Thursday, April 26, 2018

√ Konservasianggrek Alam Indonesia Vanda Tricolor Lindl. Varietas Suavis Melalui Kultur Embrio Secara In-Vitro

MAKALAH
BIOTEKNOLOGI TANAMAN

KONSERVASIANGGREK ALAM INDONESIA Vanda tricolor Lindl. varietas suavis MELALUI KULTUR EMBRIO SECARA IN-VITRO



Oleh :

Muhammad Guruh Arif Zulfahmi



PROGRAM STUDI ILMU TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014

1. Pendahuluan
Pemerintah Indonesia, melalui Departemen Pertanian menetapkan tumbuhan anggrek sebagai komoditas hortikultura unggulan yang mempunyai prospek agribisnis untuk dikembangkan (Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007). Di dunia terdapat lebih dari 30000 spesies anggrek alam, 75% diantaranya terdapat di tempat tropis (Banks, 1999) dan di Indonesia terdapat kurang lebih 5000 spesies (Irawati, 2002). Salah satu diantara ribuan spesies anggrek alam tersebut ialah Vanda tricolor Lindl. varietas suavis.
Daerah penyebaran anggrek V. tricolor Lindl. varietas suavis di Indonesia ialah Jawa timur, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Bali dan Sulawesi (Gardiner, 2007). Spesies V. tricolor di habitat asalnya dilaporkan mulai langka akhir adanya kerusakan hutan alasannya musibah maupun ulah insan Kerusakan hutan akhir erupsi Merapi pada bulan Oktober 2010 menimbulkan spesies V. tricolor var. suavis di lereng Merapi sekarang secara ekologi sanggup dikatakan terancam punah. Dengan alasan tersebut, maka perlu dilakukan suatu perjuangan konservasi baik  konservasi secara in situ maupun ex situ. Konservasi ex situ dapat dilakukan dengan cara perbanyakan tumbuhan di luar habitatnya, baik ditanam di pekarangan penduduk maupun perbanyakan di nursery anggrek atau di kebun percobaan forum penelitian dan akademi tinggi.
Perbanyakan melalui kultur in-vitro ialah metode perbanyakan yang sangat bermanfaat bagi spesies langka untuk tujuan konservasi dan hal ini  sangat mempunyai kegunaan untuk tumbuhan anggrek (Lo et al., 2004; Santoz-Herandez et al., 2005) alasannya biji anggrek tidak mempunyai cadangan makanan, sehingga di alam memerlukan bersimbiose dengan fungi  tertentu untuk berkecambah dengan pertumbuhan yang sangat lambat (Duta et al., 2011). Istilah ‘embrio’ diberikan untuk biji anggrek alasannya kondisinya yang tanpa cadangan masakan tersebut (Semiarti et al., 2007).
Perbanyakan anggrek melalui kultur embrio secara in-vitro memberi peluang untuk dipertahankannya variabilitas genetik tumbuhan (Avila-Diaz et al., 2009), namun protokol untuk kultur in-vitro biji anggrek sangat spesifik untuk masing-masing spesies dan salah satunya tergantung pada  media pertumbuhan (Arditti, 1992; Stewart dan Kane 2006). Sejauh ini riset untuk perkecambahan embrio anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis masih sangat sedikit dilaporkan.
Permasalahan yang spesifik dimiliki dengan riset V. tricolor di laboratorium yaitu seringkali terjadi pencoklatan (browning) dengan intensitas yang tinggi pada medium pertumbuhan. Kandungan fenolik yang relatif tinggi pada jaringan tanaman  diduga memicu terjadinya pencoklatan tersebut, dengan demikian dibutuhkan upaya untuk mengatasinya.
Dalam penelitian ini dipakai ekstrak tomat untuk mengatasi pencoklatan pada kultur embrio V. tricolor, alasannya ekstrak buah tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) mengandung vitamin C, antioksidan, gula dan senyawa lainnya sehingga sanggup meningkatkan perkecambahan dan pertumbuhan protokorm anggrek (Arditti and Ernst, 1993), selain itu alasannya pertumbuhan embrio anggrek secara umum membutuhkan ekstrak materi organic  (Dodds, 1993; Dodds dan Roberts, 1995).
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendapat konsentrasi ekstrak tomat yang paling sesuai (yang harus ditambahkan pada media kultur) untuk pertumbuhan embrio anggrek Vanda tricolor Lindl. var. suavis forma Bali dan forma Merapi sebagai upaya mendapat bibit (seedling) anggrek yang sehat untuk tujuan konservasi.


2. Metodologi
Penelitian dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Fakultas Biologi Universitas  Gadjahmada, Yogyakarta selama 4 bulan, Juli-Oktober 2010. Bahan yang dipakai ialah buah V.tricolor Lindl. var. suavis umur 7 bulan sesudah polinasi, yakni Forma Bali yang diperoleh dari tempat Bedugul (Bali) dan forma Merapi dari lereng Gunung Merapi (Daerah spesial  Yogyakarta). Buah anggrek V.tricolor Lindl. dipanen, dicuci bersih, dicelupkan dalam spritus dan dibakar (hingga 3 kali) dan  kemudian dimasukkan ke dalam Laminar Air Flow  untuk ditabur embrionya pada media yang sudah disiapkan. Embrio ditabur pada media dasar New  Phalaenopsis/NP (Islam et al., 1998) yang ditambah dengan ekstrak tomat dengan bermacam-macam konsentrasi (0, 50, 100, 150, 200, 250 gL-1 ekstrak tomat) sebagai perlakuan.
Observasi terhadap pertumbuhan embrio dilakukan mulai ahad ke 1 hingga ahad ke 10 sesudah penanaman dan dilakukan pengambilan gambar secara periodik dibawah mikroskop. Untuk memudahkan observasi dan pendataan secara kuantitatif, maka dilakukan penentuan fase-fase pertumbuhan menyerupai yang dilakukan oleh Semiarti et al. (2007) terhadap P. amabilis. Fase-fase pertumbuhan dan perkembangan pada V. tricolor ini ditentukan menurut perkembangannya mengikuti perubahan warna dan ukuran yang terjadi pada embrio, dan diamati secara periodik pada obyek yang sama.
Selanjutnya dilakukan penghitungan jumlah embrio berdasar fase-fase yang sudah ditentukan tersebut secara in silico (berdasarkan hasil pemotretan di bawah mikroskop). Persentase embrio fase ke-n = (jumlah embrio pada fase ke-n / jumlah total embrio) x 100%. Rancangan statistik yang dipakai ialah Rancangan Acak Lengkap dengan tiga ulangan. Data diolah memakai Analysis of Variance, dan untuk perbedaan rata-rata antar perlakuan dipakai uji Beda Nyata Terkecil (BNT) taraf 5%.


3. Hasil dan Pembahasan
Pertumbuhan embrio V. tricolor dari buah yang berumur 7 bulan sesudah polinasi diikuti perkembangannya. Berdasarkan morfologi embrio dibentuk pengelompokan perkembangan embrio fase 1 hingga dengan 6 dengan kriteria tertentu dan didapatkan morfologi yang sama untuk kedua forma  (Gambar 1). Selanjutnya, menurut fase-fase ini dilakukan kuantifikasi terhadap pertumbuhan embrio menurut fase-fasenya.


Tabel 1 dan Tabel 2 memperlihatkan pertumbuhan embrio anggrek Vanda tricolor Lindl. pada umur 4 ahad sesudah semai untuk forma Bali (Tabel 1) dan forma Merapi (Tabel 2) dari buah yang berumur 7 bulan sesudah polinasi. Pada umur 4 ahad sesudah semai, tidak ditemukan adanya protokorm yang memasuki fase 5 dan 6 untuk semua perlakuan, baik pada forma Bali maupun Merapi.. Semua perlakuan (termasuk kontrol) menghasilkan protokorm fase 4, namun perlakuan ekstrak tomat 100g L-1 memperlihatkan persentase protokorm fase 4 tertinggi untuk forma Bali maupun Merapi, akan tetapi secara statistic hanya forma Bali yang berbeda faktual dengan perlakuan lainnya. Data ini memperlihatkan bahwa forma Bali memperlihatkan respon yang lebih baik terhadap ekstrak tomat. Forma Merapi memperlihatkan perbedaan yang tidak faktual secara statistik antara  perlakuan ekstrak tomat dengan kontrol pada hampir semua fase pertumbuhan yang diamati. Artinya bahwa, dengan ataupun tidak diberi ekstrak tomat, V. tricolor Lindl. forma Merapi mempunyai pertumbuhan yang relatif sama.
Menurut Arditti (1991), perkecambahan embrio anggrek dimulai dengan pembengkakan embrio, diikuti kemunculan embrio dari testa, hingga hilangnya testa dari embrio. Dengan demikian maka embrio anggrek dikatakan sudah berkecambah jikalau testa sudah benar-benar terlepas atau memasuki fase 3. Istilah protokorm diberikan untuk embrio tanpa testa, sehingga menurut warna dibedakan menjadi protokorm putih (whithe protocorm), protokorm kuning (yellow protocorm), protokorm hijau (green protocorm ) (Semiarti et al, 2007). Biji anggrek dikatakan sudah berkecambah jikalau sudah memasuki fase protokorm yaitu fase untuk embrio tanpa testa atau embrio yang sudah berkecambah (fase 3, 4, dan seterusnya).

Perbedaan respon kedua forma terhadap proteksi ekstrak tomat sanggup dilihat dengan terang pada Gambar 2. Pada forma Bali tampak terang perbedaan antar perlakuan, dan perlakuan ekstrak tomat 150g L-1 memperlihatkan persentase fase protokorm tertinggi, pada konsentrasi melebihi 150g L-1 persentase protokorm menurun. Tanpa ekstrak tomat, embrio V. tricolor forma Bali berkecambah (menjadi protokorm) dibawah 10%, sedangkan forma Merapi mencapai hampir 30% (Gambar 2). Gambar 3  memperlihatkan kondisi embrio/protokorm dari kedua forma pada media tanpa ekstrak tomat pada 4 ahad sesudah semai.
Stewart dan Kane (2006) menyebutkan bahwa  media pertumbuhan untuk embrio anggrek sangat bervariasi dan sangat spesifik untuk masing-masing spesies. Data penelitian ini menunjukan bahwa respon perkecambahan embrio anggrek terhadap media dengan penambahan ekstrak tomat sangat spesifik dan berbeda untuk forma pada spesies yang sama. Gambar 2 dan Gambar 3 sangat terang memperlihatkan bahwa penambahan ekstrak tomat pada media merupakan suatu keharusan bagi embrio anggrek V. tricolor untuk perkecambahan dan pertumbuhannya, namun tidak demikian dengan forma Merapi alasannya perkecambahan embrio sanggup mencapai 30% meskipun tanpa ekstrak tomat. Perbedaan respon ini diduga alasannya adanya perbedaan inhibitors (penghambat) untuk perkecambahan yang dimiliki oleh embrio dari masingmasing forma. Adanya zat penghambat ini akan mempengaruhi aktivasi enzim yang menginisiasi proses perkecambahan dan pertumbuhan.
Hasil analisis dengan metode kromatografi  untuk kandungan senyawa dalam buah tomat yang dipakai dalam penelitian ini (Dwiyani dkk., 2009) memperlihatkan bahwa ekstrak buah tomat mengandung vitamin C, dan karoten total yang tinggi yang kesemuanya berfungsi untuk mengatasi oksidasi senyawa fenolik dan mencegah pencoklatan. Dan (2008) menyebutkan bahwa vitamin C juga sanggup menstimulasi organogenesis, embriogenesis somatik dan pertumbuhan tunas dalam mikropropagasi pada bermacam-macam spesies tanaman. Diantara mineral yang dikandung buah tomat, unsur K memperlihatkan nilai paling tinggi. Unsur K dalam media berfungsi untuk hidratasi alasannya mempermudah pembentukan misel (kantung air) dalam dinding sel, sehingga lebih gampang menyerap air (George dan Sherington, 1984). Penyerapan air yang lebih gampang ini, mempercepat terjadinya pembengkakan embrio (swollen) yang diikuti oleh pecahnya testa dan lepasnya testa dari embrio, sehingga mempercepat terjadinya perkecambahan embrio anggrek.
Buah tomat yang masak (fully ripe) mengandung sitokinin dengan konsentrasi yang rendah, sitokinin dalam buah tomat berkurang seiring masaknyanya buah tomat. Desai dan Chism (2006) menyebutkan bahwa dari 1000g buah tomat hijau didapatkan 10.35μg benzylaminopurin , sedangkan dari 1000g buah tomat yang sudah masak merah mengandung 0.15 μg benzylaminopurin. Neumann et al. (2009) menyebutkan bahwa fitohormon dalam konsentrasi rendah mempunyai imbas stimulan yang spesifik pada tanaman, sedangkan pada konsentrasi tinggi mempunyai imbas menghambat. Hal ini menjelaskan bahwa konsentrasi ekstrak tomat 150 gL-1 memperlihatkan hasil terbaik tehadap perkecambaha embrio anggrek V.tricolor Lindl forma Bali, alasannya pada konsentrasi ekstrak tomat yang lebih tinggi, kandungan fitohormon meningkat sehingga diduga mempunyai imbas menghambat pada pertumbuhan embrio


4. Simpulan dan Saran
Penelitian ini menyimpulkan bahwa embrio Vanda tricolor forma Bali lebih responsif terhadap proteksi ekstrak tomat untuk pertumbuhan dan perkecambahannya dibandingkan forma Merapi. Untuk menghasilkan bibit anggrek yang sehat dalam waktu cepat, maka pada media kultur embrio anggrek V. tricolor forma Bali (dari buah umur 7 bulan sesudah polinasi) perlu ditambahkan 150 gL-1 ekstrak tomat, namun tidak disarankan untuk forma Merapi. Disarankan untuk dilakukan penelitian serupa pada umur buah yang berbeda alasannya kondisi internal embrio sangat besar pengaruhnya terhadap respon embrio tersebut pada kondisi lingkungan in vitro.


DAFTAR PUSTAKA
Arditi, J. 1992. Fundamentals of Orchid Biology. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Arditti, J. and Ernst, R. 1993. Micropropagation of orchids. John Wiley & Sons, Inc. New York.
Avila-Diaz, I., Oyama, E.K., Gomez-Alonso, E.C. dan Salgado, R. 2009. “In vitro propagation of thr endangered orchid Laelia speciosa”. Plant Cell Tiss. Organ Cult, 99. 335-343
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2007. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis: Rangkuman Kebutuhan Investasi . Edisi Kedua. Departemen Pertanian Republik Indonesia, Jakarta.
Dan, Y. 2008. “Biological functions of antioxidants in plant transformation”. In Vitro Cell.Dev.Biol,Plant, 44. 149-161
Desai, N. and 1 G. W. Chism. 2006. “Changes in cytokinin activity in the ripening tomato fruit”. Journal of Food Science, 43. 1324 – 1326
Dodd, B. 1993. Plant tissue culture for horticulture. Queensland University of Technology, Queensland.
Dodds, J.H. and Roberts, L.W. 1995. Experiments in plant tissue culture, 3rd rev. ed. Cambridge University Press, Cambridge.
Dutta, S, Chowdhury, A., Bhaaacharjee, B., Nath, P.K. dan Dutta, B.K. 2011. “In vitro multiplication and protocorm development of Dendrobium aphyllum (Roxb.) CEC Fisher”. Biological and Environmental Sci, 7. 57-62
Dwiyani, R., Purwantoro, A., Indrianto, A., dan Semiarti, E. 2009. Peningkatan kecepatan pertumbuhan embrio anggrek Vanda tricolor Lindl. pada medium diperkaya dengan ekstrak tomat. Prosiding Seminar Biologi Nasional XX. UIN-Malang, 24-25 Juli 2009. 590-596
Gardiner, L.M. 2007. “Vanda tricolor Lindl. Conservation in Java, Indonesia: Genetic and Geographic Structure and History”. Lankesteriana, 7. 272-280.
George, E.F. and Sherrington, P.D. 1984. Plant propagation by tissue culture. Hand book and directory of commercial laboratories. Exegetics Ltd, England.
Irawati. 2002. “Pelestarian jenis anggrek Indonesia”. Buku panduan Seminar Anggrek Indonesia 2002. 34-45
Islam, MO., Ichihasi, S., Matsui, S. 1998. “Control of growth and development of protokorm like body derived from callus by carbon sources in Phalaenopsis”. Plant Biotechnol, 15. 183-187 Lo S-F, Nalawade SM, CL Kuo, CL Chen, dan Tsay HS. 2004. “Asymbiotic germination of immature seeds, plantlet development and ex vitro establishment of plants of Dendrobium tosaense Makino-a medicinally important orchid”. In Vitro Cell Dev. Biol. Plant , 40. 528–535
Neumann, K-H., Kumar, A., dan Imani, J. 2009. Plant Cell and Tissue CultureA Tool in Biotechnology, Basics and Application. Springer-Verlag, Berlin.
Santos-Herna´ndez L, Martý´nez-Garcý´a M, Campos JE, dan Aguirre-Leo´n E. 2005. “In vitro propagation of Laelia albida (Orchidaceae) for conservation and ornamental purposes in Mexico”. Hortic. Sci., 40. 439–442
Semiarti, E., Ari Indrianto, A. Purwantoro, S. Isminingsih, N. Suseno, T. Ishikawa, Y. Yoshioka, Y. Machida, dan C. Machida. 2007. “Agrobacterium-mediated transformation of the wild orchid species Phalaenopsis amabilis”. Plant Biotechnol., 24. 265-272

Stewart, S.L., dan Kane, M.E. 2006. “Asymbiotic seed germination and in vitro seedling development of Habenaria macroceratitis (Orchidaceae), a rare Florida terrestrial orchid”. Plant Cell Tissue Organ Cult., 86. 147–158

Sumber http://kickfahmi.blogspot.com