Wednesday, August 1, 2018

√ Balance Score Card






Sejarah Balance Scorecard
Tahun 1990, Nolan Norton Insitute yang dipimpin oleh David P. Norton menyeponsori studi perihal “pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan”. Bersama Robert Kaplan melaksanakan riset tersebut, kemudian hasil studi tersebut diterbitkan dalam Jurnal Harvard Review tahun 1992, dengan judul “Balanced Scorecard – Measures that Drive Performance”.
Hasil studi tersebut menyimpulkan untuk mengukur kinerja di dalam organisasi masa depan diharapkan ukuran kinerja yang komprehensif, yang meliputi 4 (empat) perspektif: keuangan, customer, proses bisnis/intern, penemuan dan pembelajaran. Perspektif keuangan dan costomer merupakan faktor eksternal sedangkan proses bisnis/intern, penemuan dan pembelajaran merupakan faktor internal. Secara sederhana BSC yaitu kartu skor (scorecard) yang dipakai untuk mengukur kinerja dengan memperhatikan keseimbangan (balance) dari perspektif keuangan dan non keuangan serta melibatkan faktor internal dan eksternal perusahaan.
Kalau berdasarkan buku Management Control Systems di atas, pengertian BSC yaitu alat pengukuran kinerja yang menekankan keseimbangan antara ukuran-ukuran strategis yang berlainan satu sama lain, dalam perjuangan mencapai keselarasan tujuan (goal congruence) sehingga mendorong karyawan bertindak yang terbaik demi kepentingan perusahaan.
Jadi, ada empat pertanyaan pokok yang harus dijawab dalam pendekatan BSC, yaitu:
  • Perspektif keuangan: Bagaimana pandangan perusahaan berdasarkan para pemegang saham?
  • Perspektif bisnis internal: Apa yang menjadi keunggulan perusahaan?
  • Perspektif customer (palanggan): Bagaimana pandangan konsumen terhadap perusahaan?
  • Perspektif penemuan dan pembelajaran: Apakah perusahaan terus melaksanakan pembelajaran dan melaksanakan penemuan terus-menerus sesuai dengan tuntutan eksternal?

Idealnya, setiap administrasi perusahaan memerlukan suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa baik performa perusahaan. Objek yang selalu diukur yaitu belahan keuangan, mengapa hanya belahan keuangan ? Jawabannya sederhana sebab keuangan berbicara mengenai angka, sesuatu yang gampang dihitung dan dianalisa. Dengan perkembangan ilmu administrasi dan kemajuan teknologi informasi, sistem pengukuran kinerja perusahaan yang hanya mengandalkan perspektif keuangan dirasakan banyak mempunyai kelemahan dan keterbatasan. Sesungguhnya ada perspektif non keuangan yang lebih penting yang sanggup dipakai dalam mengukur kinerja perusahaan. Kenyataan inilah yang menjadi awal terciptanya konsep balanced scorecard.
Sejarah Balanced scorecard dimulai dan diperkenalkan pada awal tahun 1990 di USA oleh David P Norton dan Robert Kaplan melalui suatu riset perihal “pengukuran kinerja dalam organisasi masa depan”. Istilah balanced scorecard terdiri dari 2 kata yaitu balanced(berimbang) dan scorecard (kartu skor). Kata berimbang (balanced) sanggup diartikan dengan kinerja yang diukur secara berimbang dari 2 sisi yaitu sisi keuangan dan non keuangan, meliputi jangka pendek dan jangka panjang serta melibatkan belahan internal dan eksternal, sedangkan pengertian kartu skor (scorecard) yaitu suatu kartu yang dipakai untuk mencatat skor hasil kinerja baik untuk kondisi kini ataupun untuk perencanaan di masa yang akan datang.

Definisi Balanced Scorecard

Konsep Balanced Scorecard selanjutnya akan disingkat BSC. BSC yaitu pendekatan terhadap taktik administrasi yang dikembangkan oleh Drs.Robert Kaplan (Harvard Business School) and David Norton pada awal tahun 1990. BSC berasal dari dua kata yaitu balanced (berimbang) dan scorecard (kartu skor). Balanced (berimbang) berarti adanya keseimbangan antara performance keuangan dan non-keuangan, performance jangka pendek dan performance jangka panjang, antara performance yang bersifat internal dan performance yang bersifat eksternal. Sedangkan scorecard (kartu skor) yaitu kartu yang dipakai untuk mencatat skor performance seseorang. Kartu skor juga sanggup dipakai untuk merencanakan skor yang hendak diwujudkan oleh seseorang di masa depan.
Mula-mula BSC dipakai untuk memperbaiki sistem pengukuran kinerja eksekutif. Awal penggunaannya kinerja direktur diukur hanya dari segi keuangan. Kemudian berubah menjadi luas yaitu empat perspektif, yang kemudian dipakai untuk mengukur kinerja organisasi secara utuh. Empat perspektif tersebut yaitu keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
BSC yaitu suatu mekanisme sistem administrasi yang bisa menerjemahkan visi dan taktik organisasi ke dalam tindakan konkret di lapangan. BSC yaitu salah satu alat administrasi yang telah terbukti telah membantu banyak perusahaan dalam mengimplementasikan taktik bisnisnya.

Keunggulan Balanced Scorecard
Dalam perkembangannya BSC telah banyak membantu perusahaan untuk sukses mencapai tujuannya. BSC mempunyai beberapa keunggulan yang tidak dimiliki sistem taktik administrasi tradisional. Strategi administrasi tradisional hanya mengukur kinerja organisasi dari sisi keuangan saja dan lebih menitik beratkan pengukuran pada hal-hal yang bersifat tangible, namun perkembangan bisnis menuntut untuk mengubah pandangan bahwa hal-hal intangible juga berperan dalam kemajuan organisasi.
BSC menjawab kebutuhan tersebut melalui sistem administrasi taktik kontemporer, yang terdiri dari empat perspektif yaitu: keuangan, pelanggan, proses bisnis internal serta pembelajaran dan pertumbuhan.
Keunggulan pendekatan BSC dalam sistem perencanaan strategis (Mulyadi, 2001, p.18) yaitu bisa menghasilkan planning strategis, yang mempunyai karakteristik sebagai berikut (1) komprehensif, (2) koheren, (3)seimbang dan (4) terukur

Perspektif dalam Balanced Scorecard
Adapun perspektif-perspektif yang ada di dalam BSC yaitu sebagai berikut:

1. Perspektif Keuangan
BSC menggunakan tolak ukur kinerja keuangan menyerupai keuntungan higienis dan ROI, sebab tolak ukur tersebut secara umum dipakai dalam perusahaan untuk mengetahui laba. Tolak ukur keuangan saja tidak sanggup menggambarkan penyebab yang menimbulkan perubahan kekayaan yang diciptakan perusahaan atau organisasi (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000).
Balanced Scorecard yaitu suatu metode pengukuran kinerja yang di dalamnya ada keseimbangan antara keuangan dan non-keuangan untuk mengarahkan kinerja perusahaan terhadap keberhasilan. BSC sanggup menjelaskan lebih lanjut perihal pencapaian visi yang berperan di dalam mewujudkan pertambahan kekayaan tersebut (Mulyadi dan Johny Setyawan, 2000) sebagai berikut:
1. Peningkatan customer 'yang puas sehingga meningkatkan keuntungan (melalui peningkatan revenue).
2. Peningkatan produktivitas dan akad karyawan sehingga meningkatkanlaba (melalui peningkatan cost effectiveness).
3. Peningkatan kemampuan perasahaan untuk menghasilkan financial returns dengan mengurangi modal yang dipakai atau melaksanakan investasi daiam proyek yang menghasilkan return yang tinggi.
Di dalam Balanced Scorecard, pengukuran finansial mempunyai dua peranan penting, di mana yang pertama yaitu semua perspektif tergantung pada pengukuran finansial yang menawarkan implementasi dari taktik yang sudah direncanakan dan yang kedua yaitu akan memberi dorongan kepada 3 perspektif yang lainnya perihal sasaran yang harus dicapai dalam mencapai tujuan organisasi.
Menurut Kaplan dan Norton, siklus bisnis terbagi 3 tahap, yaitu: bertumbuh (growth), bertahan (sustain), dan menuai (harvest), di mana setiap tahap dalam siklus tersebut mempunyai tujuan fmansial yang berbeda. Growth merupakan tahap awal dalam siklus suatu bisnis. Pada tahap ini diharapkan suatu bisnis mempunyai produk gres yang dirasa sangat potensial bagi bisnis tersebut.
Untuk itu, maka pada tahap growth perlu dipertimbangkan mengenai sumber daya untuk menyebarkan produk gres dan meningkatkan layanan, membangun serta menyebarkan akomodasi yang menunjang produksi, investasi pada sistem, infrastruktur dan jaringan distribusi yang akan mendukung terbentuknya relasi kerja secara menyeluruh dalam menyebarkan relasi yang baik dengan pelanggan. Secara keseluruhan tujuan fmansial pada tahap ini yaitu mengukur persentase tingkat pertumbuhan pendapatan, dan tingkat pertumbuhan penjualan di pasar sasaran.
Tahap selanjutnya yaitu sustain (bertahan), di mana pada tahap ini timbul pertanyaan mengenai akan ditariknya investasi atau melaksanakan investasi kembali dengan mempertimbangkan tingkat pengembalian yang mereka investasikan. Pada tahap ini tujuan fmansial yang hendak dicapai yaitu untuk memperoleh keuntungan. Berikutnya suatu perjuangan akan mengalami suatu tahap yang dinamakan harvest (menuai), di mana suatu organisasi atau tubuh perjuangan akan berusaha untuk mempertahankan bisnisnya. Tujuan finansial dari tahap ini yaitu untuk untuk meningkatkan aliran kas dan mengurangi aliran dana.

2. Perspektif Pelanggan
Dalam perspektif pelanggan, perusahaan perlu terlebih dahulu memilih segmen pasar dan pelanggan yang menjadi sasaran bagi organisasi atau tubuh usaha. Selanjutnya, manajer harus memilih alat ukur yang terbaik untuk mengukur kinerja dari tiap unit opetasi dalam upaya mencapai sasaran finansialnya. Selanjutnya apabila suatu unit bisnis ingin mencapai kinerja keuangan yang superior dalam jangka panjang, mereka harus membuat dan menyajikan suatu produk baru/jasa yang bernilai lebih baik kepada pelanggan mereka (Kaplan, dan Norton, 1996).
Produk dikatakan bernilai apabila manfaat yang diterima produk lebih tinggi daripada biaya perolehan (bila kinerja produk semakin mendekati atau bahkan melebihi dari apa yang diharapkan dan dipersepsikan pelanggan). Perusahaan terbatas untuk memuaskan potential customer sehingga perlu melaksanakan segmentasi pasar untuk melayani dengan cara terbaik berdasarkan kemampuan dan sumber daya yang ada. Ada 2 kelompok pengukuran dalam
perspektif pelanggan, yaitu:

1. Kelompok pengukuran inti icore measurement group).
Kelompok pengukuran ini dipakai untuk mengukur bagaimana perusahaan memenuhi kebutuhan pelanggan dalam mencapai kepuasan, mempertahankan, memperoleh, dan merebut pangsa pasar yang telah ditargetkan. Dalam kelompok pengukuran inti, kita mengenal lima tolak ukur, yaitu: pangsa pasar, akuisisi pelanggan (perolehan pelanggan), retensi pelanggan (pelanggan yang dipertahankan), kepuasan pelanggan, dan profitabilitas pelanggan.

2. Kelompok pengukuran nilai pelanggan {customer value proposition).
Kelompok pengukuran ini dipakai untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang mereka kuasai dan pasar yang potensial yang mungkin bisa mereka masuki. Kelompok pengukuran ini juga sanggup menggambarkan pemacu kinerja yang menyangkut apa yang harus disajikan perusahaan untuk mencapai tingkat kepuasan, loyalitas, retensi, dan akuisisi pelanggan yang tinggi. Value proposition menggambarkan atribut yang disajikan perusahaan dalam produk/jasa yang dijual untuk membuat loyalitas dan kepuasan pelanggan. Kelompok pengukuran nilai pelanggan terdiri dari:
a. Atribut produk/jasa, yang meliputi: fungsi, harga, dan kualitas produk.
b. Hubungan dengan pelanggan, yang meliputi: distribusi produk kepada pelanggan, termasuk respon dari perusahaan, waktu pengiriman, serta bagaimana perasaan pelanggan sesudah membeli produk/jasa dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Citra dan reputasi, yang menggambarkan faktor intangible bagi perusahaan untuk menarik pelanggan untuk bekerjasama dengan perusahaan, atau membeli produk.

3. PerspektifProses Bisnis Internal
Perspektif proses bisnis internal menampilkan proses kritis yang memungkinkan unit bisnis untuk memberi value proposition yang bisa menarik dan mempertahankan pelanggannya di segmen pasar yang diinginkan dan memuaskan impian para pemegang saham melalui flnancial retums (Simon, 1999).
Tiap-tiap perasahaan mempunyai seperangkat proses penciptaan nilai yang unik bagi pelanggannya. Secara umum, Kaplan dan Norton (1996) membaginya dalam 3 prinsip dasar, yaitu:
1. Proses inovasi.
Proses penemuan yaitu belahan terpenting dalam keseluruhan proses produksi. Tetapi ada juga perusahaan yang menempatkan penemuan di luar proses produksi. Di dalam proses penemuan itu sendiri terdiri atas dua komponen, yaitu: identifikasi keinginan pelanggan, dan melaksanakan proses perancangan produk yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Bila hasil penemuan dari perusahaan
tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, maka produk tidak akan mendapat jawaban positif dari pelanggan, sehingga tidak memberi suplemen pendapatan bagi perasahaan bahkan perasahaan haras mengeluarkan biaya investasi pada proses penelitian dan pengembangan.
2. Proses operasi.
Proses operasi yaitu kegiatan yang dilakukan perusahaan, mulai dari dikala penerimaan order dari pelanggan hingga produk dikirim ke pelanggan. Proses operasi menekankan kepada penyampaian produk kepada pelanggan secara efisien, dan sempurna waktu. Proses ini, berdasarkan fakta menjadi fokus utama dari sistem pengukuran kinerja sebagian besar organisasi.
3. Pelayanan pumajual.
Adapun pelayanan purna jual yang dimaksud di sini, sanggup berupa garansi, penggantian untuk produk yang rusak, dll.

4. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan
Perspektif ini menyediakan infrastruktur bagi tercapainya ketiga perspektif sebelumnya, dan untuk menghasilkan pertumbuhan dan perbaikan jangka panjang.
Penting bagi suatu tubuh perjuangan dikala melaksanakan investasi tidak hanya pada peralatan untuk menghasilkan produk/jasa, tetapi juga melaksanakan investasi pada infrastruktur, yaitu: sumber daya manusia, sistem dan prosedur. Tolak ukur kinerja keuangan, pelanggan, dan proses bisnis internal sanggup mengungkapkan kesenjangan yang besar antara kemampuan yang ada dari manusia, sistem, dan prosedur. Untuk memperkecil kesenjangan itu, maka suatu tubuh perjuangan harus melaksanakan investasi dalam bentuk reskilling karyawan, yaitu: meningkatkan kemampuan sistem dan teknologi informasi, serta menata ulang mekanisme yang ada.
Perspektif pembelajaran dan pertumbuhan meliputi 3 prinsip kapabilitas yang terkait dengan kondisi intemal perusahaan, yaitu:

1. Kapabilitas pekerja.
KapabiLitas pekerja yaitu merupakan belahan bantuan pekerja pada perusahaan. Sehubungan dengan kapabilitas pekerja, ada 3 hal yang harus diperhatikan oleh manajemen:

a. Kepuasan pekerja.
Kepuasan pekerja merupakan prakondisi untuk meningkatkan produktivitas, tanggungjawab, kualitas, dan pelayanan kepada konsumen. Unsur yang sanggup diukur dalam kepuasan pekerja yaitu keterlibatan pekerja dalam mengambil keputusan, pengakuan, terusan untuk mendapat informasi, dorongan untuk bekerja kreatif, dan menggunakan inisiatif, serta pemberian dari atasan.

b. Retensi pekerja.
Retensi pekerja yaitu kemampuan imtuk mempertahankan pekerja terbaik dalam perusahaan. Di mana kita mengetahui pekerja merupakan investasi jangka panjang bagi perusahaan. Jadi, keluamya seorang pekerja yang bukan sebab keinginan perusahaan merupakan loss pada intellectual capital dari perusahaan. Retensi pekerja diukur dengan persentase turnover di perusahaan.

c. Produktivitas pekerja.
Produktivitas pekerja merupakan hasil dari imbas keseluruhan dari peningkatan keahlian dan moral, inovasi, proses internal, dan kepuasan pelanggan. Tujuannya yaitu untuk menghubungkan output yang dihasilkan oleh pekerja dengan jumlah pekerja yang seharusnya untuk menghasilkan output tersebut.

2. Kapabilitas sistem informasi.
Adapun yang menjadi tolak ukur untuk kapabilitas sistem inforaiasi yaitu tingkat ketersediaan informasi, tingkat ketepatan info yang tersedia, serta jangka waktu untuk memperoleh info yang dibutuhkan.

3. Iklim organisasi yang mendorong timbulnya motivasi, dan pemberdayaan yaitu penting untuk membuat pekerja yang berinisiatif. Adapun yang menjadi tolak ukur hal tersebut di atas yaitu jumlah saran yang diberikan pekerja.



Sumber http://frequencia89.blogspot.com