Tuesday, February 20, 2018

√ Kerajaan Mataram Kuno

Assalammualaikum, Selamat tiba di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Kerajaan Mataram Kuno“. Berikut dibawah ini penjelasannya:


 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Kerajaan Mataram Kuno



Sejarah Kerajaan Mataram Kuno


Pada pertengahan periode ke-8 dijawa cuilan tengah berdiri sebuah kerajaan baru. Kerajaan itu kita kenal dengan nama kerajaan Mataram Kuno. Mengenai letak dan sentra kerajaan Mataram Kuno tepatnya belum sanggup dipastikan. Ada yang menyebutkan sentra kerajaan di Madang dan terletak di Pho Pitu. Sementara itu letak Pho Piyu hingga kini belu jelas.


Keberadaan lokasi kerajaan itu sanggup diterangkan berada di sekeliling pegunungan, dan sungai-sungai. Di sebelah utara terdapat Gunung Merapi, Merbabu, Sumbing, dan Sindoro; di sebelah barat terdapat pegunungn Serayu; di sebelah timur terdapat gunung Lawu, serta di sebelah selatan berdekatan dengan bahari Selatan dan pegunungan Seribu. Sungai-sungai yang ada, contohnya Sungai Bogowoto, Elo, Progo, Opak, dan Bengawan Solo. Letak Poh Pitu mungkin di antara kedu hingga sekitar prambanan.


Untuk mengetahui perkembangan kerajaan Mataram Kuno  sanggup digunakan sumber yang berupa prasasti. Ada beberapa prasasti yang berkaitan dengan kerajaan Mataram Kuno di antaranya prasasti Canggala, prasasti Kalasan, Prasasti Klura, Prasasti kedu atau prasastibalitung. Di samping beberapa prasasti tersebut, sumber sejarah kerajaan Mataram Kuno juga berasal dari informasi cina.




Penamaan Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram kuno juga dikenal dengan nama kerajaan Medang atau Medang Kamulan. Namun bersama-sama istilah kerajaan Medang diberikan untuk merujuk pada kerajaan Mataram periode Jawa Timur yang dikuasai oleh dinasti Isyana keturunan Mpu Sindok. Sedangkan untuk periode Jawa Tengah dinamakan kerajaan Mataram kuno yang dikuasai oleh dinasti Sanjaya dan dinasti Syailendra.


Karena pada ketika itu Mpu Sindok yang merupakan menantu dari raja Wawa memindahkan sentra kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur disebabkan adanya musibah berupa letusan gunung merapi dan gangguan dari kerajaan Sriwijaya di Sumatera.


Untuk membedakannya dengan kerajaan Mataram Islam yang berdiri pada periode ke-16 M, kerajaan Mataram periode Jawa Tengah ini juga disebut kerajaan Mataram Kuno atau Mataram Hindu. Sedangkan untuk istilah Mataram sendiri terdapat dalam prasasti Minto dan prasasti Anjuk Ladang.




Letak Kerajaan Mataram Kuno


 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Kerajaan Mataram Kuno


Kerajaan Mataram Kuno terletak di Jawa Tengah dengan pada dasarnya yang sering disebut Bumi Mataram. Daerah ini dikelilingi oleh pegunungan dan gununggunung, menyerupai Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, Gunung Merapi-Merbabu, Gunung Lawu, dan Pegunungan Sewu. Daerah ini juga dialiri oleh banyak sungai, menyerupai Sungai Bogowonto, Sungai Progo, Sungai Elo dan Sungai Bengawan Solo. Itulah sebabnya tempat ini sangat subur.




Silsilah Kerajaan Mataram Kuno


Di kerajaan Mataram kuno terdapat dua dinasti yang silih berganti memimpin kerajaan yaitu dinasti Sanjaya yang beragama Hindu Syiwa dan dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Berdasarkan interpetasi terhadap prasasti-prasasti yang ada, diperkirakan kedua dinasti ini saling bersaing untuk berebut imbas dan terkadang memerintah secara bersama-sama.




1. Dinasti Sanjaya


Dinasti Sanjaya merujuk pada raja pertama Mataram yaitu Sanjaya dan keturunan-keturunannya. Mereka aslidari Nusantara dan menganut agama Hindu aliran Syiwa.


Poerbatjaraka menyatakan bahwa dinasti Sanjaya tidak pernah ada lantaran mereka merupakan anggota dinastiSyailendra. Namun pendapatnya ini masih menjadikan banyak kebingungan lantaran bukti-bukti yang minim. Juga berdasarkan teori Marwati Pusponegoro dan Nugroho Notosutanto, dinasti Sanjaya tidak pernah ada lantaran tidak pernah disebutkan dalam prasasti mana pun. Sanjaya dan Rakai Panangkaran merupakan anggota dinasti Syailendra namun berbeda agama. Sanjaya beragama Hindu Syiwa, sedangkan Rakai Panangkaran ialah putranya yang berpindah agama menjadi penganut Buddha Mahayana.




2. Dinasti Syailendra


Syailendravamsa atau dinasti Syailendra ialah nama dinasti raja-raja yang berkuasa di Sriwijaya pulau Sumatera dan di kerajaan Mataram Kuno Jawa Tengah semenjak tahun 752. Didirikan oleh Bhanu. Rajanya penganutagama Buddha Mahayana. Ada beberapa pendapat mengenai asal-usul dinasti ini :






  • Teori India



Didukung oleh Dr. Mayundar, Nilakanta Sastri dan Ir. Moens. Berpendapat bahwa dinasti ini berasal dari India. Mereka menetap di Palembang. Namun setelah kedatangan Dapunta Hyang tahun 683 M, dinasti Syailendra lari ke Jawa lantaran terdesak oleh Dapunta Hyang dan bala tentaranya.






  • Teori Funan



George Coedes cenderung menganggap bahwa dinasti Syailendra berasal dari Funan, Kamboja yang menyingkir ke Jawa akhir runtuhnya kerajaan Funan (Chenla). Mereka kemudian muncul sebagai penguasa di Medang ri Poh Pitu pada pertengahan periode ke-8 M dengan menggunakan nama Syailendra.Teori ini terbukti kuat. Karena raja-raja Syailendra menganggap dirinya keturunan pribadi raja-raja Funan. Mereka mengatakan keturunan orang Funan yang berlindung di Jawa Tengah setelah negeri mereka ditaklukan.






  • Teori Nusantara



Teori ini menyatakan bahwa Sumatera atau Jawa sebagai asal bangsa ini. Bisa jadi mereka berasal dari Sumatera yang kemudian berpindah ke Jawa atau warga orisinil Jawa yang kuat kuat di Sumatera. Beberapa sejarawan menyampaikan bangsa ini berasal dari Sumatera yang kemudian bermigrasi ke Jawa Tengah sehabis Sriwijaya melaksanakan perluasan ke Jawa Tengah pada periode ke-7 M. Teori Nusantara ini didukung oleh Poerbatjaraka didasarkan pada Carita Parahyangan yang juga menjelaskan wacana Dapunta Salendra. Menurutnya Dapunta Salendra ialah bakal raja-raja keturunan Syailendra yang berkuasa di Medang.


Di Indonesia nama Syailendravamsa pertama kali dijumpai dalam prasasti Kalasan dari tahun 778 M. Kemudian ditemukan didalam prasasti Kelurak tahun 782 M, prasasti Abhayagiri Wihara tahun 792 Masehi, prasasti Sojomerto tahun 700 M dan prasasti Qayyum Unand 824 M. Sedangkan diluar Indonesia ditemukan pada prasasti Ligor tahun 775 dan prasasti Nalanda yang ada di India.




Namun berdasarkan prasasti Kedu (prasasti Mantyasih) nama-nama raja yang pernah memerintah Mataram kuno yaitu :






  1.  Sang Ratu Sanjaya atau Rakai Mataram (717-746 M)




Sanjaya ialah raja pertama Mataram yang mewarisi tahta tanah Jawa atas kerajaan Sunda, Galuh dan Kalingga. Namanya dikenal melalui Prasasati Canggal, Prasasti Mantyasih, dan Carita Parahyangan. Ia mendirikan kerajaan Mataram pada tahun 717 M dengan pusatnya di Bhumi Mataram.


Sanjaya sendiri ialah anak dari Sanna dan ibunya berjulukan Sannaha. Ibunya merupakan cucu dari Ratu Shima penguasa Kalingga. Sementara ayahnya merupakan penguasa pulau Jawa yang menjadi raja ketiga kerajaan Galuh. Ia juga merupakan menantu dari raja Tarusbawa dari kerajaan Sunda. Sebelumnya pada ketika ayahnya masih berkuasa, ia mendapat kedudukan sebagai pemimpin di tanah Mataram. Oleh lantaran itu ia disebut sebagai Rakai Mataram. Ketika ia berhasil menuntut balas pada keluarga Purbasora dan mendapat kembali tahta ayahnya, ia pergi ke tanah Sunda dan kemudian memperlihatkan kekuasaan atas Galuh dan Sunda kepada anaknya Tamberan. Sedangkan ia sendiri kemudian kembali lagi ke Bhumi Mataram dan menjadi raja disana.


Sanjaya memerintah dengan sangat adil dan bijaksana sehingga rakyatnya terjamin kondusif dan tenteram. Apalagi sehabis ajal Sanna, pulau Jawa seperti mengalami kedukaan yang luar biasa dan keadaan negara menjadi sangat kacau balau.


Sanjaya sangat memperhatikan kasus keagamaan, dengan cara banyak mendatangkan pendeta-pendeta Hindu aliran Syiwa untuk mengajarkan agama. Bahkan disebutkan dalam riwayat, Sanjaya meninggal dunia lantaran jatuh sakit akhir terlalu patuh menjalankan pemikiran agamanya. Dalam Carita Parahyangan disebutkan bahwa sebelum meninggal, Sanjaya sempat memerintahkan anaknya yang berjulukan Rahyang Panaraban untuk berpindah agama lantaran agamanya dinilai terlalu menakutkan.






  1.  Sri Maharaja Rakai Panangkaran atau Dyah Pancapana (746-784 M)




Rakai Panangkaran ialah anak dari Sanjaya yang menggantikannya memerintah Bhumi Mataram. Pada masanya kekuasaan atas Mataram direbut oleh dinasti Syailendra yang beragama Buddha Mahayana. Mereka menyerang dinasti Sanjaya hingga melarikan diri ke tempat Dieng, Wonosobo. Ada yang menyebutkan dinasti Syailendra memaksa Rakai Panangkaran untuk mengubah kepercayaannya dari Hindu ke Buddha. Namun ada juga yang menyampaikan ia mengubahnya atas perintah ayahnya yaitu Sanjaya


Versi lain menyebutkan dalam prasasti Wanua Tengah III bahwa Rakai Panangkaran ialah anak dari Rahyangta i Hara, sedangkan Rahyangta i Hara ialah adik dari Rahyangta i Medang. Jika dalam prasasti Mantyasih disebutkan bahwa Sanjaya ialah raja pertama Kerajaan Medang, maka sanggup diduga bahwa Rahyangta i Medang dalam prasasti Wanua Tengah III tidak lain ialah Sanjaya itu sendiri. Dengan demikian, sanggup disimpulkan bahwa Rakai Panangkaran merupakan keponakan dari Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya.


Pada masa pemerintahan Panangkaran banyak didirikan candi-candi menyerupai candi Kalasan, arca Manjusri, kompleks candi Dieng, kompleks candi Gedong Songo, candi Ngawen, candi Mendut, dll.






  1. Rakai Panunggalan atau Dharanindra (784-803 M)




Rakai Panunggalan atau Dharanindra sering disingkat Indra, merupakan raja dari Dinasti Syailendra. Namanya ditemukan dalam prasasti Kelurak. Pada masanya Mataram bisa melebarkan kekuasaannya hingga ke Semenanjung Malaya dan Indocina.


Menurut teori Slamet Muljana, Dharanindra sebagai raja Jawa telah berhasil menaklukkan Kerajaan Sriwijaya, termasuk tempat bawahannya di Semenanjung Malaya, yaitu Ligor. Prasasti Ligor B ditulis olehnya sebagai menandakan bahwa dinasti Syailendra telah berkuasa atas Sriwijaya. Daerah Ligor kemudian dijadikannya sebagai pangkalan militer untuk menyerang Campa tahun 787 dan juga Kamboja.


Dharanindra mempunyai tiga julukan yaitu Wairiwarawiramardana atau “penumpas musuh-musuh perwira”. Julukan yang menyerupai terdapat dalam prasasti Nalanda, yaitu Wirawairimathana, dan prasasti Ligor B yaitu Sarwarimadawimathana. Dalam prasasti Nalanda, Wirawairimathana mempunyai putra berjulukan Samaragrawira yang merupakan ayah dari Balaputradewa (raja Kerajaan Sriwijaya). Sehingga dengan kata lain, Balaputradewa ialah cucu Dharanindra.






  1. Sri Maharaja Rakai Warak atau Samaragrawira (803-827 M)




Samaragrawira ialah ayah dari Balaputeradewa (raja terbesar Sriwijaya). Informasi sejarah atas namanya sangat minim sekali, hal ini kemungkinan disebabkan lantaran ia kurang cakap dalam memerintah. Namun pada masa pemerintahannya ia mengutamakan agama Buddha dan Hindu supaya sanggup dikenal oleh masyarakat luas.


Meskipun ia dipuji sebagai jagoan perkasa dalam prasasti Nalanda, namun raja gres ini mungkin tidak sekuat ayahnya. Hal itu terbukti dengan ditemukannya prasasti Po Ngar yang menceritakan bahwa Kamboja berhasil melepaskan diri dari penjajahan Jawa pada tahun 802 M. Saat itu Dharanindra atau Rakai Panunggalan kemungkinan sudah meninggal, sedangkan Samaragrawira sebagai raja gres tidak bisa menaklukkan negeri itu kembali.


Menurut prasasti Nalanda, Balaputradewa adalah putra Samaragrawira yang lahir dari Dewi Tara, putri Sri Dharmasetu dari dinasti Soma. Kebanyakan para sejarawan beropini bahwa Sri Dharmasetu merupakan rajaKerajaan Sriwijaya. Dengan kata lain, Balaputradewa mewarisi takhta pulau Sumatra dari kakeknya itu. Sedangkan berdasarkan Muljana, Balaputradewa tidak mewarisi takhta Sriwijaya dari Dharmasetu. Balaputradewa bisa menjadi raja Sriwijaya lantaran ia merupakan anggota dinasti Syailendra yang berkuasa di pulau Jawa dan Sumatra. Keberhasilan dinasti Syailendra menaklukkan Kerajaan Sriwijaya terjadi pada masa pemerintahan Dharanindra.






  1. Dyah Gula (827-828 M)




Setelah Rakai Warak turun tahta bersama-sama sempat digantikan seorang raja perempuan yaitu Dyah Gula. Namun lantaran pemerintahannya hanya bersifat sementara maka jarang ada sumber sejarah yang mengungkap peranannya atas Mataram Hindu.






  1. Rakai Garung atau Samaratungga (828-847 M)




Rakai Garung mengeluarkan prasasti Pengging yang didalamnya terdapat penyamaan namanya dengan Patapan Puplar. Tidak banyak informasi mengenai raja ini. Hanya di prasasti Karang Tengah disebutkan nama Samaratungga dan Pramodhawardhani. Pramodhawarni sendiri dikenal dengan Sri Kahulunan yang dikemudian hari dinikahkan dengan Rakai Pikatan dari dinasti Sanjaya demi memperbaiki hubungan kedua dinasti.


Tidak menyerupai pendahulunya yang ekspansionis, pada masa pemerintahannya, Samaratungga lebih mengedepankan pengembangan agama dan budaya. Dia membangun candi Borobudur yang menjadi pujian Indonesia. Namun sebelum candi Borobudur selesai dibuat, beliau keburu wafat dan dilanjutkan pembangunannya oleh menantunya yang berjulukan Pikatan.






  1. Rakai Pikatan atau Kumbhayoni, Jatiningrat, Agastya (847-855 M)




Naik tahtanya Rakai Pikatan menjadi raja di Mataram ialah awal dari kebangkitan kembali dinasti Sanjaya. Pikatan berhasil naik tahta melalui perkawinannya dengan Pramodhawardhani atau Sri Kahulunan yang merupakan putri raja Samaratungga. Pernikahan inilah yang memicu peperangan antara Pikatan bersama Pramodhawardhani melawan Balaputeradewa.


Pada ketika Samaratungga turun tahta, ia tidak mempunyai putera pria yang sanggup meneruskan kekuasaannya. Sehingga tahta seharusnya jatuh ke tangan Sri Kahulunan atau Pramodhawardhani. Akan tetapi disatu sisi Pramodhawardhani sendiri merasa tidak sanggup untuk memerintah sehingga menyerahkan tahta kerajaan Mataram kepada pamannya, Balaputeradewa.


Sepeninggal Panangkaran memang terjadi konflik diantara anggota kerajaan. Hal ini disebabkan lantaran adanya dua dinasti yang berbeda agama memerintah di satu kerajaan. Hal tersebut berakhir sehabis adanya taktik politik Pikatan yang meminang Pramodhawardhani menjadi istrinya. Taktik tersebut memang berhasil menghentikan konflik diantara dua dinasti. Namun kemudian malah memunculkan konflik internal dan memicu perang saudara dengan Balaputeradewa.


Rakai Pikatan yang mempunyai ambisi untuk menguasai seluruh wilayah Jawa Tengah dan mengembalikan kejayaan dinasti Sanjaya kemudian mendesak istrinya untuk meminta kembali tahta Mataram yang sebelumnya sudah diberikan kepada Balaputeradewa. Perang saudara tidak bias dihindarkan dan berakhir dengan kekalahan Balaputeradewa di Ungaran atau Ratu Boko. Akhirnya Balaputeradewa pun melarikan diri ke Sumatera dan menjadi raja di Sriwijaya. Kepindahan Balaputeradewa ke Sriwijaya menjadi penanda berakhirnya imbas dinasti Syailendra di kerajaan Mataram kuno.


Walaupun Balaputeradewa telah menjadi raja di Sriwijaya namun tetap tidak bisa menghapuskan dendam lama. Balaputeradewa tetap menyimpan dendam terhadap Rakai Pikatan yang telah menyingkirkannya. Bahkan permusuhan tetap terjadi secara bebuyutan pada generasi selanjutnya hingga nanti puncaknya pada insiden pertempuran di Anjuk Ladang yang dimenangkan oleh pihak Mataram. Selanjutnya Mpu Sindok pun memindahkan sentra kerajaan ke tempat Jawa Timur, tepatnya di tepi sungai Brantas. Menandai berakhirnya kerajaan Mataram kuno periode Jawa Tengah dan dimulainya kekuasaan dinasti Isyana atas kerajaan Medang di Jawa Timur sebagai lanjutan dari Mataram kuno.


Pada masa Pikatan, candi Borobudur selesai dibangun sebagai bangunan peninggalan dari dinasti Syailendra yang beragama Buddha. Dan dimulai pula pembangunan candi Prambanaan sebagai candi peninggalan agama hindu.






  1. Sri Maharaja Kayuwangi atau Dyah Lokapala (855-885 M)




Rakai Pikatan turun tahta dan digantikan oleh puteranya yang berjulukan Dyah Lokapala dan bergelar Sri Maharaja Kayuwangi. Pada masa pemerintahan Kayuwangi, kerajaan banyak menghadapi banyak kasus dan aneka macam duduk kasus rumit. Dalam pemerintahannya ia dibantu dewan penasihat yang merangkap staf pelaksana dan terdiri atas lima orang patih. Dewan penasihat ini diketuai oleh seorang mahapatih.


Kayuwangi juga berusaha keras memajukan pertanian. Karena pertanian ialah aspek terbesar dalam menunjang perekonomian rakyat Mataram.






  1. Sri Maharaja Watuhumalang (894-898 M)




Berturut-turut sebelum Watuhumalang, raja-raja yang memerintah di Mataram kuno ialah Dyah Taguras (885 M), Dyah Derendra (885-887 M), dan Rakai Gurunwangi (887 M). Nama mereka tidak terlalu dikenal lantaran masa pemerintahannya yang terlalu singkat atau lantaran Balitung sendiri sengaja tidak ingin menyebutkan nama mereka dalam daftar nama-nama raja Mataram yang ada di prasasti Mantyasih.


Masa pemerintahan Watuhumalang pun dipenuhi oleh peperangan perebutan kekuasaan. Serta masa pemerintahannya tidak diketahui dengan jelas, lantaran dari prasasti-prasasti yang ditemukan lebih banyak membicarakan kasus keagamaan daripada politik pemerintahan.






  1. Sri Maharaja Watukura Dyah Balitung (898-913 M)




Dyah balitung ialah raja terbesar Mataram kuno. Ia berhasil mempersatukan kembali Mataram kuno dan memperluas kekuasasan dari Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali. Namanya dikenal juga sebagai Balitung Uttunggadewa (dalam prasasti Ngampihan), Rakai Watukura Dyah Balitung (dalam kitab Negarakertagama), Dharmodya Mahacumbu (dalam prasasti Kedu), dan Rakai Galuh atau Rakai Halu (dalam prasasti Surabaya).


Sebenarnya Dyah Balitung bukanlah pewaris tahta kerajaan Mataram. Ia sanggup naik tahta lantaran kegagahberaniannya dan lantaran perkawinannya dengan putri raja Watuhumalang. Selama masa pemerintahannya ia sangat memperhatikan kesejahteraan rakyat terutama dalam hal mata pencaharian. Kegiatan pertanian pun sangat didukungnya.


Dalam pemerintahannya pun terdapat tiga jabatan penting yaitu Rakyan i Hino (pejabat tertinggi dibawah raja), Rakyan I Halu, dan Rakyan I Sirikan. Ketiga jabatan itu merupakan tritunggal yang terus digunakan hingga zaman kerajaan Majapahit.


Masa pemerintahannya pun banyak meninggalkan prasasti menyerupai Prasasti Penampihan di Kediri, Prasasti Wonogiri, Prasasati Mantyasih, Prasasti Djedung Di Surabaya, dll. Berbagai bidang menyerupai politik, pemerintahan, ekonomi, agama dan kebuadayaan mengalami kemajuan. Salah satunya ialah Balitung berhasil menuntaskan pembangunan candi Prambanan yang telah dirintis pada masa Rakai Pikatan. Candi tersebut dibangun megah dengan disertai tabrakan relief-relief yang sangat indah.


Sesudah pemerintaahan Balitung berakhir, kerajaan mataram kuno mulai mengalami kemunduran. Raja-raja yang berkuasa sehabis Balitung ialah Daksa, Tulodhong dan Wawa. Masa pemerintahan mereka sangat singkat dan tidak terjadi hal-hal yang penting. Hingga jadinya nanti Mpu Sindok memindahkan sentra kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dengan alasan menghindari gangguan Sriwijaya dan faktor musibah meletusnya gunung Merapi.




Perkembangan Pemerintahan


Sebelum Sanjaya berkuasa di Mataram Kuno, di jawa sebuah berkuasa raja berjulukan Sanna. Menurut prasasti Canggal yang berangka 732M, diterangkan bahwa Raja Sanna telah digantikan oleh Sanjaya. Raja Snjaya ialah putra Sanaha, saudara perempuan dari Sanna.


Dalam putra Soejomerto yang ditemukan di Desa Sojomerto, kabupaten Batang, disebut nama Dapunta Syailendra yang beragama Syiwa [hindu]. Diperkirakan Dapunta Syailendra yang berkuasa di jawa cuilan tengah. Dalam hal ini Dapunta Syailendra dipekirakan yang menurunkan Sanna, sebagai Raja di jawa.


Sanjaya tampil memerintah Kerajaan Mataram Kuno pada tahun 717-780 M, Ia melanjutkan kekuasaan Sanna. Sanjaya kemudian melaksanakan penaklukan terhadap raja-rahja kecil bekasa bawahan Sanna yang melepaskan diri, Setelah itu, pada tahun 732 M raja Sanjaya mendirikan bangunan suci sebagai tempat pemujaan. Bangunan ini berupa lingga dan berada di atas Gunung Wukir [Bukit Stirangga]. Bangunan suci itu merupakan lambang keberhasilan Sanjaya dalam menaklukan raja-raja lain.


Raja Sanjaya bersikap arif, adil dalam memerintah, dan mempunyai pengatuhan luas. Para punjagga dan rakyat hormat kepada rajanya. Oleh lantaran itu, di bawah pemerintahan raja Sanjaya, kerajaan menjadi kondusif dan tenteram. Rakyat hidup makmur. Mata pencaharian penting ialah pertanian dengan hasil utama padi. Sanjaya juga dikenal sebagai raja yang paham akan isi kitab-kitab suci. Bangunan suci dibangun oleh Snjaya untuk pemujaan lingga di atas Gunung Wukir, sebagai lambang telah diteklukkanya raja-raja kecil di sekitarnya yang dulu mengakui kemarahan Sanna.


Setelah Raja Sanjaya Wafat, ia digantikan oleh putranya berjulukan Rakai penagkaran. Panangkaranmendukung adanya perkembangan agama buddha. Dalam prasasti kalasan yang berangka tahun 778, Rja penangkaran telah memperlihatkan hadiah tanah dan memerintahkan membangun sebuah cndi untuk Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta agama buddha. Tanah dan bangunan tersebut terletak di kalasan. Prasasti kalasan juga menerangkan bahwa Raja panangkaran disebut dengan nama Syailendra Sri Maharaja Dyah pancapana Rakai panagkaran Raja panangkaran. Raja panangkaran kemudian memindahkan sentra pemerintahnya ke arah timur.


Raja panangkaran dikenal sebagai penakluk yang gagah berani bagi musuh-musuh kerajaan. Daerahnya bertambah luas. Ia juga disebut sebagai permata dari Dinasti Syailendra. Agama Buddha Mahayana waktu itu berkembang pesat. Ia juga memerintahkan didirikanya bangunan-bangunan suci. Misalnya, candi kalasan dan arca Manjusri.


Setelah kekuasaan penangkaran berakhir, timbul duduk kasus dalam keluarga Syailendra, lantaran adanya pepeacahan antara anggota keluarga yang sudah memeluk agama hindu [syiwa]. Hal ini menjadikan perpecahan didalam pemerintahan kerajaan Mataram Kuno. Satu pemerintahan dipimpin oleh tokoh-tokoh kerabat istana yang menganut agama hindu berkuasa di tempat jawa cuilan utara. Kemudian keluarga yang terdiri atas tokoh-tokoh yang beragama buddha berkuasa di tempat jawa cuilan selatan. Keluarga Syailendra yang beragama Hindu meninggalkan bangunan-bangunan candi di jawa cuilan utara. Misalnya, candi-candi kompelks pegunungan dieng [Candi Dieng] dan kompelks Candi Gedongsongo. Kompelks Candi Dieng menggunakan nama-nama tokoh wayang menyerupai Candi Bima, Puntadewa, Arjuna, dan Semar.


Sementara agama buddha meninggalkan candi-candi menyerupai Candi Ngaweng, Mendut, Pawong dan Borobudur. Candi Borobudur dipekirakan mulai dibangun oleh Samaratungga pada tahun 824 M. Pembangunan kemudian dilanjutkan pada zaman pramudawardani dan pikatan.


Perpecahan di dalam keluarga Syailendra tidak berlangsung lama. Keluarga jadinya bersatu kembali. Hal ini ditandai dengan perkawinan rakai pakitan dan keluaarga yang beragama hindu dengan pramudawardani, putri dan Samaratungga. Perkawinana itu terjadi pada tahun 832 M. Setelah itu, Dinasti Syailendra bersatu kembali di bawah pemerintahan Raja Pikatan.


Setelah Samaratungga Wafat, anaknya dengan Dewi Tara yang berjulukan Balaputradewa menunjukan perilaku menentang terhadap pikatan. Kemudian terjadi perang kudeta antara pikatan dengan Balaputradewa. Dalam perang ini Balaputradewa menciptakan benteng pertahanan di perbukitan di sebelah selatan prambanan. Benteng ini kini kira kenal dengan Candi Boko. Dalam pertempuran, Balaputradewa terdesak dan melarikan diri ke Sumatra. Balaputradewa kemudian menjadi raja di kerajaan Sriwijaya.


Kerajaan Mataram Kuno wilayahnya bertambah pesat tahun 856 Rakai pakitan turun takhta dan digantikan oleh kayuwangi atau Dyah Lokapala. Kayuwangi kemudian digantikan oleh Dyah Balitung. Raja Balitung merupakan raja gelar yang terbesar. Ia memerintah pada tahun 898-911 M dengan gelar Sri Mahasambu. Pada pemerintahan Balitung bidang-bidang politik, pemerintahan, ekonomi, agama, dan kebudayaan mengalami kemajuan. Ia telah membangun cndi prambanan sebagai candi yang aggung dan megah. Relief-reliefnya sangat indah.


Sesudah pemerintahan Balitung berakhir, kerajaan Mataram mulai mengalami kemunduran. Raja yang berkuasa faktor yang mengakibatkan kemunduran Mataram Kuno antara lain adanya musibah dan bahaya dan musuh yaitu kerajaan Sriwijaya.


Kekuasaan Dinasti Isyana Pertentangan di antara keluarga Mataram, sepertinya terus berlangsung hingga masa pemerintahan Mpu Sindok pada tahun 929 M. Pertikaian yang tidak pernah berhenti mengakibatkan Mpu Sindok memindahkan ibu kota kerajaan dari Medan ke Dha [Jawa timur] dan mendirikan dinasti gres yaitu Dinasti Isyanawanghsa. Di samping kontradiksi keluarga, pemindahan sentra kerajaan juga dikarenakan kerajaan mengalami kehancuran akhir letusan Gunung Merapi. Berdasarkan prasasti, sentra pemerintahan keluarga Isyana terletak di Tamwlang. Letak Tamwlang diperikarakan bersahabat jombang, alasannya di jombang masih ada desa yang namanya mirip, yakni desa Tambelang. Daerah kekuasaanya mencakup jawa cuilan timur. Jawa cuilan tengah, dan bali.


Setelah Mpu Sindok meninggal, ia digantikan oleh anak perempuanya berjulukan Sri Isyanatunggawijaya, Ia naik takhta dan kawindengan Sri lokapala. Dari perkawinana ini lahirlah putra yang berjulukan Makutawangsawardana. Makutawangsawardana naik tahta menggantikan ibunya. Kemudian pemerintahan dilanjutkan oleh Dharmawangsa Tghu yang memeluk agama hindu aliran Waisya. Pada masa pemerintahanya, Dharmawangsa Tguh memerintahkan untuk meyadur kitab Mahabarata dalam bahasa jawa Kuno.


Setelah Dharmawangsa Tguh turun takhta ia digantikan oleh raja Arlangga, yang ketika itu usianya masih 16 tahun. Hancurnya kerajaan Dharmawangsa mengakibatkan Airlangga berkenala ke hutan. Selama di hutan ia hidup bersama pendeta sambil mendalami agama. Airlangga kemudian dinobatkan oleh pendeta agama hindu dan buddha sebagai raja. Begitulah kehidupan agama pada masa Mataram Kuno. Meskipun mereka berapa menghargai aliran dan keyakinan, penduduk Mataram kuno tetap menghargai perbedaan yang ada.


Setelah dinobaatkan sebagai raja, Airlangga segera mengadaakan pemulihan hubungan baik dengan Sriwijaya, bahkan membantu Sriwijaya ketika diserang raajaa Colamandala dari india selatan pada tahun 1037 M, Airlangga berhasil mempersatukan kembali daerah-daerah yang pernah dikuasai oleh Dharmawangsa, mencakup seluruh jawa timur. Airlangga kemudian memindahkan ibu kota kerajaanya dari Dha ke kahuripan.


Pada tahun 1042, Airlangga mengundurkan diri dari takhta kerajaan. Kerajaan itu ialah kendiri dan janggala. Hal itu dilakukan untuk mencegah terjadinya perang saudara di antara kedua putranya yang lahir dan selir. Kerajaan janggala di sebelah timur diberikan kepada putra sulungnya yang berjulukan Garasakan [Jayengrana], dengan ibu kota di kahuripan [Jiwana].


Wilayahya mencakup tempat sekitar Surabaya hingga pasuran, dan kerajaan panjalu [kediri]. Kerajaan kediri di sebelah barat diberikan kepada putra bungsunya yang berjulukan Samarawijaya [Jayawarsal] dengan ibu kota di kediri [Daha], mencakup tempat sekitar kediri dan Madiun.


Kerajaan kediri ialah kerajaan pertama yang mmpunyai sistem manajemen kewilayahan negara berjenjang. Hieraki kewilayahan dibagi atas tiga jenjang. Struktur paling bawahan dikenal dengan thani [desa]. Desa ini terbagi menjadi bagian-bagian yang lebih kecil lagi yang dipimpin oleh seorang duwan. Setingkat lebih tinggi di atasnya disebut wisaya, yaitu sekumpulan dari desa-desa tingkatan paling tinggi yaitu negara atau karajaan yang disebut dengan bhumi.




Kehidupan Masyarakat Kerajaan Mataram Kuno


Berikut ini terdapat beberapa kehidupan masyarakat kerajaan mataram kuno, yaitu sebagai berikut:






  • Bidang Ekonomi Kerajaan Mataram Kuno




Perekonomian kerajaan Mataram kuno didukung melalui sektor pertanian. Hal ini didukung oleh kondisi geografis wilayahnya yang banyak dikelilingi gunung-gunung menyerupai gunung Merapi, gunung Sindoro, gunung Sumbing, dll. Wilayahnya sangat subur sehingga cocok untuk ditanami aneka macam jenis flora menyerupai padi dan palawija.


Selain itu, sektor perdagangan dan pelayaran juga dikembangkan. Namun tidak semaju menyerupai sektor pertanian. Meskipun Mataram banyak dialiri oleh sungai-sungai besar menyerupai Bengawan Solo, akan tetapi pada ketika itu pusat-pusat perdagangan dan pelayaran dunia lebih terfokus ke wilayah semenanjung Malaya yang dikuasai oleh kerajaan Sriwijaya. Disatu sisi pun wilayah lautan yang dimiliki oleh kerajaan Mataram kurang mendukung aktifitas pelayaran lantaran ombaknya yang tidak mengecewakan besar.






  • Bidang Keagamaan Kerajaan Mataram Kuno




Dalam bidang keagamaan terdapat dua agama yang mempunyai imbas di kerajaan ini. Yaitu agama Hindu Syiwa yang dianut oleh keluarga Sanjaya dan lebih banyak didominasi penduduk setempat. Serta agama Buddha Mahayana yang hanya dianut oleh keluarga Syailendra. Raja-raja yang memerintah di kerajaan ini pun juga tidak mengesampingkan bidang keagamaan. Hal ini terbukti dengan banyak didatangkannya pendeta-pendeta Hindu dan Buddha ke Mataram untuk mengajarkan agama. Serta pada masa Panangkaran pun pernah dibangun biara sebagai tempat beribadah penganut Buddha.






  • Bidang Sosial-Budaya Kerajaan Mataram Kuno




Dalam bidang sosial, pada masa dinasti Sanjaya yang menganut agama Hindu menggunakan sistem kasta empat tingkatan untuk membagi masyarakatnya. Sedangkan pada masa dinasti Syailendra tidak terdapat sistem kasta lantaran dalam agama Buddha sendiri tidak mengenal adanya pembagian kasta dalam kelompok masyarakat.


Sementara dalam bidang budaya juga mengalami perkembangan. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya ditemukan candi-candi dan prasasti-prasasati yang berasal dari kerajaan ini. Antara lain :



  1. Candi-candi yang bercorak Hindu diantaranya: Candi Gedong Songo, kompleks Candi Dieng, Candi Siwa, Candi Brahma, Candi Wisnu, Candi Sukuh, Candi Boko dan kompleks Candi Prambanan.

  2. Candi-candi yang bercorak Buddha diantaranya Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan, Candi Sojiwan, Candi Pawon dan Candi Sari.

  3. Temuan artefak emas Wonoboyo yang memperlihatkan kehalusan seni budaya kerajaan Mataram kuno.

  4. Peninggalan prasasti yaitu Prasasti Canggal, Prasasti Kalasan, Prasasti Kelurak, Arca Manjusri, Prasasti Mantyasih, Prasasti Sojomerto, Prasasti Nalanda, Prasasti Ligor, Prasasti Ratu Boko, Prasasti Wanua Tengah III, Prasasti Gondosuli, dll.




Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno


Berikut ini terdapat beberapa masa kejayaan kerajaan mataram kuno, yaitu sebagai berikut:





  • Pembangunan sebuah waduk Hujung Galuh di Waringin Sapta (Waringin Pitu) guna mengatur aliran Sungai Berangas, sehingga banyak kapal dagang dari Benggala, Sri Lanka, Chola, Champa, Burma, dan lain-lain tiba ke pelabuhan itu.

  • Pindahnya kekuasaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur yang didasari oleh:

  • Adanya sungai-sungai besar, antara lain Sungai Brantas dan Bengawan Solo yang sangat memudahkan bagi kemudian lintas perdagangan.

  • Adanya dataran rendah yang luas sehingga memungkinkan penanaman padi secara besar-besaran.

  • Lokasi Jawa Timur yang berdekatan dengan jalan perdagangan utama waktu itu, yaitu jalur perdagangan rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.




Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno


Runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, disebabkan oleh letusan gunung Merapi yang mengeluarkan lahar. Kemudian lahar tersebut menimbun candi-candi yang didirikan oleh kerajaan, sehingga candi-candi tersebut menjadi rusak. Kedua, runtuhnya kerajaan Mataram disebabkan oleh krisis politik yang terjadi tahun 927-929 M.


Ketiga, runtuhnya kerajaan dan perpindahan letak kerajaan dikarenakan pertimbangan ekonomi. Di Jawa Tengah wilayahnya kurang subur, jarang terdapat sungai besar dan tidak terdapatnya pelabuhan strategis. Sementara di Jawa Timur, apalagi di pantai selatan Bali merupakan jalur yang strategis untuk perdagangan, dan bersahabat dengan tempat sumber penghasil komoditi perdagangan.


Mpu Sindok mempunyai jabatan sebagai Rake I Hino ketika Wawa menjadi raja di Mataram, kemudian pindah ke Jawa timur dan mendirikan dinasti Isyana di sana dan menjadikan Walunggaluh sebagai sentra kerajaan . Mpu Sindok yang membentuk dinasti baru, yaitu Isanawangsa berhasil membentuk Kerajaan Mataram sebagai kelanjutan dari kerajaan sebelumnya yang berpusat di Jawa Tengah. Mpu Sindok memerintah semenjak tahun 929 M hingga dengan948 M.


Sumber sejarah yang berkenaan dengan Kerajaan Mataram di Jawa Timur antara lain prasasti Pucangan, prasasti Anjukladang dan Pradah, prasasti Limus, prasasti Sirahketing, prasasti Wurara, prasasti Semangaka, prasasti Silet, prasasti Turun Hyang, dan prasasti Gandhakuti yang berisi penyerahan kedudukan putra mahkota oleh Airlangga kepada sepupunya yaitu Samarawijaya putra Teguh Dharmawangsa.




Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno


Berikut ini terdapat beberapa peninggalan dari kerajaan mataram kuno, yaitu sebagai berikut:




1. Candi Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno



  1. Candi Sewu

  2. Candi Arjuna

  3. Candi Bima

  4. Candi Borobudur

  5. Candi Mendut

  6. Candi Pawon

  7. Candi Puntadewa

  8. Candi Semar




2. Prasasti Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno



  • Prasasti Kerajaan Mataram

  • Prasasti Sojomerto

  • Prasasti Kalasan

  • Prasasti Klurak

  • Prasasti Ratu Boko

  • Prasasti Nalanda




Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Silsilah Kerajaan Mataram Kuno: Sejarah, Masa Pemerintahan, Masa Kejayaan, Runtuhnya & Peninggalan


Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!




Baca Artikel Lainnya:




Sumber aciknadzirah.blogspot.com