Wednesday, February 14, 2018

√ Latar Belakang Sarekat Islam

Assalammualaikum, Selamat tiba di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Sarekat Islam“. Berikut dibawah ini penjelasannya:


 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Latar Belakang Sarekat Islam



Sejarah Sarekat Islam


Organisasi Sarekat Dagang Islam (SDI) pada awalnya merupakan perkumpulan pedagang-pedagang Islam. Organisasi ini dirintis oleh Haji Samanhudi di Surakarta pada 16 Oktober 1905, dengan tujuan awal untuk menghimpun para pedagang pribumi Muslim (khususnya pedagang batik) semoga sanggup bersaing dengan pedagang-pedagang besar Tionghoa.


Pada ketika itu, pedagang-pedagang keturunan Tionghoa tersebut telah lebih maju usahanya dan mempunyai hak dan status yang lebih tinggi dari pada penduduk Hindia Belanda lainnya. Kebijakan yang sengaja diciptakan oleh pemerintah Hindia-Belanda tersebut kemudian menjadikan perubahan sosial lantaran timbulnya kesadaran di antara kaum pribumi yang biasa disebut sebagai Inlanders.


SDI merupakan organisasi ekonomi yang berdasarkan pada agama Islam dan perekonomian rakyat sebagai dasar penggeraknya. Di bawah pimpinan H. Samanhudi, perkumpulan ini berkembang pesat sampai menjadi perkumpulan yang berpengaruh. R.M.


Tirtoadisurjo pada tahun 1909 mendirikan Sarekat Dagang Islamiyah di Batavia atas perintah pihak kolonial untuk menandingi hegemoni sarekat islam kh samanhudi. Pada tahun 1910, Tirtoadisuryo mendirikan lagi organisasi semacam itu di Buitenzorg.




Latar Belakang Sarekat Islam



  1. Perlawanan terhadap para pedagang mediator (penyalur) oleh orang Cina.

  2. Isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk memperlihatkan kekuatannya

  3. Membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.


Tjokroaminoto masuk SI bersama Hasan Ali Surati, seorang keturunan India, yang kelak kemudian memegang keuangan surat kabar SI, Oetusan Hindia.


Tjokroaminoto kemudian dipilih menjadi pemimpin, dan mengubah nama SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Pemerintah Hindia Belanda merasa khawatir terhadap perkembangan SI yang begitu pesat. SI dianggap membahayakan kedudukan pemerintah Hindia Belanda, lantaran bisa memobilisasikan massa. Namun Gubernur Jenderal Idenburg (1906-1916) tidak menolak kehadiran Sarekat Islam.


Keanggotaan Sarekat Islam semakin luas. Perkumpulan ini semakin berkembang pesat ketika Tjokroaminoto memegang tampuk pimpinan dan mengubah nama perkumpulan menjadi Sarekat Islam.




Tujuan Sarekat Islam


Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, sanggup disimpulkan tujuan SI ialah sebagai berikut:



  1. Mengembangkan jiwa dagang.

  2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang usaha.

  3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat rakyat.

  4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.

  5. Hidup berdasarkan perintah agama islam.


SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk golongan Priyayi (bangsawan) masyarakat Jawa dan Madura saja sebagaimana organisasi Boedi Oetomo. Tujuan SI ialah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-menolong di antara muslim dan menyebarkan perekonomian rakyat. Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim.


Artinya SI mempunyai jumlah anggota yang banyak sehingga menjadikan kekhawatiran pemerintah Belanda. Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial.


Jika di telaah kebijakan pemerintah penjajah dengan tidak memberi izin kepada Si pusat namun memberi izin tubuh hokum SI local merupakan trik untuk memecah belah/mengkotak-kotak usaha rakyat Indonesia. Keadaan korelasi yang tidak serasi antara Jawa dan Cina mendorong pedagang-pedagang Jawa untuk bersatu menghadapi pedagang-pedagang Cina. Di samping itu agama Islam merupakan faktor pengikat dan penyatu kekuatan pedagang-pedagang Islam.


Politik Kanalisasi Idenburg cukup berhasil, lantaran Central Sarekat Islam gres diberi pengukuhan tubuh aturan pada bulan Maret 1916 dan keputusan ini diambil ketika ia akan mengakhiri masa jabatannya. Idenburg digantikan oleh Gubernur Jenderal van Limburg Stirum (1916-1921). Gubernur Jenderal gres itu bersikap agak simpatik terhadap Sarekat Islam. Seiring dengan perubahan waktu, jadinya SI pusat diberi pengukuhan sebagai Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916.


Namun sebelum Kongres Sarekat Islam Kedua tahun 1917 yang diadakan di Jakarta muncul aliran revolusionaer sosialistis yang dipimpin oleh Semaun. Pada ketika itu ia menduduki jabatan ketua pada SI lokal Semarang. Walaupun demikian, kongres tetap memutuskan bahwa tujuan usaha Sarekat Islam ialah membentuk pemerintah sendiri dan usaha melawan penjajah dari kapitalisme yang jahat.


Dalam Kongres itu diputuskan pula wacana keikutsertaan partai dalam Voklsraad. HOS Tjokroaminoto (anggota yang diangkat) dan Abdul Muis (anggota yang dipilih) mewakili Sarekat Islam dalam Dewan Rakyat (Volksraad).


Pada Kongres Sarekat Islam Ketiga tahun 1918 di Surabaya, efek Sarekat Islam semakin meluas. Setelah pemerintah memperbolehkan berdirinya partai politik, SI menjelma partai politik dan mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917, yaitu HOS Tjokroaminoto; sedangkan Abdoel Moeis yang juga tergabung dalam CSI menjadi anggota volksraad atas namanya sendiri berdasarkan ketokohan, dan bukan mewakili Central SI sebagaimana halnya HOS Tjokroaminoto yang menjadi tokoh terdepan dalam Central Sarekat Islam.


Tapi Tjokroaminoto tidak bertahan usang di forum yang dibentuk Pemerintah Hindia Belanda itu dan ia keluar dari Volksraad (semacam Dewan Rakyat), lantaran volksraad dipandangnya sebagai “Boneka Belanda” yang hanya mementingkan urusan penjajahan di Hindia ini dan tetap mengabaikan hak-hak kaum pribumi. HOS Tjokroaminoto ketika itu telah menyuarakan semoga bangsa Hindia (Indonesia) diberi hak untuk mengatur urusan dirinya sendiri, yang hal ini ditolak oleh pihak Belanda.


Pada waktu SI mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI mempunyai jumlah anggota yang banyak sehingga menjadikan kekhawatiran pemerintah Belanda.




Pengaruh Sarekat Islam dalam Pergerakan Nasional


Serikat Islam pada mulanya berjulukan Serikat Dagang Islam yang didirikan oleh H. Samanhudi yang berdasarkan pada Agama dan Perekonomian Rakyat sebagai dasar dalam pergerakannya, tujuannya pula ialah melindungi hak-hak pedagang pribumi dari monopoli dagang yang dilakukan oleh pedagang-pedagang besar tionghoa. Dan dengan lahirnya Sarikat Dagang Islam yang menghimpun pedagang Islam pribumi pada ketika itu, dibutuhkan sanggup bersaing dengan pedagang abnormal ibarat Tionghoa, India, dan Arab.


Pada 1912 Sarekat Dagang Islam berganti nama menjadi Sarekat Islam oleh H.O.S. Tjokroaminoto,  pergantian nama ini didasarkan semoga Sarekat Islam ini tidak hanya bergerak dalam bidang agama dan Ekonomi saja, tetapi sanggup bergerak dalam Politik pula, sehingga menciptakan ruang gerak Sarekat Islam pun bertambah luas. Setelah menjadi SI sifat gerakan menjadi lebih luas lantaran tidak dibatasi keanggotaannya pada kaum pedagang saja. Dalam Anggaran Dasar tertanggal 10 September 1912, tujuan perkumpulan ini diperluas, antara lain:



  1. Memajukan perdagangan;

  2. Memberi pertolongan kepada anggota yang mengalami kesukaran (semacam usaha koperasi);

  3. Memajukan kecerdasan rakyat dan hidup berdasarkan perintah agama;

  4. Memajukan agama Islam serta menghilangkan faham-faham yang keliru wacana agama Islam.


Program yang gres tersebut masih mempertahankan tujuan usang yaitu dalam bidang perdagangan namun tampak terlihat ekspansi ruang gerak yang tidak membatasi pada keanggotaan para pedagang tetapi terbuka bagi semua masyarakat.


Tujuan politik tidak tercantumkan lantaran pemerintah masih melarang adanya partai politik. Perluasan keanggotaan tersebut mengakibatkan dalam waktu relatif singkat keanggotaan Serikat Islam meningkat drastis. Mobilisasi terhadap rakyat pun bertambah luas, lantaran pada ketika itu muncul Nasionalisme dalam pengertian politik gres ketika Sarekat Islam ini diketuai oleh HOS Tjokroaminoto. Sebagai organisasi poltik pencetus Nasionalisme, ketika itu Tjokroaminoto pun memperlihatkan batasan :


“Pengertian Nasional sebagai usaha meningkatkan seseorang pada tingkat natie berjuang menuntut pemerintahan sendiri atau sekurang-kurangnya bangsa Indonesia diberi hak untuk mengemukakan suaranya dalam dilema politik.” (Muhibin : 2009).


Dalam Sarekat Islam pun terdapat beberapa acara kerja, acara kerja dibagi atas delapan potongan yaitu: Mengenai politik Sarekat Islam menuntut didirikannya dewan-dewan daerah, ekspansi hak-hakVolksraad dengan tujuan untuk mentransformasikan menjadi suatu forum perwakilan yang gotong royong untuk legelatif. Sarekat Islam juga menuntut peniadaan kerja paksa dan sistim izin untuk bepergian.


Dalam bidang pendidikan, Serikat Islam menuntut peniadaan peraturan diskriminatif dalam penerimaan murid di sekolah-sekolah. Dalam bidang agama, Serikat Islampun menuntut dihapuskannya segala peraturan dan undang-undang yang menghambat tersiarnya agama Islam. Sarekat Islam juga menuntut pemisahan forum kekuasaan yudikatif dan direktur dan menganggap perlu dibangun suatu aturan yang sama bagi menegakkan hak-hak yang sama di antara penduduk negeri.


Partai juga menuntut perbaikan di bidang agraria dan pertanian dengan menghapuskan particuliere landerijen (milik tuan tanah) serta menasonalisasi industri-industri monopolistik yang menyangkut pelayanan dan barang-barang pokok kebutuhan rakyat banyak. Dalam bidang keuangan SI menuntut adanya pajak-pajak berdasar proporsional serta pajak-pajak yang dipungut terhadap keuntungan perkebunan.


Kemudian Serikat Islam inipun menuntut pemerintah untuk memerangi minuman keras dan candu, perjodian, prostitusi dan melarang penggunaan tenaga bawah umur serta menciptakan peraturan perburuhan yang menjaga kepentingan para pekerja dan menambah poliklinik dengan gratis


Benda dalam Padmo (2007) menyatakan bahwa “SI mempunyai daya tarik yang jauh jangkauannya di luar penduduk kota yang berpendidikan Barat. Tujuh tahun setelah Tjokroaminoto memimpin SI, partai ini memusatkan perhatiannya secara eklusif pada orang Indonesia dengan merekrut semua kelas, baik di kota maupun desa.


Mereka ialah pedagang muslim, pekerja di kota, kyai dan ulama, beberapa priyayi, dan tak kurang pula petani ditarik dalam partai politik yang pertama pada masa kolonial di Indonesia ini”. Serikat Islam meratakan kesadaran Nasional terhadap seluruh lapisan masyarakat, baik itu lapisan masyarakat atas maupun lapisan masyarakat tengah, dan rakyat biasa di seluruh Indonesia, terutama melalui Kongres Nasional Senntral Islam di Bandung pada 1916.


Pada periode awal perkembanganya, Sarekat Islam sanggup memobilisasi massa dengan sangat baik, hal iti terbukti pada empat tahun berjalannya Serikat Islam yang telah mempunyai anggota sebanyak 360.000 orang, kemudian menjelang tahun 1919, anggotanya telah mencapai hampir dua setengah juta orang.


Para pendiri Serikat Islam mendirikan organisasinya ini tidak hanya untuk mengadakan perlawanan terhadap orang-orang Cina, tetapi untuk menciptakan front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera. Oleh lantaran itu, Serikat Islam berhasil mencapai lapisan bawah masyarakat yang berabad–abad hampir tidak mengalami perubahan dan paling banyak menderita.


Pada mulanya Serikat Islam bersifat loyal dan membantu pemerintah. Kongresnya yang pertama yang diadakan di Bandung pada tahun 1916, kebijakan yang diambil pada ketika itu ialah untuk membantu pemerintah.  Namun pada ketika kongres Nasional di Madiun pada 17 – 20 Februari 1923, kongres mengambil keputusan untuk membentuk sebuah Partai yaitu partai Serikat Islam (PSI), kongres ini pula membicarakan perilaku politik partai terhadap pemerintah, pada kongres ini dibahas mengenai perubahan perilaku terhadap pemerintah.


Perubahan perilaku politik ini ialah partai tidak mempercayai lagi pemerintah, dan partai menolak kerjasama dengan pemerintah, perilaku politik ini biasa disebut juga sebagai perilaku “Politik Hijrah.”




Penyebab Perpecahan dalam Sarekat Islam


Pada mulanya Sarekat Islam (SI) dihentikan untuk menjalankan organisasinya oleh pemerintah Belanda pada Agustus 1912. Setelah diadakan perubahan pada anggaran dasar SI maka diperbolehkan untuk menjalankan aktivitasnya kembali. Rutgers (2012; 4) menunjukan bahwa, “…pada Juni 1913, pengaktifan Pimpinan Pusat SI tidak diizinkan, dan untuk sementara waktu, yang diizinkan itu hanya cabang-cabangnya belaka. Baru pada 1916 Pimpinan Pusat SI diperkenankan sehabis pengawasan pemerintah diperkuat.”


Pada tanggal 26 Januari 1913 diadakan kongres Sarekat Islam pertama di Surabaya. Pada kongres tersebut pimpinan SI Oemar Said Tjokroaminoto mengutarakan pada dasarnya bahwa SI setia terhadap pemerintahan Belanda. Hal ini disebutkan dalam Rutgers (2012; 4), “SI bukanlah suatu partai politik yang menghendaki revolusi ibarat yang disangka kebanyakan orang.


Jika nanti diadakan pengejaran-pengejaran, kita harus meminta derma terhadap gubernur Jenderal. Kita setia dan puas terhadap kekuasaan Belanda. Sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan hendak mengakibatkan huru-hara, sungguh tidak benar, kalau kita dikatakan berontak. Itu semua tidak benar, tidak, seribu kali tidak.”


Kongres Sarekat Islam I menghasilkan keputusan bahwa Sarekat Islam bukan lagi sebagai organisasi kawasan Surakarta melainkan organisasi terbuka yang cakupannya mencakup Hindia Belanda. Oleh lantaran itu disahkan tiga kota sebagai sentral dari Sarekat Islam mencakup Surabaya, Yogyakarta dan Bandung. Fungsi dari tiga kota sentral Sarekat Islam berdasarkan Suryanegara (2012; 380) yaitu :



  1. Pertama, dari centraal Sjarikat Islam (CSI) Surabaya, membangkitkan kesadaran berpolitik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Timur sampai seluruh wilayah Indonesia Timur;

  2. Kedua, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Yogyakarta, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Tengah sampai seluruh wilayah Indonesia Tengah;

  3. Ketiga, dari Centraal Sjarikat Islam (CSI) Bandung, membangkitkan kesadaran politik nasional umat Islam yang bergabung dalam Sjarikat Islam di Jawa Barat sampai Indonesia barat.


Dalam penetapan fungsi tersebut memang disebutkan pembagian wilayah. Tetapi perlu diingatkan kembali bahwa pembagian kawasan teritorial ibarat Indonesia Timur, Indonesia Tengah dan Indonesia Barat masih belum jelas. Hal ini dikarenakan belum adanya pembagian wilayah ibarat kini pada masa itu.


Dalam waktu beberapa bulan sejak kongres Sarekat Islam pertama, SI sempat dibekukan. Menurut Kartodirdjo (Mulyanti, 2010: 22-23) bahwa:


“Sarekat Islam yang berdiri di Semarang sempat menyulut perkelahian antara orang Cina dengan anggota Sarekat Islam Semarang. Perkelahian tersebut terjadi di kampung Brondongan pada tanggal 24 Maret 1913. Penyebab perkelahian ialah kebencian seorang Cina penjual tahu dan nasi, berjulukan Liem Mo Sing terhadap orang-orang Sarekat Islam.


Semula warung Liem Mo Sing tergolong laku, buruh yang bekerja di perusahaan di akrab warungnya hampir sebagian besar menjadi langganan. Setelah di kampung Brondongan berdiri Sarekat Islam dan buruh perusahaan tersebut menjadi anggota maka berdiri toko dan koperasi. Sebagai jawaban warung Liem Mo Sing tidak laku. Oleh lantaran itu Liem Mo Sing menjadi benci terhadap Sarekat Islam dan berusaha mengganggu orang-orang yang sedang salat, memaki-maki orang-orang Sarekat Islam dan sebagainya.


Pada hari Kamis malam tanggal 27 Maret 1913, seorang berjulukan Rus setelah salat Isa” melihat Liem sedang bersembunyi di bawah surau. Karena diketahui Liem melarikan diri, kemudian dikejar oleh orang-orang yang sedang di surau. Akhirnya Liem tertangkap dan dipukuli, sedangkan orang-orang Cina yang berusaha melarikan diri lantaran takut ikut dipukuli penduduk lantaran dikira akan membantu Liem.”


Perselisihan dengan Tinghoa tersebut juga dituliskan oleh Rutgers (2012: 5), “kejadian-kejadian ibarat merampoki Tinghoa ialah juga tergolong kelompok “nasional” ini. Dalam perilaku terhadap bangsa Tinghoa terdapat perubahan antara lain disebabkan oleh meletusnya Revolusi Tiongkok 1911-1912 yang mengakibatkan banyak penduduk Tinghoa berubah perilaku dan menyakinkan akan benarnya gerakan kemerdekaan di Indonesia juga. Sebaliknya rakyat Indonesia mulai ikut serta dalam demonstrasi-demonstrasi yang amat menguntungkan gerakan revolusioner Tionghoa.




Kemunduran Sarekat Islam


Kehancuran atau kemunduran Partai Serikat Islam ini dimulai pada ketika struktur organisasi partai yang dianggap telah sempurna, kemudian adanya pemecatan terhadap Dr. Soekiman yang merupakan salah satu elit pengurus partai. Kemudian Dr. Soekiman beserta pengikutnya membentuk sebuah partai lagi yang diberi nama Partai Islam Indonesia (PII), kemudian adanya konflik di dalam partai juga menciptakan partai ini semakin melemah.


Melemahnya partai juga terlihat pada ketika “Kongres Partai Sarekat Islam tahun 1927 menegaskan bahwa tujuan usaha ialah mencapai kemerdekaan nasional berdasarkan agama Islam. Karena tujuannya ialah untuk mencapai kemerdekaan nasional maka Partai Sarekat Islam menggabungkan diri dengan Pemufakatan Perhimpunan-Perhimpunan Politik Kebangsaan Indonesia (PPPKI)” (Hasyim, 2010).


Kemudian, hal ini terlihat pada tahun 1938 ketika Abikusno sudah mulai tidak konsisten dengan ia menentukan menggabungkan PSII ke dalam GAPPI yang dianggap sebagai wadah Organisasi Nasional. Tujuan GAPPI ialah mempersatukan semua partai politik Indonesia Raya. Dasar aksinya ialah hak mengatur diri sendiri, kebangsaan yang bersendikan demokrasi menuju keinginan bangsa Indonesia.


Kemudian juga kelemahan dan kehancuran partai pun semakin terlihat pada tahun 1939, ketika secara resmi S.M. Kartosuwiryo mengundurkan diri dari kepengurusan Partai, Kartosuwiryo pada ketika itu jabatannya ialah sebagai sekjen yang merangkap sebagai wakil Presiden dalam partai, dan setelah ia keluar dari Partai Serikat Islam Indonesia, ia membentuk sebuah forum yang dinamakan forum Suffah (Pusat Pendidikan Kaderisasi Gerakan).




Tokoh Sarekat Islam


Berikut ini terdapat beberapa tokoh sarekat islam, terdiri atas:






  1. Kiai Haji Samanhudi




Kiai Haji Samanhudi nama kecilnya ialah Sudarno Nadi.(Laweyan, Surakarta, Jawa Tengah, 1868–Klaten, Jawa Tengah28 Desember 1956) ialah pendiri Sarekat Dagang Islamiyah, sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta.


Dalam dunia perdagangan, Samanhudi mencicipi perbedaan perlakuan oleh penguasa penjajahan Belanda antara pedagang pribumi yang lebih banyak didominasi beragama Islam dengan pedagang Cina pada tahun 1911. Oleh alasannya ialah itu Samanhudi merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk mewujudkan cita-citanya.Ia dimakamkan di Banaran, Grogol, Sukoharjo.Sesudah itu,Serikat Islam dipimpin oleh Haji Oemar Said Cokroaminito.






  1. H.O.S. Cokro Aminoto




Raden Hadji Oemar Said Tjokroaminoto (lahir di Ponorogo, Jawa Timur, 6 Agustus 1882 – meninggal di Yogyakarta, 17 Desember 1934 pada umur 52 tahun) ialah seorang pemimpin organisasi Sarekat Islam (SI) di Indonesia.


Tjokroaminoto ialah anak kedua dari 12 bersaudara dari ayah berjulukan R.M. Tjokroamiseno, salah seorang pejabat pemerintahan pada ketika itu. Kakeknya, R.M. Adipati Tjokronegoro, pernah juga menjabat sebagai bupati Ponorogo. Sebagai salah satu pencetus pergerakan nasional, ia mempunyai tiga murid yang selanjutnya memperlihatkan warna bagi sejarah pergerakan Indonesia, yaitu Musso yang sosialis/komunis, Soekarno yang nasionalis, dan Kartosuwiryo yang agamis.


Pada bulan Mei 1912, Tjokroaminoto bergabung dengan organisasi Sarekat Islam. Ia dimakamkan di TMP Pekuncen, Yogyakarta, setelah jatuh sakit sehabis mengikuti Kongres SI di Banjarmasin. Salah satu kata mutiara darinya yang masyhur ialah Setinggi-tinggi ilmu, semurni-murni tauhid, sepintar-pintar siasat. Ini menggambarkan suasana usaha Indonesia pada masanya yang memerlukan tiga kemampuan pada seorang p0juang kemerdekaan.






  1. Semaun




Semaun (lahir di Curahmalang, kecamatan Sumobito, termasuk dalam kawedanan Mojoagung, kabupaten Jombang, Jawa Timur sekitar tahun 1899 dan wafat pada tahun 1971) ialah Ketua Umum Pertama Partai Komunis Indonesia (PKI). Kemunculannya di panggung politik pergerakan dimulai di usia belia, 14 tahun.


Saat itu, tahun 1914, ia bergabung dengan Sarekat Islam (SI) afdeeling Surabaya. Setahun kemudian, 1915, bertemu dengan Sneevliet dan diajak masuk ke Indische Sociaal-Democratische Vereeniging, organisasi sosial demokrat Hindia Belanda (ISDV) afdeeling Surabaya yang didirikan Sneevliet dan Vereeniging voor Spoor-en Tramwegpersoneel, serikat buruh kereta api dan trem (VSTP) afdeeling Surabaya.


Pekerjaan di Staatsspoor jadinya ditinggalkannya pada tahun 1916 sejalan dengan kepindahannya ke Semarang lantaran diangkat menjadi propagandis VSTP yang digaji. Penguasaan bahasa Belanda yang baik, terutama dalam membaca dan mendengarkan, minatnya untuk terus memperluas pengetahuan dengan mencar ilmu sendiri, korelasi yang cukup akrab dengan Sneevliet, merupakan faktor-faktor penting mengapa Semaoen sanggup menempati posisi penting di kedua organisasi Belanda itu.


Di Semarang, ia juga menjadi redaktur surat kabar VSTP berbahasa Melayu, dan Sinar Djawa-Sinar Hindia, koran Sarekat Islam Semarang. Semaoen ialah figur termuda dalam organisasi. Di tahun belasan itu, ia dikenal sebagai jurnalis yang ahli dan cerdas. Ia juga mempunyai kejelian yang sering digunakan sebagai senjata ampuh dalam menyerang kebijakan-kebijakan kolonial.


Pada tahun 1918 ia juga menjadi anggota dewan pimpinan di Sarekat Islam (SI). Sebagai Ketua SI Semarang, Semaoen banyak terlibat dengan pemogokan buruh. Pemogokan terbesar dan sangat berhasil di awal tahun 1918 dilancarkan 300 pekerja industri furnitur. Pada tahun 1920, terjadi lagi pemogokan besar-besaran di kalangan buruh industri cetak yang melibatkan SI Semarang. Pemogokan ini berhasil memaksa majikan untuk menaikkan upah buruh sebesar 20 persen dan uang makan 10 persen.


Bersama-sama dengan Alimin dan Darsono, Semaoen mewujudkan keinginan Sneevliet untuk memperbesar dan memperkuat gerakan komunis di Hindia Belanda. Sikap dan prinsip komunisme yang dianut Semaoen menciptakan renggang hubungannya dengan anggota SI lainnya. Pada 23 Mei 1920, Semaoen mengganti ISDV menjadi Partai Komunis Hindia.


Tujuh bulan kemudian, namanya diubah menjadi Partai Komunis Indonesia dan Semaoen sebagai ketuanya. PKI pada awalnya ialah potongan dari Sarekat Islam, tapi jawaban perbedaan paham jadinya menciptakan kedua kekuatan besar di SI ini berpisah pada bulan Oktober 1921.


Pada simpulan tahun itu juga ia meninggalkan Indonesia untuk pergi ke Moskow, dan Tan Malaka menggantikannya sebagai Ketua Umum. Setelah kembali ke Indonesia pada bulan Mei 1922, ia mendapat kembali posisi Ketua Umum dan mencoba untuk meraih pengaruhnya kembali di SI tetapi kurang berhasil.






  1. Abdul Muis




Abdoel Moeis (lahir di Sungai Puar, Bukittinggi, Sumatera Barat, 3 Juli 1883 – meninggal di Bandung, Jawa Barat, 17 Juni 1959 pada umur 75 tahun) ialah seorang sastrawan dan wartawan Indonesia. Pendidikan terakhirnya ialah di Stovia (sekolah kedokteran, kini Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), Jakarta akan tetapi tidak tamat.


Ia juga pernah menjadi anggota Volksraad pada tahun 1918 mewakili Centraal Sarekat Islam.[1] Ia dimakamkan di TMP Cikutra – Bandung dan dikukuhkan sebagai jagoan nasional yang pertama oleh Presiden RI, Soekarno, pada 30 Agustus 1959 (Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 218 Tahun 1959, tanggal 30 Agustus 1959).




Daftar Pustaka:




  1. Adikarya. Suhartono. 1994. Sejarah Pergerak Nasional:Dari Budi Utomo Sampai Proklamasi 1908-1945.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.



  2. Gie, Soe Hok. 2005. Dibawah Lentera Merah: Riwayat Sarekat Islam Semarang 1917-1920. Yogyakarta : Bentang.



  3. Hanifah, Abu. 1978. Renungan Sejarah Bangsa Dulu dan Sekarang. Jakarta: Yayasan Indayu.



  4. Kartodirdjo, Sartono. 1975. Sarekat Islam Lokal. Jakarta: Arsip Daerah Republik Indonesia.



  5. Materu, Mohamad Sidky Daeng. (1985). Sejarah Pergerakan Nasional Bangsa Indonesia. Jakarta: Gunung Agung.



  6. Muhibin, M. (2009). Politik Hijrah Perjuangan Partai Sarekat Islam Indonesia dalam Melawan Pemerintahan.





Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Sarekat Islam: Sejarah, Latar Belakang, Tujuan, Penyebab, Kemunduran & Tokoh


Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!




Baca Artikel Lainnya:




Sumber aciknadzirah.blogspot.com