Thursday, January 11, 2018

√ Ummu Sulaim Binti Malhan -Radhiallaahu 'Anha-


Beliau berjulukan Rumaisha’, Ummu Sulaim binti Malhan bin Khalid bin Zaid bin Haram bin Jundub bin Amir bin Ghanam bin ‘Ady bin Najjar al-Anshariyyah al-Khazrajiyyah.

Beliau yaitu seorang perempuan yang mempunyai sifat keibuan dan cantik, dirinya dihiasi pula dengan ketabahan, kebijaksanaan, lurus pemikirannya, dan dihiasi pula dengan kecerdasan berfikir dan kefasihan serta berakhlak mulia, sehingga nantinya dongeng yang baik ditujukan kepada ia dan setiap lisan memuji atasnya. Karena ia mempunyai sifat yang agung tersebut sehingga mendorong putra pamannya yang berjulukan Malik bin Nadlar untuk segera menikahinya. Dari hasil pernikahannya ini lahirlah Anas bin Malik, salah seorang shahabat yang agung.

Tatkala cahaya nubuwwah mulai terbit dan dakwah tauhid muncul sehingga mengakibatkan orang-orang yang arif sehat dan mempunyai fitrah yang lurus untuk bersegera masuk Islam.

Ummu Sulaim termasuk golongan pertama yang masuk Islam awal-awal dari golongan Anshar. Beliau tidak mempedulikan segala kemungkinan yang akan menimpanya didalam masyarakat jahiliyah penyembah berhala yang telah ia buang tanpa ragu.

Adapun halangan pertama yang harus ia hadapi yaitu kemarahan Malik suaminya yang gres saja pulang dari bepergian dan mendapati istrinya telah masuk Islam. Malik berkata dengan kemarahan yang memuncak, “Apakah engkau murtad dari agamamu?”. Maka dengan penuh yakin dan tegar ia menjawab: ”Tidak, bahkan saya telah beriman”.

Suatu dikala ia menuntun Anas (putra beliau) sembari mengatakan: “Katakanlah La ilaha illallah.” (Tidak ada ilah yang haq kecuali Allah). Katakanlah, Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah.” (aku bersaksi bahwa Muhammad yaitu utusan Allah) kemudian Anas mau menirukannya. Akan tetapi ayah Anas mengatakan, “Janganlah engkau merusak anakku”. Maka ia menjawab: “Aku tidak merusaknya akan tetapi saya mendidik dan memperbaikinya”.

Perasaan gengsi dengan dosa-dosa mengakibatkan Malik bin Nadlar memilih perilaku terhadap istrinya yang –menurutnya- keras kepala dan tetap ngotot berpegang kepada kepercayaan yang baru, maka Malik tidak mempunyai alternatif lain selain memberi khabar kepada istrinya bahwa dia akan pergi dari rumah dan tidak akan kembali hingga istrinya mau kembali kepada agama nenek moyangnya.

Manakala Malik mendengar istrinya dengan tekad yang besar lengan berkuasa alasannya yaitu teguh terhadap pendiriannya mengulang-ulang kalimat “Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah”, maka Malik pergi dari rumah dalam keadaan murka dan kemudian bertemu dengan musuh sehingga kesannya dia dibunuh.

Ketika Ummu Sulaim mengetahui bahwa suaminya telah terbunuh, ia tetap sabar mengatakan: “Aku tidak akan menyampih Anas sehingga dia sendiri yang memutusnya, dan saya tidak akan menikah sehingga Anas menyuruhku”.

Kemudian Ummu Anas menemui Rasulullah yang dicintai dengan rasa aib kemudian ia mengajukan semoga buah hatinya, Anas dijadikan pembantu oleh guru insan yang mengajarkan segala kebaikan. Rasulullah menerimanya sehingga sejuklah pandangan Ummu Sulaim karenanya.

Kemudian orang-orang banyak membicarakan Anas bin Malik dan juga ibunya dengan penuh takjub dan bangga. Begitu pula Abu Thalhah mendengar kabar tersebut sehingga menimbulkan hatinya cenderung cinta dan takjub. Kemudian dia beranikan diri melamar Ummu Sulaim dan menyediakan baginya mahar yang tinggi. Akan tetapi, tiba-tiba saja pikirannya menjadi kacau dan lisannya menjadi kelu tatkala Ummu Sulaim menolak dengan wibawa dan penuh percaya diri dengan berkata: “Sesungguhnya tidak pantas bagiku menikah dengan orang musyrik. Ketahuilah wahai Abu Thalhah bahwa tuhan-tuhan kalian yaitu hasil pahatan orang dari keluarga fulan, dan sesungguhnya seandainya kalian mau membakarnya maka akan terbakarlah dewa kalian”.

Abu Thalhah merasa sesak dadanya, kemudian dia berpaling sedangkan dirinya seperti tidak percaya dengan apa yang telah dia lihat dan dia dengar. Akan tetapi cintanya yang nrimo mendorong dia kembali pada hari berikutnya dengan membawa mahar yang lebih banyak, roti maupun susu dengan impian Ummu Sulaim akan luluh dan menerimanya.

Akan tetapi Ummu Sulaim yaitu seorang da`iyah yang cerdik yang tatkala melihat dunia menari-nari dihadapannya berupa harta, kedudukan dan pria yang masih muda, dia mencicipi bahwa keterikatan hatinya dengan Islam lebih besar lengan berkuasa dari pada seluruh kenikmatan dunia. Beliau berkata dengan sopan: “Orang ibarat anda memang tidak pantas ditolak, wahai Abu Thalhah, hanya saja engkau yaitu orang kafir sedangkan saya yaitu seorang muslimah sehingga tidak baik bagiku mendapatkan lamarnmu”. Abu Thalhah bertanya: “lantas apa yang anda inginkan?”, ia balik bertanya: “Apa yang saya inginkan?”. Abu Thalhah bertanya: “apakah anda menginginkan emas atau pera?”. Ummu Sulaim berkata: “Sesungguhnya saya tidak menginginkan emas ataupun perak akan tetapi saya menginginkan semoga anda masuk Islam”. “Kepada siapa saya harus tiba untuk masuk Islam?”, tanya Abu Thalhah. Beliau berkata: “Datanglah kepada Rasulullah untuk itu!”. Maka pergilah Abu Thalhah untuk menemui Nabi yang tatkala itu sedang duduk-duduk bersama para sahabat. Demi melihat kedatangan Abu Thalhah, Rasulullah bersabda:

“Telah tiba kepada kaliaan Abu Thalhah sedang sudah tampak cahaya Islam dikedua matanya”.

Selanjutnya Abu Thalhah menceritakan kepada Nabi wacana apa yang dikatakan oleh Ummu Sulaim, maka da menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keislamannya.

Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Ummu sulaim berkata:
“Demi Allah! orang yang ibarat anda tidak pantas untuk ditolak, hannya saja engkau yaitu orang kafir sedangkan saya yaitu seorang muslimah sehingga tidak halal untuk menikah denganmu. Jika kau mau masuk Islam maka itulah mahar bagiku dan saya tidak meminta yang selain dari itu”.

Sungguh ungkapan tersebut bisa menyentuh perasaan yang paling dalam dan mengisi hati Abu Thalhah, sungguh Ummu Sulaim telah bercokol dihatinya secara sempurna, dia bukanlah seorang perempuan yang suka bermain-main dan takluk dengan rayuan-rayuan kemewahan, sesungguhnya dia yaitu perempuan cerdas, dan apakah dia akan mendapatkan yang lebih baik darinya untuk diperistri, atau ibu bagi anak-anaknya?”.

Tanpa terAsa lisan Abu Thalhah mengulang-ulang: “Aku berada diatas apa yang kau yakini, saya bersaksi bahwa tidak ada ilah yang haq kecuali Allah dan saya bersaksi Muhammad yaitu utusan Allah”.

Ummu Sulaim kemudian menoleh kepada putranya, Anas dan ia berkata dengan suka cita alasannya yaitu hidayah Allah yang diberikan kepada Abu Thalhah melalui tangannya: “Wahai Anas! Nikahkanlah saya dengan Abu thalhah”. Kemudian beliaupun dinikahkan dengan Islam sebagai mahar.

Oleh alasannya yaitu itulah Tsabit meriwayatkan hadits dari Anas :
“Aku belum pernah mendengar seorang wanitapun yang paling mulia maharnya dari Ummu Sulaim alasannya yaitu maharnya yaitu Islam”.

Ummu Sulaim hidup bersama Abu Thalhah dengan kehidupan suami-istri yang diisi dengan nilai-nilai Islam yang menaungi bagi kehidupan suami istri, dengan kehidupan yang hening dan penuh kebahagiaan.

Ummu Sulaim yaitu profil seorang istri yang menunaikan hak-hak suami isteri dengan sebaik-baiknya, sebagaimana juga referensi terbaik sebagai seorang ibu, seorang pendidik yang utama dan seorang da`iyah.

Begitulah Abu Thalhah mulai memasuki madrasah imaniyah melalui istrinya yang utama yakni Ummu Sulaim sehingga pada gilirannya ia minum dari mata air nubuwwah hingga menjadi setara dalam hal kemuliaan dengan Ummu Sulaim.

Marilah kita dengarkan penuturan Anas bin Malik yang menceritakan kepada kita bagaimana perlakuan Abu Thalhah terhadap kitabullah dan komitmennya terhadap al-Qur`an sebagai landasan dan kepribadian. Anas bin Malik berkata :

“Abu Thalhah yaitu orang yang paling kaya di kalangan Anshar Madinah, adapun harta yang paling disukainya yaitu kebun yang berada di masjid, yang biasanya Rasulullah masuk ke dalamnya dan minum air jernih didalamnya. Tatkala turun ayat :
“Kamu sekali-kali tidak hingga kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kau nafkahkan sebagian harta yang kau cintai.” (Q,.s. Âli’ Imran: 92).

Seketika Abu Thalhah bangun menghadap Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya Allah telah berfirman di dalam kitab-Nya (yang artinya), “Kamu sekali-kali tidak hingga kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kau menafkahkan sebahagian harta yang kau cintai.” Dan sesungguhnya harta yang paling saya sukai yaitu kebunku, untuk itu saya sedekahkan ia untuk Allah dengan impian mendapatkan kebaikan dan simpanan di sisi Allah, maka pergunakanlah sesuka kamu, wahai Rasulullah”.

Rasulullah bersabda :
“Bagus …..bagus.. itulah harta yang menguntungkan…. Itulah harta yang paling menguntungkan…..aku telah mendengar apa yang kau katakan dan saya tetapkan semoga engkau sedekahkan kepada kerabat-kerabatmu”.

Maka Abu Thalhah membagi-bagikannya kepada sanak kerabat dan belum dewasa dari pamannya.

Allah memuliakan kedua suami-istri ini dengan seorang anak pria sehingga keduanya sangat bergembira dan anak tersebut menjadi penyejuk pandangan bagi keduanya dengan pergaulannya dan tingkah lakunya. Anak tersebut diberi nama Abu ‘Umair. Suatu dikala anak tersebut bermain-main dengan seekor burung kemudian burung tersebut mati. Hal itu menimbulkan anak tersebut bersedih dan menangis. Pada waktu itu, Rasulullah melewati dirinya maka ia berkata kepada anak tersebut untuk menghibur dan bermain dengannya: “Wahai Abu Umair! Apa yang dilakukan oleh anak burung pipit itu?”.

Allah berkehendak untuk menguji keduanya dengan keduanya dengan seorang anak yang cakap dan dicintai, suatu dikala Abu Umair sakit sehingga kedua orang tuanya disibukkan olehnya. Sudah menjadi kebiasaan bagi ayahnya apabila kembali dari pasar, pertama kali yang dia kerjakan sehabis mengucapkan salam yaitu bertanya wacana kesehatan anaknya, dan ia belum merasa hening sebelum melihat anaknya.

Suatu dikala Abu Thalhah keluar ke masjid dan bersamaan dengan itu anaknya meninggal. Maka ibu Mu`minah yang sabar ini menghadapi peristiwa alam tersebut dengan jiwa yang ridla dan baik. Sang ibu membaringkannya ditempat tidur sambil senantiasa mengulangi kalimat: “Inna lillahi wa inna ilahi raji`un”. Beliau berpesan kepada anggota keluarganya: “Janganlah kalian menceritakan kepada Abu Thalha hingga saya sendiri yang menceritakan kepadanya”.

Ketika Abu Thalhah kembali, Ummu Sulaim mengusap air mata kasih sayangnya, kemudian dengan bersemangat menyambut suaminya dan menjawab pertanyaannya ibarat biasanya: “Apa yang dilakukan oleh anakku?”. Beliau menjawab: “dia dalam keadaan tenang”.

Abu Thalhah menduga bahwa anaknya sudah dalam keadaan sehat, sehingga Abu Thalhah bergembira dengan ketenangan dan kesehatannya, dan dia tidak mau mendekat alasannya yaitu khawatir mengganggu ketenangannya. Kemudian Ummu Sulaim mendekati ia dan mempersiapkan malam baginya, kemudian ia makan dan minum sementara Ummu Sulaim bersolek dengan dandanan lebih anggun daripada hari-hari sebelumnya, ia mengenakan baju yang paling bagus, berdandan dan menggunakan wangi-wangian, kemudian keduanyapun berbuat sebagai mana layaknya suami istri.

Tatkala Ummu Sulaim melihat bahwa suaminya sudah kenyang dan mencampurinya serta merasa hening dengan keadaan anaknya maka ia memuji Allah alasannya yaitu tidak menciptakan risau suaminya dan ia biarkan suaminya terlelap dalam tidurnya.

Tatkala diakhir malam ia berkata kepada suaminya: “Wahai Abu Thalhah! bagaimana pendapatmu seandainya suatu kaum menitipkan barangnya kepada suatu keluarga kemudian suatu dikala mereka mengambil titipannya tersebut, maka bolehkah bagi keluarga tersebut untuk menolaknya?”. Abu Thalhah menjawab: “Tentu saja tidak boleh”. Kemudian Ummu Sulaim berkata lagi: “Bagaimana pendapatmu jikalau keluarga tersebut berkeberatan tatkala titipannya diambil sehabis dia sudah sanggup memanfaatkannya?”. Abu Thalhah berkata: “Berarti mereka tidak adil”. Ummu Sulaim berkata: ”Sesunggguhnya anakmu titipan dari Allah dan Allah telah mengambilnya, maka tabahkanlah hatimu dengan meninggalnya anakmu”.

Abu Thalhah tidak kuasa menahan amarahnya, maka ia berkata dengan marah: “kau biarkan saya dalam keadaan ibarat ini gres kau kabari wacana anakku?”.

Beliau ulang-ulang kata-kata tersebut hingga ia mengucapkan kalimat istirja` (Inna lillahi wa inna ilahi raji`un) kemudian bertahmid kepada Allah sehingga berangsur-angsur jiwanya menjadi tenang.

Keesokan harinnya ia pergi menghadap Rasulullah dan mengabarkan kapada Rasulullah wacana apa yang terjadi, kemudian Rasulullah bersabda:

“Semoga Allah memberkahi malam kalian berdua”.
Mulai hari itulah Ummu Sulaim mengandung seorang anak yang kesannya diberi nama Abdullah. Tatkala Ummu Sulaim melahirkan, ia utus Anas bin Malik untuk membawanya kepada Rasulullah selanjutnya Anas berkata: “Wahai Rasulullah, sebetulnya Ummu Sulaim melahirkan tadi malam”. Maka Rasulullah mengunyah kurma dan mentahnik bayi tersebut (menggosokan kurma yang telah dikunyah ke langit-langit verbal si bayi). Anas berkata: “Berilah nama baginya, wahai Rasulullah!”. Beliau bersabda: “namanya Abdullah” .

Ubbabah, salah seorang rijal sanad berkata: “Aku melihat dia mempunyai tujuh anak yang kesemuanya hafal al-Qur`an”.
Diantara peristiwa yang mengesankan pada diri perempuan yang utama dan juga suaminya yang mukmin yaitu bahwa Allah menurunkan ayat wacana mereka berdua dimana umat insan sanggup beribadah dengan membacanya. Abu Hurairah berkata:

“Telah tiba seorang pria kepada Rasulullah dan berkata: “Sesungguhnya saya dalam keadaan lapar”. Maka Rasulullah menanyakan kepada salah satu istrinya wacana masakan yang ada dirumahnya, namun ia menjawab: “Demi Dzat Yang mengutusmu dengan haq, saya tidak mempunyai apa-apa kecuali hanya air, kemudian ia bertanya kepada istri yang lain, namun jawabannya tidak berbeda. Seluruhnya menjawab dengan tanggapan yang sama. Kemudian Rasulullah bersabda:

“Siapakah yang akan menjamu tamu ini, semoga Allah merahmatinya”.
Maka berdirilah salah seorang Anshar yang namanya Abu Thalhah seraya berkata: “Saya wahai Rasulullah”. Maka dia pergi bersama tamu tadi menuju rumahnya kemudian sobat Anshar tersebut bertanya kepada istrinya (Ummu Sulaim): “Apakah kau mempunyai makanan?”. Istrinya menjawab: “Tidak punya melainkan masakan untuk anak-anak”. Abu Thalhah berkata: ”Berikanlah minuman kepada mereka dan tidurkanlah mereka. Nanti apabila tamu saya masuk maka akan saya perlihatkan bahwa saya ikut makan, apabila masakan sudah berada di tangan maka berdirilah. Mereka duduk-duduk dan tamu makan hidangan tersebut sementara kedua sumi-istri tersebut bermalam dalam keadaan tidak makan. Keesokan harinya keduanya tiba kepada Rasulullah kemudian Rasulullah bersabda: “Sungguh Allah takjub (atau tertawa) terhadap fulan dan fulanah”. Dalam riwayat lain, Rasulullah bersabda:

“Sungguh Allah takjub terhadap apa yang kalian berdua lakukan terhadap tamu kalian” .

Di final hadits disebutkan: “Maka turunlah ayat (artinya):
“Dan mereka mengutamakan (orang-orang muhajirin) atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (Q,.s. al-Hasyr :9).

Abu Thalhah tidak kuasa menahan rasa gembiranya, maka ia bersegera memperlihatkan khabar gembira tersebut kepada istrinya sehingga sejuklah pandangan matanya alasannya yaitu Allah menurunkan ayat wacana mereka dalam al-Qur`an yang senantiasa dibaca.

Ummu Sulaim tidak hanya cukup menunaikan tugasnya untuk mendakwahkan Islam dengan klarifikasi saja, bahkan ia antusias untuk turut andil dalam berjihad bersama pendekar kaum muslimin. Tatkala perang Hunain tampak sekali perilaku kepahlawanannya dalam memompa semangat pada dada mujahidin dan mengobati mereka yang luka. Bahkan ia juga mempersiapkan diri untuk melawan dan menghadapi musuh yang akan menyerangnya. Diriwayatkan oleh Muslim di dalam shahihnya dan Ibnu Sa`ad di dalam Thabaqat dengan sanad yang shahih bahwa Ummu Sulaim membawa badik (pisau) pada perang Hunain kemudian Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah! ini Ummu Sulaim berkata: “Wahai Rasulullah apabila ada orang musyrik yang mendekatiku maka akan robek perutnya dengan badik ini”.

Anas berkata: “Rasulullah berperang bersama Ummu Sulaim dan para Wanita dari kalangan Anshar, apabila berperang, para perempuan tersebut memperlihatkan minum kepada mujahidin dan mengobati yang luka”.

Begitulah Ummu Sulaim mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Rasulullah, ia tidak pernah masuk rumah selain rumah Ummu Sulaim bahkan Rasulullah telah memberi kabar gembira bahwa ia termasuk andal surga. Beliau bersabda :
“Aku masuk ke surga, tiba-tiba mendengar sebuah suara, maka saya bertanya: “Siapa itu?”. Mereka berkata: “Dia yaitu Rumaisha` binti Malhan ibu dari Anas bin Malik”.

Selamat untukmu wahai Ummu Sulaim, alasannya yaitu anda memang sudah layak mendapatkan itu semua, engkau yaitu seorang istri shalihah yang suka menasehati, seorang da`iyah yang bijaksana, seorang pendidik yang sadar sehingga memasukkan anaknya ke dalam madrasah nubuwwah tatkala berumur sepuluh tahun yang pada gilirannya ia menjadi seorang ulama diantara ulama Islam, selamat untukmu…..selamat untukmu…

(Diambil dari buku Mengenal Shahabiah Nabi shallallâhu 'alaihi wa sallam dengan sedikit perubahan, penerbit Pustaka AT-TIBYAN, Hal. 204)


Sumber http://teenozhealthanalyst.blogspot.com