Tuesday, August 28, 2018

√ Generasi Islam Terbaik

Generasi terbaik umat ini ialah para sobat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka ialah sebaik-baik manusia. Lantas disusul generasi berikutnya, lalu generasi berikutnyaTiga kurun ini merupakan kurun terbaik dari umat ini. Dari Imran bin Hushain radhiyallahu ‘anhuma, bahwa dia mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرَ أُمَّتِـي قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ

Sebaik-baik umatku ialah pada masaku. Kemudian orang-orang yang setelah mereka (generasi berikutnya), kemudian orang-orang yang setelah mereka.” (Shahih Al-Bukhari, no. 3650)

Mereka ialah orang-orang yang paling baik, paling selamat dan paling mengetahui dalam memahami Islam. Mereka ialah para pendahulu yang mempunyai keshalihan yang tertinggi.


Karenanya, sudah merupakan kemestian jikalau menghendaki pemahaman dan pengamalan Islam yang benar merujuk kepada mereka. Mereka ialah orang-orang yang telah menerima keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dan mereka pun ridha kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya; mereka infinit di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar.” (At-Taubah: 100)

Generasi Shalih terdahulu secara mutlak dilekatkan kepada tiga kurun yang utama. Yaitu para sahabat, at-tabi’un, dan atba’u tabi’in (para pengikut tabi’in).

Siapapun yang mengikuti mereka dari aspek pemahaman, i’tiqad, perkataan maupun amal. Adanya bahaya yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala terhadap orang-orang yang menentukan jalan-jalan selain jalan yang ditempuh mereka.. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا

Dan barangsiapa yang menentang Rasul setelah terang kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk kawasan kembali.” (An-Nisa’: 115)

Bila menatap langit zaman, di setiap kurun, waktu, senantiasa didapati para pembela al-haq. Mereka ialah bintang gemilang yang memberi petunjuk arah dalam kehidupan umat. Mereka memancarkan berkas cahaya yang memandu umat di tengah gelap gulita. Kala muncul bid’ah Khawarij dan Syi’ah, Allah Subhanahu wa Ta’ala merobohkan makar mereka dengan memunculkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu dan Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma. Begitupun dikala Al-Qadariyah hadir, maka Abdullah bin Umar, Abdullah bin Abbas, dan Jabir bin ‘Abdillah radhiallahu ‘anhum dari kalangan sobat yang utama melawan pemahaman sesat tersebut. Washil bin ‘Atha’ dengan paham Mu’tazilahnya dipatahkan Al-Hasan Al-Bashri, Ibnu Sirin, dan lain-lainnya dari kalangan utama tabi’in. Merebak Syi’ah Rafidhah, maka Al-Imam Asy-Sya’bi, Al-Imam Syafi’i, dan para imam Ahlus Sunnah lainnya menghadapi dan menangkal kesesatan Syi’ah Rafidhah. Jahm bin Shafwan yang mengusung Jahmiyah juga diruntuhkan Al-Imam Malik, Abdullah bin Mubarak, dan lainnya. Demikian pula tatkala menyebar pemahaman dan keyakinan bahwa Al-Qur’an ialah makhluk bukan Kalamullah. Maka, Al-Imam Ahmad bin Hanbal tampil memerangi pemahaman dan keyakinan sesat tersebut.

Allah Subhanahu wa Ta’ala senantiasa memunculkan para pembela risalah-Nya. Mereka terus berupaya menjaga as-sunnah, biar tidak redup diempas para hebat bid’ah. Bermunculan para imam, ibarat Al-Imam Al-Barbahari, Al-Imam Ibnu Khuzaimah, Al-Imam Ibnu Baththah, Al-Imam Al-Lalika’i, Al-Imam Ibnu Mandah, dan lainnya dari kalangan imam Ahlus Sunnah. Lantas pada kurun berikutnya, ketika muncul bid’ah sufiyah, ahlu kalam dan filsafat, hadir di tengah umat para imam, ibarat Al-Imam Asy-Syathibi, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah beserta murid-muridnya, yaitu Ibnul Qayyim, Ibnu Abdilhadi, Ibnu Katsir, Adz-Dzahabi, dan lainnya rahimahumullah.

Sosok Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah sendiri bagi sebagian umat Islam bukan lagi sosok yang asing. Kiprah dakwahnya begitu agung. Pengaruhnya sangat luas. Kokoh dalam memegang sunnah. Sebab, berdasarkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, bergotong-royong tidak ada kebahagiaan bagi para hamba, tidak ada pula keselamatan di hari kembali nanti (hari kiamat) kecuali dengan ittiba’ (mengikuti) Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

تِلْكَ حُدُودُ اللهِ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ يُدْخِلْهُ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا وَذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ. وَمَنْ يَعْصِ اللهَ وَرَسُولَهُ وَيَتَعَدَّ حُدُودَهُ يُدْخِلْهُ نَارًا خَالِدًا فِيهَا وَلَهُ عَذَابٌ مُهِينٌ

“(Hukum-hukum tersebut) itu ialah ketentuan-ketentuan dari Allah. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, pasti Allah memasukkannya ke dalam nirwana yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang mereka infinit di dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, pasti Allah memasukkannya ke dalam api neraka sedang ia infinit di dalamnya; dan baginya siksa yang menghinakan.” (An-Nisa’: 13-14)


Maka, ketaatan terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala merupakan poros kebahagiaan yang seseorang berupaya mengitarinya, juga merupakan kawasan kembali yang selamat yang seseorang tak akan merasa galau darinya.
Sungguh Allah Subhanahu wa Ta’ala telah membuat makhluk dalam rangka untuk beribadah kepada-Nya, sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Dan Aku tidak membuat jin dan insan melainkan supaya mereka menyembah-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Kekokohan memegang teguh prinsip beragama oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu digambarkan oleh Al-Hafizh Al-Mizzi rahimahullahu. Kata Al-Hafizh Al-Mizzi rahimahullahu, “Aku tak pernah melihat orang yang ibarat beliau. Tidak pula dia melihat orang yang ibarat dirinya. Aku melihat, tidak ada seorangpun yang lebih mengetahui dan sangat besar lengan berkuasa mengikuti Al-Kitab dan sunnah Rasul-Nya dibanding beliau. Pantaslah jikalau sosok Syaikhul Islam senantiasa membuat susah para ahlu bid’ah. Disebutkan Al-Hafizh Ibnu Abdilhadi rahimahullahu, bahwa ia rahimahullahu ialah pedang terhunus bagi orang-orang yang menyelisihi (Al-Kitab dan As-Sunnah). Menyusahkan orang-orang yang mengikuti hawa nafsu, yang suka mengada-adakan aliran (baru) dalam agama. (Al-Ushul Al-Fikriyah Lil-Manahij As-Salafiyah ‘inda Syaikhil Islam, Asy-Syaikh Khalid bin Abdirrahman Al-‘Ik)

Bahkan tatkala ia dipenjara pun, senantiasa membuatkan kebaikan kepada sesama penghuni penjara. Beliau rahimahullahu memberi bimbingan, melaksanakan amar ma’ruf, dan mencegah kemungkaran. Dikisahkan Al-Hafizh Ibnu Abdilhadi rahimahullahu, tatkala ia masuk tahanan, didapati para penghuni tahanan sibuk dengan bermacam-macam permainan yang sia-sia. Di antara mereka sibuk dengan main catur, dadu, dan lainnya. Mereka sibuk dengan permainan tersebut sampai melalaikan shalat. Lantas Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu mencegah hal itu secara tegas. Beliau memerintahkan mereka untuk menetapi shalat. Mengarahkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam setiap amal shalih. Bertasbih, beristighfar, dan berdoa. Mengajari mereka perihal sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sesuai yang mereka butuhkan. Beliau rahimahullahu mendorong mereka untuk suka melaksanakan amal-amal kebaikan. Sehingga jadilah kawasan tahanan tersebut senantiasa dipenuhi kesibukan dengan ilmu dan agama. Bilamana datang waktu pembebasan, para narapidana tersebut lebih menentukan hidup bersama beliau. Banyak dari mereka yang lantas kembali ke tahanan. Akibatnya, ruang tahanan itu pun penuh. (Al-Ushul Al-Fikriyah hal. 51)

Demikianlah kehidupan seorang alim. Keberadaannya senantiasa memberi manfaat kepada umat. Dia menebar ilmu, menebar cahaya di tengah keterpurukan manusia. Dia laksana rembulan purnama di tengah bertaburnya bintang gemilang. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi perumpamaan keutamaan antara seorang alim dengan seorang abid (ahli ibadah). Dari Abud Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

وَفَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ، إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءَ، إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَـمْ يُوَرِّثُوا دِيْنَارًا وَلاَ دِرْهَمًا، إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ

Dan keutamaan seorang alim dibanding spesialis ibadah, bagai rembulan atas seluruh bintang. Sesungguhnya ulama itu pewaris para nabi. Sesungguhnya para nabi tidaklah mewariskan dinar dan dirham, (tetapi) mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa bisa mengambilnya, berarti dia telah mengambil keberuntungan yang banyak.” (Sunan At-Tirmidzi, no. 2682, Sunan Abi Dawud no. 3641, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullahu menshahihkan hadits ini)

Begitulah seorang alim. Dia laksana rembulan di langit zaman. Wallahu a’lam.

sumber:
MAJELIS TAUSIAH PARA KYAI & USTADZ INDONESIA 

Sumber http://frequencia89.blogspot.com