Assalammualaikum, Selamat tiba di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas perihal pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia“. Berikut dibawah ini penjelasannya:
Indonesia mulai berkembang pada zaman kerajaan Hindu-Buddha berkat korelasi dagang dengan negara-negara tetangga maupun yang lebih jauh seperti India, Tiongkok, dan wilayah Timur Tengah. Agama Hindu masuk ke Indonesia diperkirakan pada awal tarikh Masehi, dibawa oleh para musafir dari India antara lain: Maha Resi Agastya, yang di Jawa terkenal dengan sebutan Batara Guru atau Dwipayana dan juga para musafir dari Tiongkok yakni musafir Budha Pahyien.
Pada kurun ke-4 di Jawa Barat terdapat kerajaan yang bercorak Hindu-Buddha, yaitu kerajaan Tarumanagara yang dilanjutkan dengan Kerajaan Sunda sampai kurun ke-16.
Pada masa ini pula muncul dua kerajaan besar, yakni Sriwijaya dan Majapahit. Pada masa abad ke-7 hingga abad ke-14, kerajaan Buddha Sriwijaya berkembang pesat di Sumatra. Penjelajah Tiongkok I-Tsing mengunjungi ibu kotanya Palembang sekitar tahun 670. Pada puncak kejayaannya, Sriwijaya menguasai tempat sejauh Jawa Tengah dan Kamboja. Abad ke-14 juga menjadi saksi bangkitnya sebuah kerajaan Hindu di Jawa Timur, Majapahit. Patih Majapahit antara tahun 1331 hingga 1364, Gajah Mada, berhasil memperoleh kekuasaan atas wilayah yang kini sebagian besarnya ialah Indonesia beserta hampir seluruh Semenanjung Melayu. Warisan dari masa Gajah Mada termasuk kodifikasi aturan dan pembentukan kebudayaan Jawa, ibarat yang terlihat dalam wiracarita Ramayana.
Masuknya aliran Islam pada sekitar abad ke-12, melahirkan kerajaan-kerajaan bercorak Islam yang ekspansionis, seperti Samudera Pasai di Sumatra dan Demak di Jawa. Munculnya kerajaan-kerajaan tersebut, secara perlahan-lahan mengakhiri kejayaan Sriwijaya dan Majapahit, sekaligus menandai final dari era ini.
Daftar Isi
- 1 Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia
- 1.1 Kerajaan Tarumanegara
- 1.2 Kerajaan Melayu
- 1.3 Kerajaan Sriwijaya
- 1.4 Kerajaan Mataram Kuno
- 1.5 Kerajaan Medang Kemulan
- 1.6 Kerajaan Kediri
- 1.7 Kerajaan Singasari
- 1.8 Kerajaan Bali
- 1.9 Kerajaan Pajajaran
- 1.10 Kerajaan Majapahit
- 1.11 Kerajaan Salakanagara
- 1.12 Kerajaan Kutai
- 1.13 Kerajaan Kota Kapur
- 1.14 Kerajaan Ho-Ling atau Kalingga
- 1.15 Kerajaan Buleleng
- 1.16 Kerajaan Galuh
- 1.17 Kerajaan Tulang Bawang
Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia
Berikut ini terdapat beberapa kerajaan hindu budha di indonesia, yaitu sebagai berikut:
Sumber sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil ditemukan. Namun, goresan pena pada beberapa prasati, ibarat pada Prasati Muara Cianten dan Prasasti Pasir Awi hingga ketika ini belum sanggup diartikan. Banyak informasi berhasil diperoleh dari goresan pena pada kelima prasasti lainnya, terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang, Tujuh prasasti dari kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti Munjul.
Sumber sejarah penting lain yang sanggup menjadi bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara ialah catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara ialah catatan perjalanan pendeta Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang.
Dari salah satu prasasti, yakni Prasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada prasasti yang panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut, sanggup disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.
Kerajaan Melayu
Kerajaan-kerajaan Buddha di Sumatra muncul pada sekitar kurun ke-6 dan ke-7. Sejarah mencatat ada dua kerajaan bercorak Buddha di Sumatra, yaitu Kerajaan Melayu dan Kerajaan Sriwijaya. Nama kerajaan Sriwijaya selanjutnya mendominasi hamper seluruh informasi perihal kerajaan dari Sumatra pada kurun ke -7 hingga ke-11. Kerajaan Melayu merupakan salah satu kerajaan tertua di Indonesia.
Berdasarkan bukti-bukti sejarah yang bias ditemukan, Kerajaan Melayu diperkirakan berpusat di tempat Jambi, tepatnya di tepi alur Sungai Batanghari. Di sepanjang alur Sungai Batanghari ditemukan banyak peninggalan berupa candi dan arca.
Sumber sejarah lain yang sanggup dipergunakan sebagai petunjuk keberadaan Kerajaan Melayu ialah catatan dari seorang pengelana dari Cina yang berjulukan I-Tsing (671-695). Ia menyebutkan bahwa pada kurun ke-7 terdapat sebuah kerajaan berjulukan Kerajaan Melayu yang secara politik dimasukkan ke dalam wilayah kekuasaan Kerajaan Sriwijaya.
Dari dongeng I-Tsing, diketahui bahwa Kerajaan Melayu terletak ke dalam Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan terdekat antara India dan Cina. Menurut Kitab Negarakertagama, pada tahun 1275, Raja Kertanegara dari kerajaan di Jawa mengadakan ekspedisi penaklukan ke Sumatra. Ekspedisi tersebut disebut ekspedisi Pamalayu.
Setelah cukup usang di bawah kekuasaan Sriwijaya, Kerajaan Melayu muncul kembali sebagai sentra kekuasaan di Sumatra. Pada kurun 17, adityawarman, putra Adwayawarman memerintah Kerajaan Melayu. Adityawarman memerintah hingga tahun 1375. Kemudian, digantikan oleh anaknya Anangwarman.
Kerajaan Sriwijaya yang muncul pada kurun ke-6, pada mulanya berpusat di sekitar Sungai Batanghari, pantai timur Sumatra. Pada perkembangannya, wilayah kerajaan Sriwijaya meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya, dan Sunda (kini wilayah Jawa Barat).
Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di Sumatra didapat dari seorang pendeta Buddha berjulukan I-Tsing yang pernah tinggal di Sriwijaya antara tahun 685-689 M. Pada tahun 692, ketika I-Tsing, bias disimpilkan bahwa Sriwijaya telah menaklukan dan menguasai kerajaan-kerajaan disekitarnya.
Dari Prasasti Kedukan Bukit (683), sanggup diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan tempat Minangatamwan, Jambi. Daerah Jambi sebelumnya ialah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan wilayah taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya.
Dengan dikuasainya wilayah Jambi, Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan yang kuat dan besar lengan berkuasa di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya pada kurun ke-7 menuju ke arah selatan dan meliputi tempat perdagangan Jawa di Selat Sunda.
Kerajaan Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang kurun ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan tempat perdagangan di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.
Sejarah perihal Raja Balaputradewa dimuat dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor. Raja kerajaan Sriwijaya yang terakhir ialah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, korelasi Kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya. Serangan-serangan tersebut mengakibatkan kemunduran kerajaan Sriwijaya.
Di wilayah Jawa Tengah, pada sekitar kurun ke-8, perkembangan sebuah Kerajaan Mataram Kuno. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno disebut Bhumi Mataram yang terletak di pedalaman Jawa Tengah. Daerah tersebut mempunyai banyak pegunungan dan sungai ibarat Sungai Bogowonto, Sungai Progo, dan Bengawan Solo. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno juga sempat berpindah ke Jawa Timur. Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan oleh dua hal.
- Selama kurun ke-7 hingga ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijawa ke Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya efek Kerajaan Sriwijaya itu mengakibatkan Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah timur.
- Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tengah dianggap tidak layak lagi untuk ditempati.
(a) Dinasti Sanjaya
Prasasti Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir memperlihatkan citra yang cukup terang perihal kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis dengan karakter Palawa yang memakai bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna. Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya Sanjaya.
Masa pemerintahan Sanna dan Sanjaya sanggup kita ketahui dari deskripsi kitab Carita Parahyangan. Dalam prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja Sanjaya dianggap sebagai pendiri Dinasti Sanjaya, penguasa Mataram Kuno. Sanjaya dinobatkan sebagai raja pada tahun 717 dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Kedududkan Sanjaya sangat kuat dan berhasil menyejahterakan rakyat Kerajaan Mataram Kuno.
Sanjaya menyebarkan efek Hindu di pulau Jawa. Hal ini ditempuh dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di Kerajaan Mataram Kuno. Raja Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan berbentuk candi. Stelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh putranya yang berjulukan Rakai Panangkaran.
Pada kurun ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti tersebut melalui ijab kabul politik antara Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya dengan Pramodawardhani (Putri Raja Samaratungga), dari keluarga Syailendra. Namun, perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani tidak berjalan lancer. Setelah Samaratungga wafat, Kekuasaan beralih kepada Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari Pramodawardhani. Menurut beberapa Prasasti, ibarat Prasasti Ratu Boko (856), memperlihatkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan Balaputradewa.
Berdasarkan Prasasti Balitung, sesudah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga jd pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih yang dipimpin oleh seorang mahapatih ini sangat penting perananya.
Raja Mataram selanjutnya ialah Rakai Watuhumalang. Raja Mataram Kuno yang diketahui kemudian ialah Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Maha Dambhu ialah Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal. Raja Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari bahaya perpecahan.
(b) Dinasti Syailendra
Dinasti Syailendra berkuasa didaerah Begelan dan Yogyakarta pada pertengahan kurun ke-8. Beberapa sumber sejarah perihal Dinasti Syailendra yang berhasil ditemukan, antara lain prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan (778), menyebutkan nama Rakai Panangkaran yang diperintahkan oleh Raja Wisnu, penguasa Dinasti Syailendra, untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah vihara bagi para pendeta.
Rakai Panangkaran kemudian memperlihatkan Desa Kalasan kepada Sanggha Buddha. Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja Balaputradewa kalah dalam perang saudara melawan kakaknya, yaitu Pramodhawardani. Kemudian, ia melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti Nalanda (860), menyebutkan asal seruan Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja Balaputradewa ialah putra dari Raja Samaratungga dan cucu dari Raja Indra.
Pada kurun ke-8, Dinasti Sanjaya yang memerintah KerajaanMataram Kuno mulai terdesak oleh dinasti Syailendra. Hal itu kita ketahui dari prasasti Kalasan yang menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran dari keluarga Sanjaya diperintah oleh Raja Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan, sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra muncul dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno tidak lebih dari satu abad.
Pengaruh Dinasti Syailendra terhadap kerajaan Sriwijaya juga semakin kuat lantaran Raja Indra menjalankan taktik perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya yang berjulukan Samaratungga dengan salah seorang putri Raja Sriwijaya.
Pengganti Raja Indra ialah Raja Samaratungga. Pada masa kekuasaannya, dibangun Candi Borobudur. Namun, sebelum Candi tersebut selesai dibangun, Raja Samaratungga meninggal dunia, dalam sebuah perang saudara. Balaputradewa kemudian melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja disana.
Kerajaan Medang Kemulan
Kerajaan Medang kemulan diperkirakan terletak di Jawa Timur, tepatnya di muara Sungai Brantas. Ibu kota Medang Kemulan ialah Watan Mas. Kerajaan ini didirikan oleh Mpu Sindok, sesudah ia memindahkan sentra pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tengah ke Jawa Timur. Pada awalnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kemulan meliputi tempat Nganjuk, Pasuruan, Surabaya, dan Malang.
Prasasti yang menyebutkan keberadaan Kerajaan Medang Kemulan, antara lain ialah Prasasti Mpu Sindok dan Prasasti Kalkuta. Prasasti Mpu Sindok ditemukan di Tangeran, Bangil, dan Nganjuk. Prasasti bertahun 933 yang ditemukan di Tangeran, Jombang, menyebutkan bahwa Raja Mpu Sindok memerintah Kerajaan Medang Kemulan bersama permaisurinya Sri Wardhani Mpu Kebi. Selain Prasasti Mpu Sindok, sumber sejarah yang lain ialah Prasasti Kalkuta.
Raja Sri Jayawarsha merupakan raja pertama Kerajaan Kediri. Raja yang bergelar Sri Jayawarsha Digjaya Shastra Prabhu ini mengaku dirinya sebagai titisan Dewa Wisnu ibarat Airlangga. Raja kerajaan kediri selanjutnya ialah Bameswara. Bameswara bergelar Sri Maharaja Rakai Sirikan Sri Kameshwara Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayatunggadewa.
Dalam kitab Kakawin Smaradahana, karangan Mpu Dharmaja, diceritakan bahwa Raja Bameswara ialah keturunan pendiri Dinasti Isyana yang menikah dengan Chandra Kirana, putrid Jayabhaya.
Jayabhaya bergelar Sri Maharaja Sri Warmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parkrama Digjayotunggadewa Jayabhayalanchana. Pada masa pemerintahan Jayabhaya, terjadi perang saudara ini diabadikan dalam bentuk Kakawin Bharatayuddha yang ditulis oleh Mpu Sedah dan Mpu Punuluh. Jayabhaya berhasil memenangkan perang saudara tersebut sehingga wilayah Kediri berhasil disatukan lagi dengan wilayah Jenggala.
Peristiwa kemenangan ini diabadikan dalam Prasasti Ngantang. Pengganti Jayabhaya yaitu Sarweswara dari Aryyeswara, tidak banyak diketahui. Raja berikutnya ialah Gandra. Pada masa pemerintahannya, Gandra menyempurnakan struktur pemerintahan yang diwariskan Kerajaan Medang Kamulan.
Dalam kitab paraton disebutkan bahwa kean arok atas perintah barihiang menyerang Kediri pada tahun 1222 M dan berhasil mengalahkan kerajaan Kediri. Akhirnya ken arok pun mendirikan sebuah kerajaan yang berjulukan kerajaan singasari pada tahun 1222 M (abad 13 M ) dengan sentra pemerintahannya lokasi kerajaan singasari atau letak geografis kerajaan singasari disekitar kota malang, jawa timur.
Ken arok dalam masa memerintah hanya 5 tahun yaitu semenjak tahun 1222 – 1227 M. pada tahun 1227 M, ken arok berhasil dibunuh oleh anak ken dedes sehingga ia menjadi raja singasari (1227-1248 M). dengan meninggalnya ken arok tohjaya sebagai anak ken arok dari ken umang ingin membalas maut ayahya, untuk itu, pada tahun 1248 M, anusapati atau anak ken dedes dibunuh oleh tohjaya.
Akhirnya tohjaya pun naik takhta. Tetapi pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh ranggawuni serta mahisa campaka. Panji tohjaya berhasil melarikan diri tetapi tidak berselang usang ia meninggal.
Akhirnya ranggawuni menjadi raja singasari (1248-1268 M). ketika ranggawuni meninggal maka diganti dengan putranya yaitu kertanegara (1268-1292 M). dalam bidang politiknya kertanegara ingin meluaskan daerahnya hingga seluruh wilayah nuantara terbukti dengan pengiriman pasukan tentara pada tahun 1275 M ke melayu yang dikenal dengan ekspedisi pamalayu.
Tujuan ekspedisi ini untuk memperluas wilayah diluar jawa. Pada tahun 1280 dan 1281, datanglah utusan khubilai khan semoga singasari tunduk kepada perintah kaisar kubilai khan. Tetapi perintah itu ditolak dan menciptakan muka sang utusan yaitu muka meng chi dirusak dan menciptakan murka kaisar.
Sang kaisar mengirim pasukan ke jawa untuk menyerang singasari tetapi itu tidak terealisasi lantaran kertanegara telah meninggal terlebih dahulu lantaran serangan jayakatwang(keturunan Kediri). Menurut prasasti kudadu, sesudah terbunuhnya kertanegara, raden wijaya dan keempat istrinya serta beberapa pengikutnya selamat dan menyebrang ke madur. Ketika mereka hingga di Madura, mereka diterima oleh bupati sumenep(arya wiraraja).
Akhirnya, raden wijaya pun menyerang balik jayakatwang, dengan memanfaatkan pasukan kubilai khan yang berada dichina. Ia berhasil menyakikan pasukan china tersebut bahwa raden wijaya akan mengakui kedaulatan kubhilai khan. Akhirnya jayakatwang pun berhasil dikalahkan dan jayakatwang pun dibawa pasukan mongol dan alhasil dibunuh. Raden wijaya pun berhasil memukul mundur pasukan mongol yang mengakibatkan 3000 tentara mongol tewas dan sisanya melarikan diri ke jawa untuk kembali kenegerinya.
Informasi perihal raja-raja yang pernah memerintah di Kerajaan Bali diperileh terutama dari prasasti Sanur yang berasal dari 835 Saka atau 913. Prasasti Sanur dibentuk oleh Raja Sri Kesariwarmadewa. Sri Kesariwarmadewa ialah raja pertama di Bali dari Dinasti Warmadewa. Setelah berhasil mengalahkan suku-suku pedalaman Bali, ia memerintah Kerajaan Bali yang berpusat di Singhamandawa.
Pengganti Sri Keariwarmadewa ialah Ugrasena. Selama masa pemerintahannya, Ugrasena menciptakan beberapa kebijakan, yaitu pembebasan beberapa desa dari pajak sekitar tahun 837 Saka atau 915. Desa-desa tersebut kemudian dijadikan sumber penghasilan kayu kerajaan dibawah pengawasan hulu kayu (kepala kehutanan). Pada sekitar tahun 855 Saka atau 933, dibangun juga tempat-tempat suci dan pesanggrahan bagi peziarah dan perantau yang kemalaman.
Pengganti Ugrasena ialah Tabanendra Warmadewa yang memerintah bersama permaisurinya, ia berhasil membagun pemandian suci Tirta Empul di Manukraya atau Manukaya, erat Tampak Siring. Pengganti Tabanendra Warmadewa ialah raja Jayasingha Warmadewa. Kemudian Jayasadhu Earmadewa. Masa pemerintahan kedua raja ini tidak diketahu secara pasti.
Pemerintahan kerajaan Bali selanjutnya dipimpin oleh seorang ratu. Ratu ini bergelar Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi. Ia memerintah pada tahun 905 Saka atau 938. Beberapa mahir memperkirakan ratu ini ialah putrid Mpu Sindok dari kerajaan Mataram Kuno.
Kerajaan Pajajaran
Pusat Kerajaan Pajajaran awalnya terletak di tempat Galuh, jawa Barat. Raja pertama Kerajaan Pajajaran berjulukan Sena. Namun, tahta Kerajaan Pajajaran kemudian direbut oleh saudara Raja Sena yang berjulukan Purbasora. Raja Sena dan keluarganya terpaksa meninggalkan keratin. Tidak usang kemudian, Raja Sena berhasil merebut kembali tahta Kerajaan Pajajaran.
Raja Pajajaran selanjutnya ialah Jayabhupati. Pada masa pemerintahannya, Kerajaan Pajajaran mengembangkan aliran Hindu Waisnawa. Setelah Jayabhupati, Kerajaan diperintah oleh Rahyang Niskala Wastu Kencana. Pada masa pemerintahannya, sentra kerajaan dipindahkan ke Kawali. Raha Wastu kemudian digantikan oleh Hayam Wuruk. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1357 dan disebut dalam kitab Pararaton sebagai Perang Bubat.
Kerajaan bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa ialah Majapahit. Nama kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang Madura berjulukan Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan sebuah pohon maja yang berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis. Oleh lantaran itu mereka menamakna permukiman mereka itu sebagai Majapahit.
Daerah ini merupakan tempat yang diberikan Raja Jayakateang dari Kerajaan Kediri kepada Raden Wijaya. Raja Wijaya ialah menantu Raja Kertanegara dari kerajaan Singasari. Pada ketika Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan oleh Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari proteksi kepada Bupati Madura yang berjulukan Arya Wiraraja.
Dengan pemberian orang-orang Madura, ia membangun pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama Majapahit tersebut. Pada tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan mereka ialah menghukum Raja Kertanegara yang menyatakan tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari Cina. Mereka tidak mengetahui bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah meninggal dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.
Kerajaan Salakanagara
Nama mahir dan sejarawan yang membuktikan bahwa tatar Pasundan mempunyai nilai-nilai sejarah yang tinggi, antara lain adalah Husein Djajadiningrat, Tubagus H. Achmad, Hasan Mu’arif Ambary, Halwany Michrob dan lain-lainnya. Banyak sudah temuan-temuan mereka disusun dalam tulisan-tulisan, ulasan-ulasan maupun dalam buku.
Belum lagi nama-nama seperti John Miksic, Takashi, Atja, Saleh Danasasmita, Yoseph Iskandar, Claude Guillot, Ayatrohaedi, Wishnu Handoko dan lain-lain yang menambah wawasan mengenai Banten menjadi tambah luas dan terbuka dengan karya-karyanya dibentuk baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris.
Tokoh awal yang berkuasa di sini adalah Aki Tirem. Konon, kota inilah yang disebut Argyrè oleh Ptolemeus dalam tahun 150, dikarenakan Salakanagara diartikan sebagai “Negara Perak” dalam bahasa Sansakerta.
Kota ini terletak di daerah Teluk Lada, Pandeglang, Banten. Adalah Aki Tirem, penghulu atau penguasa kampung setempat yang alhasil menjadi mertua duta dari Pallawa Dewawarman ketika puteri Sang Aki Luhur Mulya berjulukan Dewi Pohaci Larasati diperisteri oleh Dewawarman. Hal ini menciptakan semua pengikut dan pasukan Dewawarmanmenikah dengan perempuan setempat dan tak ingin kembali ke kampung halamannya.
Ketika Aki Tirem meninggal, Dewawarman mendapatkan tongkat kekuasaan. Tahun 130 Masehi ia kemudian mendirikan sebuah kerajaan dengan nama Salakanagara beribu kota di Rajatapura. Ia menjadi raja pertama dengan gelar Prabu Darmalokapala Dewawarman Aji Raksa Gapura Sagara. Beberapa kerajaan kecil di sekitarnya menjadi tempat kekuasaannya, antara lain Kerajaan Agninusa (Negeri Api) yang berada di Pulau Krakatau.
Rajatapura adalah ibu kota Salakanagara yang hingga tahun 362 menjadi sentra pemerintahan Raja-Raja Dewawarman (dari Dewawarman I – VIII). Salakanagara berdiri hanya selama 232 tahun, tepatnya dari tahun 130 Masehi hingga tahun 362 Masehi. Raja Dewawarman I sendiri hanya berkuasa selama 38 tahun dan digantikan anaknya yang menjadi Raja Dewawarman II dengan gelar Prabu Digwijayakasa Dewawarmanputra.
Prabu Dharmawirya tercatat sebagai Raja Dewawarman VIII atau raja Salakanagara terakhir hingga tahun 363 lantaran semenjak itu Salakanagara telah menjadi kerajaan yang berada di bawah kekuasaan Tarumanagara yang didirikan tahun 358 Masehi oleh Maharesi yang berasal dari Calankayana, India bernama Jayasinghawarman. Pada masa kekuasaan Dewawarman VIII, keadaan ekonomi penduduknya sangat baik, makmur dan sentosa, sedangkan kehidupan beragama sangat harmonis.
Kutai ialah kerajaan tertua dan kerajaan Hindu pertama di Indonesia, yang diperkirakan muncul pada kurun 5 M atau± 400 M. Terletak di Tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur. Di Kutai ditemukan prasasti berbentuk yupa/tiang kerikil berjumlah 7 buah bertuliskan karakter Pallawa dan bahasa Sanskerta diperkirakan berasal dari tahun 400 M. Yupa ialah tugu kerikil yang dipakai dalam upacara kurban.
(a) Kehidupan Politik
Dalam prasasti Yupa diterangkan mengenai silsilah raja-raja Kutai. Raja Kutai pertama ialah Kudungga (diperkirakan nama orisinil orang Indonesia). Kudungga mempunyai putra yang berjulukan Aswawarman (diperkirakan nama berasal dari India) sehingga Aswawarman dianggap sebagai “wangsakarta” atau pembentuk keluarga atau dinasti. Selain itu ia juga dijuluki “Ansuman”(dewa matahari). Aswawarman mempunyai putra berjulukan Mulawarman. Mulawarman ialah raja yang terbesar atau populer di Kutai.
(b) Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Dalam kehidupan sosial terjalin korelasi yang serasi antara Raja Mulawarman dengan kaum Brahmana. Seperti yang dijelaskan dalam prasasti Yupa, bahwa raja Mulawarman memberi sedekah 20.000 ekor sapi kepada kaum Brahmana di tanah suci yang berjulukan Waprakeswara.
Waprakeswara ialah tempat suci untuk memuja ilahi Siwa. Di pulau Jawa disebut Baprakewara.
Dalam kehidupan ekonomi, tidak diketahui secara pasti, kecuali disebutkan dalam salah satu prasasti bahwa Raja Mulawarman telah mengadakan upacara korban emas dan menghadiahkan 20.000 ekor sapi untuk golongan Brahmana.Tidak diketahui secara niscaya asal emas dan sapi tersebut diperoleh, apabila emas dan sapi tersebut di datangkan dari tempat lain, bisa disimpulkan bahwa kerajaan Kutai telah melaksanakan kegiatan perdagangan.
(c) Kehidupan Budaya
Dalam kehidupan budaya sanggup dikatakan kerajaan Kutai sudah maju. Dibuktikan melalui upacara penghinduan atau upacara Vratyastoma (pemberkatan memeluk agama Hindu) dilaksanakan semenjak pemerintahan Aswawarma.
Menurut para mahir yang memimpin upacara tersebut dipastikan ialah para pendeta (Brahmana) dari India. Tetapi pada masa Mulawarman kemungkinan sekali upacara penghinduan tersebut dipimpin oleh pendeta/kaum Brahmana dari orang Indonesia asli.
Dengan adanya kaum Brahmana orisinil orang Indonesia membuktikan bahwa kemampuan intelektualnya tinggi, terutama dalam hal penguasaan terhadap bahasa Sansekerta intinya bukanlah bahasa rakyat India sehari-hari, melainkan lebih merupakan bahasa resmi kaum Brahmana untuk persoalan keagamaan.
Kerajaan Kota Kapur
Dari hasil penelitian arkeologi yang dilakukan di Kota Kapur, Pulau Bangka, pada tahun 1994, diperoleh satu petunjuk perihal kemungkinan adanya sebuah sentra kekuasaan di tempat itu semenjak masa sebelu munculnya Kerajaan Sriwijaya. Pusat kekuasaan ini meninggalkan temuan-temuan arkeologi berupa sisa-sisa sebuah bangunan Candi Hindu (waisnawa) terbuat dari kerikil bersama dengan arca-arca batu, diantaranya dua buah arca Wisnu dengan gaya ibarat arca-arca Wisnu yang ditemukan di Lembah Makhing, Semenanjung Malaka, dan Cibuaya, Jawa Barat, yang berasal dari masa sekitar kurun ke-5 dan ke-7 masehi.
Sebelumnya disitus Kota Kapur selain telah ditemukan sebauh inskripsi kerikil dari Kerajaan Sriwijaya yang berangka tahun 608 Saka (686 Masehi), telah ditemukan pula peninggalan-peninggalan yang lain diantaranya sebuah arca Wisnu dan sebuah arca DurgaMahisasuramardhini. Dari peninggalan-peninggalan arkiologi tersebut nampaknya kekuasaan di Pulau Bangka pada waktu itu bercorak Hindu-Waisnawa, ibarat halnya di Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat.
(a) Benteng Pertahanan
Temuan lain yang penting dari situs Kota Kapur ini ialah meninggalkan berupa benteng pertahanan yang kokoh berbentuk dua buah tanggul sejajar terbuat dari tumbuhan tanah, masing-masing panjangnya sekitar 350 meter dan 1200 meter dengan ketinggian sekitar 2-3 meter. Peninggalan dari tanggul benteng ini memperlihatkan masa antara tahun 530 M hingga 870 M.
Benteng pertahanan tersebut yang telah dibangun sekitar pertengahan kurun ke-6 tersebut agaknya telah berperan pula dalam menghadapi ekspedisi Sriwijaya ke Pulau Bangka menjelang final kurun ke-7. Penguasa Pulau Bangka oleh Sriwijaya ini ditandai dengan dipancangkannya inskripsi Sriwijaya di Kota Kapur yang berangka tahun 608 Saka (686 Masehi), yang isinya mengidentifikasikan dikuasainya wilayah ini oleh Sriwijaya.
Penguasa Pulau Bangsa oleh Sriwijaya ini agaknya berkaitan dengan peranan Selat Bangsa sebagai pintu gerbang selatan dari jalur pelayaran niaga di Asia tenggara pada waktu itu. Sejak dikuasainya Pulau Bangka oleh Sriwijaya pada tahun 686 maka berakhirlah kekuasaan awal yang ada di Pulau Bangka.
Kerajaan Ho-Ling terletak diantara purwodadi (grobogan) hingga Bloran dan Lasem, Jawa Tengah. Sekitar kurun ke-7 Msampai ke-9 M. Menurut informasi cina sebelah timur kalingga terdapat Po-Li (Bali sekarang), sebelah barat To-Po-Teng (Sumatera), sebelah utara Chen-La (Kamboja), dan sebelah selatan perbatasan dengan samudera.
(a) Kehidupan Politik
Raja yang populer ialah Ratu Sima. Dia dikenal sebagai Ratu yang tegas, jujur, dan bijaksana.
(b) Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Agama utama yang dianut oleh penduduk Kalingga pada umumnya ialah Buddha. Agama Buddha berkembang pesat. Bahkan pendeta Cina yang berjulukan Hwi-ning tiba di Kalingga dan tinggal selama tiga tahun. Selama di Kalingga, menerjemahkan kitab suci Agama Buddha Hinayana ke dalam bahasa Cina. Dalam perjuangan menerjemahkan kitab itu Hwi-ning dibantu oleh seorang pendeta berjulukan janabadra.
Kepemimpinan raja yang adil, menjadikan rakyat hidup teratur, aman, dan tentram. Mata pencarian penduduk pada umumnya ialah bertani, lantaran wilayah Kalingga subur untuk pertanian. Di samping itu, penduduk juga melaksanakan perdagangan.
Kerajaan Kalingga mengalami kemunduran kemungkinan akhir serangan Sriwijaya yang menguasai perdagangan. Serangan tersebut mengakibatkan pemerintah Kijen menyingkir ke Jawa belahan Timur atau mundur ke pedalaman Jawa belahan Tengah antara tahun 742-755 M.
Kerajaan Buleleng
Menurut informasi Cina di sebelah timur Kerajaan Kalingga ada tempat Po-li (Dwa-Pa-Tan/Bali sekarang) terdapat sebuah kerajaan Buleleng.
(a) Kehidupan Politik
Dalam sejarah Bali, Buleleng mulai populer sesudah periode Kerajaan Majapahit. Pada waktu di Jawa berkembang kerajaan-kerajaan Islam, di Bali juga berkembang sejumlah kerajaan. Misalnya Gelgel, Klungkung, dan Buleleng semakin terkenal, terutama sesudah zaman penjajahan Belanda di Bali. Pada waktu itu pernah terjadi perang rakyat Buleleng melawan Belanda.
Pada zaman kuno, bahu-membahu Buleleng sudah berkembang. Pada masa perkembangan kerajaan Dinasti Warmadewa, Buleleng diperkirakan menjadi salah satu tempat kekuasaan Dinasti Warmadewa.
(b) Kehidupan Sosial dan Ekonomi
Adat istiadat di Dwa-Pa-Tan sama dengan kebiasaan orang-orang Kalingga. Misalnya, penduduk biasa menulisi daun lontar. Bila ada orang meninggal, mayatnya dihiasi daun emas dan ke dalam mulutnya dimasukkan sepotong emas, serta diberi wangi-wangian harum. Kemudian jenazah itu dibakar. Hal ini pertanda Bali telah berkembang.
Sesuai dengan letaknya yang ada di tepi pantai, Buleleng bermetamorfosis sentra perdagangan laut. Hasil dari pertanian dari pedalaman diangkut lewat darat menuju Buleleng. Dari Buleleng barang dagangan yang berupa hasil pertanian ibarat kapas, beras, asam, kemiri, dan bawang diangkut atau diperdagangkan ke pulau lain (daerah seberang). Perdagangan dengan tempat seberang mengalami perkembangan pesat pada masa Dinasti Warmadewa yang diperintah oleh AnakWungsu.
Dengan perkembangan perdagangan maritim antar pulau di zaman kuno secara hemat Buleleng mempunyai peranan yang penting bagi pekembangan kerajaan-kerajaan di Bali contohnya pada masa Kerajaan Dinasti Warmadewa.
Kerajaan Galuh
Kerajaan Galuh adalah suatu kerajaan Sunda di pulau Jawa, yang daerahnya terletak antara Sungai Citarum di sebelah barat dan Sungai Ci Serayu juga Cipamali (Kali Brebes) di sebelah timur. Kerajaan ini ialah penerus dari kerajaan Kendan, bawahan Tarumanagara.
Sejarah mengenai Kerajaan Galuh ada pada naskah kuno Carita Parahiyangan, suatu naskah berbahasa Sunda yang ditulis pada awal kurun ke-16. Dalam naskah tersebut, dongeng mengenai Kerajaan Galuh dimulai waktu Rahiyangta ri Medangjati yang menjadi raja resi selama lima belas tahun. Selanjutnya, kekuasaan ini diwariskan kepada putranya di Galuh yaitu Sang Wretikandayun.
Saat Linggawarman, raja Tarumanagara yang berkuasa dari tahun 666 meninggal dunia pada tahun 669, kekuasaan Tarumanagara jatuh ke Sri Maharaja Tarusbawa, menantunya dari Sundapura, salah satu wilayah di bawah Tarumanagara. Karena Tarusbawa memindahkan kekuasaan Tarumanagara ke Sundapura, pihak Galuh, dipimpin oleh Wretikandayun (berkuasa dari tahun 612), menentukan untuk berdiri sebagai kerajaan mandiri. Adapun untuk menyebarkan wilayah, Galuh dan Sunda sepakat menjadikan Sungai Citarum sebagai batasnya.
Kerajaan Tulang Bawang
Kerajaan Tulang Bawang adalah salah suatu kerajaan yang pernah berdiri di Lampung. Kerajaan ini berlokasi di sekitar Kabupaten Tulang Bawang, Lampung sekarang. Tidak banyak catatan sejarah yang memperlihatkan keterangan mengenai kerajaan ini. Musafir Tiongkok yang pernah mengunjungi Nusantara pada kurun VII, yaitu I Tsing yang merupakan seorang peziarah Buddha, dalam catatannya menyatakan pernah singgah di To-Lang P’o-Hwang (“Tulangbawang”), suatu kerajaan di pedalaman Chrqse (Pulau Sumatra).
Namun Tulangbawang lebih merupakan satu Kesatuan Adat. Tulang Bawang yang pernah mengalami kejayaan pada Abad ke VII M.[1] Sampai ketika ini belum ada yang bisa memastikan sentra kerajaan Tulang Bawang, tetapi mahir sejarah Dr. J. W. Naarding memperkirakan sentra kerajaan ini terletak di hulu Way Tulang Bawang (antara Menggala dan Pagardewa) kurang lebih dalam radius 20 km dari pusat kota Menggala.
Seiring dengan makin berkembangnya kerajaan Che-Li-P’o Chie (Sriwijaya), nama Kerajaan Tulang Bawang semakin memudar. Tidak ada catatan sejarah mengenai kerajaan ini yang ada ialah dongeng turun temurun yang diketahui oleh penyimbang adat, tetapi lantaran Tulang Bawang menganut watak Pepadun, yang memungkinkan setiap khalayak untuk berkuasa dalam komunitas ini, maka Pemimpin Adat yang berkuasa selalu berganti ganti Trah. Hingga ketika ini belum diketemukan benda benda arkeologis yang mengisahkan perihal alur dari kerajaan ini.
Daftar Pustaka:
Nasrudin Muh, Warsito S.W, Nursa’ban Muh, Mari Belajar IPS VII, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional, 2008
Iwan Setiawan dkk, Wawasan Sosial, Jakarta : Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional Indonesia, 2008
Rickflefs, M. C. Sejarah Indonesia Modern. Yogyaarta : Gajah Mada university Press, 1998
R. Soekmono, Dr., 1995, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 2, Yogyakarta: Penerbit Kanisius
Sartono Kartodirdjo, dkk., 1977, Sejarah Nasional Indonesia II, Jakarta: Balai Pustaka
Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang 17 Kerajaan Hindu Budha Di Indonesia Beserta Penjelasannya
Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!
Baca Artikel Lainnya:
- Pengertian Valuta Asing Menurut Para Ahli, Fungsi, Jenis dan Pelaku
- Latar Belakang Perang Diponegoro
- 3 Jenis-Jenis Manusia Purba Di Indonesia yang Wajib Diketahui
- 12 Macam Organisasi Bentukan Jepang Di Indonesia
Sumber aciknadzirah.blogspot.com