Monday, August 6, 2018

√ Khitbah


1. Pengertian
Makna khitbah atau meminang yakni meminta seorang
wanita untuk dinikahi dengan cara yang dikenal di tengah
masyarakat. Tentu saja pinangan itu tidak semata-mata
ditujukan kepada si gadis tanpa sepengetahuan ayahnya yang
menjadi wali.
Sebab pada hakikatnya, dikala berniat untuk menikahi serang
gadis, maka gadis itu tergantung dari ayahnya. Ayahnyalah
yang mendapatkan pinangan itu atau tidak dan ayahnya pula yang
nantinya akan menikahkan anak gadisnya itu dengan calon
suaminya.

Sedangkan usul menikah yang dilakukan oleh seorang
pemuda kepada seorang pemudi yang menjadi kekasihnya
tanpa sepengetahuan ayah si gadis tidaklah disebut dengan
pinangan. Sebab si gadis sangat bergantung kepada ayahnya.
Hak untuk menikahkan anak gadis memang terdapat pada
ayahnya, sehingga tidak dibenarkan seorang gadis menerima
ajakan menikah dari siapapun tanpa sepengetahuan ayahnya.
Meminang yakni muqaddimah dari sebuah pernikahan.
Sebuah tindakan yang telah disyariatkan Allah SWT sebelum
dilakukan pengikatan ijab kabul biar masing-masing pihak
bisa mengenal satu sama lain. Selain itu itu biar kehidupan
pernikahan itu dilandasi atas bashirah yang jelas. Dengan
berbagai pertimbangan, Islam menganjurkan untuk
merahasiakan meminangan dan hanya boleh dibicarakana
dalam batas keluarga saja, tanpa mengibarkan bendera atau
mengadakan upacara tabuhan genderang dan lain-lain
keramaian.
Rasulullah SAW telah bersabda :
Dari Amir bin Abdilah bin Az-Zubair dari Ayahnya RA bahwa
Rasulullah SAW bersabda,"Umumkanlah pernikahan". (HR.
Ahmad dan dishahihkan Al-Hakim)
Dari Ummu Salamah ra berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda,`Kumandangkanlah pernikahan .... dan rahasiakanlah
peminangan.

Tindakan ini tidak lain yakni demi mencegah dan memelihara
kehormatan, nama baik dan perasaan hati wanita. Khawatir
peminangan yang sudah diramaikan itu tiba-tiba batal karena
satu dan lain hal. Apapun alasannya, hal menyerupai itu pastilah
sangat menyakitkan dan sekaligus merugikan nama baik
seorang wanita. Bisa jadi orang lain akan ragu-ragu
meminangnya alasannya yakni peminang yang pertama telah
mengundurkan diri, sehingga sanggup menjadikan tanda tanya di
hati para calon peminang lainnya. Apakah perempuan ini memiliki
cacat atau punya duduk masalah lainnya.
Sebaliknya, bila peminangan ini dirahasiakan atau tidak
diramaikan terlebih dahulu, kalaupun hingga terjadi
pembatalan, maka cukup keluarga terdekatlah yang
mengetahuinya. Dan nama baik keluarga tidaklah menjadi
taruhannya.
2. Khitbah Yang Dibolehkan
Untuk sanggup dilakukan khitbah atau peminangan, maka paling
tidak harus terpenuhi dua syarat utama.
Pertama yakni perempuan itu terbebas dari segala mawani`
(pencegah) dari sebuah pernikahan, contohnya bahwa perempuan itu
sedang menjadi istri seseorang. Atau perempuan itu sudah dicerai
atau ditinggal mati suaminya, namun masih dalam masa
`idaah. Selain itu juga perempuan itu dilarang termasuk dalam
daftar orang-orang yang masih menjadi mahram bagi seroang
laki-laki. Maka di dalam Islam tidak dikenal ada seorang lakilaki
meminang adiknya sendiri, atau ibunya sendiri atau
bibinya sendiri.
Kedua yakni bahwa perempuan itu tidak sedang dipinang oleh
orang lain hingga terang apakah pinangan orang lain itu diterima

atau ditolak. Sedangkan bila pinangan orang lain itu belum lagi
diterima atau justru sudah tidak diterima, maka perempuan itu
boleh dipinang oleh orang lain.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman :
Dan tidak ada dosa bagi kau meminang wanita-wanita itu dengan
sindiran atau kau menyembunyikan dalam hatimu. Allah mengetahui
bahwa kau akan menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah
kamu mengadakan komitmen kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali
sekedar mengucapkan perkataan yang ma`ruf . Dan janganlah kamu
ber`azam untuk beraqad nikah, sebelum habis `iddahnya. Dan
ketahuilah sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu;
maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyantun.(QS. Al-Baqarah : 235)
3. Khitbah Yang Diharamkan
Seorang muslim tidak halal mengajukan pinangannya kepada
seorang perempuan yang ditalak atau yang ditinggal mati oleh
suaminya selama masih dalam iddah. Karena perempuan yang
masih dalam iddah itu dianggap masih sebagai mahram bagi
suaminya yang pertama, oleh alasannya yakni itu dilarang dilanggar.

Akan tetapi untuk isteri yang ditinggal mati oleh suaminya,
boleh diberikan suatu pengertian --selama beliau masih dalam
iddah-- dengan suatu sindiran, bukan dengan terang-terangan,
bahwa si pria tersebut ada keinginan untuk meminangnya.
Firman Allah:
`Tidak berdosa atas kau wacana apa-apa yang kau sindirkan
untuk meminang perempuan.`(QS. Al-Baqarah: 235)
Dan diharamkan juga seorang muslim meminang pinangan
saudaranya kalau ternyata sudah mencapai tingkat persetujuan
dengan pihak yang lain. Sebab pria yang meminang
pertama itu telah memperoleh suatu hak dan hak ini harus
dipelihara dan dilindungi, demi memelihara persahabatan dan
pergaulan sesama insan serta menjauhkan seorang muslim
dari sikap-sikap yang sanggup merusak identitas. Sebab
meminang pinangan saudaranya itu serupa dengan
perampasan dan permusuhan.
Tetapi jikalau pria yang meminang pertama itu sudah
memalingkan pandangannya kepada si perempuan tersebut
atau menawarkan izin kepada pria yang kedua, maka
waktu itu pria kedua tersebut tidak berdosa untuk
meminangnya. Karena sesuai dengan sabda Rasulullah SAW
yang menyampaikan sebagai berikut:
`Seorang mu`min saudara bagi mu`min yang lain. Oleh alasannya yakni itu
tidak halal beliau membeli pembelian kawannya dan tidak pula halal
meminang pinangan kawannya.`(HR. Muslim)
Dan sabdanya pula:
Dari Ibnu Umar RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Janganlah
seorang pria meminang pinangan saudaranya, sehingga peminang
pertama itu meninggalkan (membatalkan) atau mengizinkannya".(HR
Bukhari)
4. Melihat Wanita Yang Akan Dikhitbah
Islam menyunnahkan bagi pria yang ingin meminang
seorang perempuan untuk melihat secara tegas calon istrinya itu
secara langsung. Sesuatu yang bila dilakukan bukan dengan
niat untuk menikahi merupakan hal yang terlarang sebelumya.
Hal ini dimaksudkan biar :
1. Hati calon suami itu yakin bahwa calon istrinya tidak
mempunyai cacat yang sanggup menjadikan rasa kecewa.
Menurut riwayat, pernah seorang pria meminang seorang
wanita Anshar, maka Rasulullah SAW bertanya,`
Apakah kau sudah melahatnya ?`. `Belum`, jawabnya. Maka
dengan tegas Rasulullah SAW berkata,`Pergilah kau melihatnya
karena di mata orang anshar ada sesuatu`.(HR. Muslim)
2. Untuk mengukuhkan keinginan untuk melakukan
peminangan dan menghilangkan perasaan ragu yang
mengusik. Dalam hal ini Rasulullah bersabda :
Dari Mughirah bin Syu`bah bahwa beliau tiba kepada Rasulullah
SAW dan meberitahukannya bahwa dirinya telah meminang seorang
wanita. Maka nasehat Rasulullah SAW adalah,`Lihatlah dia, karena
hal itu sanggup melanggengkan pernikahan antara kalian.(HR. An-
Nasai, Tirmizy)
Dan tentu saja seorang perempuan yang akan dipinang pun punya
hak yang sama untuk melihat calon suaminya itu.
Namun bukan berarti bila dibolehkan melihat calon pasangan
adalah boleh melihat semua tubuhnya satu per satu. Hanya
wajah dan tapak tangan saja yang boleh dilihat, sedangkan
yang selain itu tidak diperkenankan.
Kepada pria diperkenankan untuk melihat wajah seorang
wanita secara lebih secama, lebih dari melihat wajah wanita
pada umumnya. Dengan cita-cita sanggup membangkitkan
minatnya untuk menikahinya.
Namun bila seorang perempuan secara terbuka akan dilihat atau
diperiksa pisiknya, pastilah beliau akan merasa aib dan tidak
percaya diri. Karena itu maka teknik yang sanggup dilakukan
adalah melihat tanpa sepengetahuan si perempuan itu. Hal ini juga
berfungsi untuk menjaga perasaan wanita. Apalagi bahwa
tahap melihat masih belum lagi menjadi keputusan akhir
sebuah ketetapan pernikahan. Sehingga kalaulah calon suami
kurang mendapatkan kondisi pisiknya, maka perempuan itu tidak
merasa telah dilepaskan. Karena itu lah dianjurkan untuk
melihat perempuan yang akan dikhitbah dengan tanpa
sepengetahuan perempuan yang bersangkutan.


sumber : FIQIH NIKAH
penulis :  H. Ahmad Sarwat, Lc

Sumber http://frequencia89.blogspot.com