereka sanggup berpartisipasi dalam pencapaian tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Jika kelompok mencar ilmu telah mempunyai cukup pengalaman, guru tidak perlu membagikan materi asuh dengan aneka macam petunjuk khusus. Jika kelompok mencar ilmu belum banyak pengalaman atau masih baru, guru perlu memberi tahu para siswa bahwa mereka harus bekerja sama, bukan bekerja sendiri-sendiri. Ada 3 macam cara untuk meningkatkan saling ketergantungan positif. Ketiga macam cara tersebut sanggup dikemukakan sebagai berikut.
a. Saling ketergantungan bahan. Tiap kelompok hanya diberi satu materi asuh dan kelompok harus bekerja sama untuk mempelajarinya.
b. Saling ketergantungan informasi. Tiap anggota kelompok diberi materi asuh yang berbeda untuk selanjutnya disatukan untuk disintesiskan. Bahan asuh juga sanggup disajikan dalam bentuk “Jigsaw Puzzle” sehingga dengan demikian tiap siswa mempunyai belahan dari materi yang dibutuhkan untuk melengkapi atau menuntaskan tugas.
c. Saling ketergantungan menghadapi lawan dari luar. Bahan asuh disusun dalam suatu bentuk pertandingan antar kelompok yang mempunyai kekuatan keseimbangan sebagai dasar untuk meningkatkan saling ketergantungan positif antar anggota kelompok. Keseimbangan kekuatan antar kelompok pelu diperhatikan Karena pertanding antar kelompok yang mempunyai kekuatan seimbang atau mempunyai peluang untuk kalah atau menang yang sama sanggup meningkatkan motivasi belajar.
6. Menentukan kiprah siswa untuk menunjang saling ketergantungan positif. Saling ketergantungan positif sanggup diciptakan melalui pembagian kiprah kepada tiap anggota kelompok dan mereka bekerja untuk saling melengkapi. Dalam mata pelajara IPA misalnya, seorang anggota kelompok diberi kiprah sebagai peneliti, yang lainnya seagai penyimpul, yang lainnya lagi sebagai penulis, yang lainya lagi sebagai pemberi semangat, dan ada pula yang menjadi pengawas terjalinya kerja sama. Penugasan untuk memerankan suatu fungsi semacam itu merupakan metode yang efektif untuk melatih keterampilan menjalin kerja sama.
7. Menjelaskan kiprah akademik.
Ada beberapa aspek yang perlu disadari oleh para guru dalam menjelaskan kiprah akademik kepada para siswa. Beberapa aspek tersebut sanggup dikemukakan sebagai berikut.
a. Menyusun kiprah sehingga siswa menjadi terang mengenai kiprah tersebut. Kejelasan kiprah sangat penting bagi para siswa alasannya sanggup menghindarkan mereka dari freustasi atau kebingungan. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang tidak sanggup memahami tugasnya sanggup bertanya kepada kelompoknya sebelum bertanya kepada guru.
b. Menjelaskan tujuan mencar ilmu dan mengaitkannya dengan pengalaman siswa di masa lampau.
c. Menjelaskan aneka macam konsep atau pengertian atau istilah, mekanisme yang harus diikutiatau pengertian contoh kepada para siswa.
d. Mengajukan aneka macam pertanyaan khusus untuk mengetahui pemahaman para siswa mengenai kiprah mereka.
7. Menjelaskan kepada siswa mengenai tujuan dan keharusan bekerja sama. Menjelaskan tujaun dan keharusan bekerja sama kepada para siswa dilakukan dengan contoh sebagai berikut.
a. Meminta kepada kelompok untuk menghasilkan suatu karya atau produk tertentu. Jika karya kelompok berupa laporan, tiap anggota kelompok harus menandatangani laporan tersebut sebagai tanda bahwa ia oke dengan isi laporan kelompok dan sanggup menjelaskan alasan isi laporan tersebut.
b. Menyediakan hadiah bagi kelompok. Pemberian hadiah merupakan salah satu cara untuk mendorong kelompok menjalin kolaborasi sehingga terjalin pula rasa kebersamaan antar anggota kelompok. Semua anggota kelompok harus saling membantu semoga masing-masing memperoleh skor hasil mencar ilmu yang optimal alasannya keberhasilan kelompok ditentukan oleh keberhasilan tiap anggota.
8. Menyusun akuntabilitas individual.
Suatu kelompok mencar ilmu tidak sanggup dikatakan benar benar kooperatif jikalau memperbolehkan adanya anggota kelompok yang mengerjakan seluruh pekerjan. Suatu kelompok mencar ilmu juga tidak sanggup dikatakan benar-benar kooperatif jikalau memperbolehkn adanya anggota yang tidak melaksanakan apa pun demi kelompok. Untuk menjamin semoga seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kolaborasi dan semoga seluruh anggota kelompok benar-benar menjalin kolaborasi dan semoga kelompok mengetahui adanya anggota kelompok yang memerlukan pertolongan atau dorongan, guru harus sering melaksanakan pengukuran untuk mengetahui taraf penguasaan tiap siswa terhadap materi pelajaran yang sedang dipelajari.
9. Menyusun kolaborasi antar kelompok.
Hasil positif yang ditemukan dalam suatu kelompok mencar ilmu kooperatif sanggup diperluas ke seluruh kelas dengan membuat kolaborasi antar kelompok. Nilai pemanis sanggup diberikan jikalau seluruh siswa di dalam kelas meraih standar mutu yang tinggi. Jika suatu kelompok telah menuntaskan pekerjaannya dengan baik, para anggotanya sanggup diminta untuk membantu kelompok-kelompok lain yang belum selesai. Upaya semacam ini memungkinkan terciptanya suasana kehidupan kelas yang sehat, yang memungkinkan semua potensi siswa bekembang optimal dan terintegrasi.
10. Menjelaskan kriteria keberhasilan.
Penilaian dalam pembelajaran kooperatif bertolak dari evaluasi contoh patokan (criterion referenced). Pada awal aktivitas mencar ilmu guruhendaknya mengambarkan secara terang kepada siswa mengenai bagaimana pekerjaan mereka akan dinilai.
11. Menjelaskan sikap siswa yang diharapkan.
Perkataan kolaborasi atau bahu-membahu sereing mempunyai konotasi dan penggunaan yang bermacam-macam. Oleh alasannya itu, guru perlu mendifinisikan perkatann kolaborasi tersebut secara operasional dalam bentuk aneka macam sikap tersebut antara lain sanggup dikemukakan dengan kata-kata menyerupai “Tetaplah berada dalam kelompokmu”, “Berbicaralah pelan-pelan”, Berbicaralah berdasarkan giliran,” dan sebagainya. Jika kelompok mulai berfungsi secara efektif, sikap yang diharapkan sanggup meliputi hal-hal sebagai berikut.
a. Tiap anggota kelompok menjelaskan bagaimana memperoleh jawaban.
b. Meminta kepada tiap anggota kelompok untuk mengaitkan pelajaran gres dengan yang telah dipelajari sebelumnya.
c. Memeriksa untuk meyakinkan bahwa semua anggota kelompok memahami materi yang dipelajari dan menyetujui jawaban-jawabannya.
d. Mendorong semua anggota kelompok semoga berpartisipasi dalam menuntaskan tugas.
e. Memperhatikan dengan sungguh-sungguh mengenai apa yang dikatakan oleh anggota lain.
f. Jangan mengubah pikiran alasannya berbeda dari pikiran anggota lain tanpa klarifikasi yang logis.
g. Memberikan kritik kepada ide, bukan kepada pribadi.
12.Memantau sikap siswa.
Setelah semua kelompok mulai bekerja, guru harus memakai sebagian besar waktunya untuk memantau aktivitas siswa. Tujuan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang mekanisme atau seni administrasi untuk menuntaskan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menuntaskan kiprah kalau perlu.
13. Memberikan pertolongan kepada siswa dalam menyelesaian tugas.
Pada ketika melaksanakan pemantauan, guru harus menjelaskan pelajaran, mengulang mekanisme atau seni administrasi untuk menuntaskan tugas, menjawab pertanyaan, dan mengajarkan keterampilan menuntaskan kiprah kalau perlu.
14. Melakukan intervensi untuk mengajarkan keterampilan bekerja sama.
Pada ketika memantau kelompok-kelompok yang sedang belajar, guru adakala menemukan siswa yang tidak mempunyai keterampilan untuk menjalin kolaborasi yang cukup dan adanya kelompok yang mempunyai dilema dalam menjalin kerja sama. Dalam kondisi semacam itu, guru perlu menawarkan hikmah semoga siswa sanggup bekerja efektif.
15. Menutup pelajaran.
Pada ketika pelajaran berakhir, guru perlu meringkas pokok-pokok pelajaran, meminta kepada siswa untuk mengemukakan pandangan gres atau contoh, dan menjawab pertanyaan dan hasil mencar ilmu mereka.
16. Menilai kualitas pekerjaan atau hasil mencar ilmu siswa.
Guru menilai kualitas pekerjaan atau hasil mencar ilmu para siswa berdasarkan evaluasi contoh patokan. Para anggota kelompok hendaknya juga diminta untuk menawarkan umpan balik mengenai kualitas pekerjaan dan hasil mencar ilmu mereka. Menilai kualitas kolaborasi antar anggota kelompok. Meskipun waktu mencar ilmu di kelas terbatas, dibutuhkan waktu untuk berdiskusi dengan para siswa untuk membahas kualitas kolaborasi antar anggota kelompok pada hari itu. Pembicaraan dengan para siswa dilakukan untuk mengetahui apa yang telah dilakukan dengan baik dan apa yang masih perlu ditingkatkan pada hari berikutnya.
Sumber http://www.pondok-belajar.com/