Tuesday, August 8, 2017

√ Kekuatan Impian: Sebuah Kilas Balik Dari Era Kuliah Dan Kerja Di Jepang Hingga Sekarang

 dari anggota muncul di awal tahun tempo hari √ Kekuatan Impian: Sebuah Kilas Balik dari Masa Kuliah dan Kerja di Jepang Sampai Sekarang


 


Kali ini, saya mau menulis perihal “kekuatan impian”. Sebenarnya, saya mau nulisnya pas sesudah resolusi tahun baru dari anggota muncul di awal tahun tempo hari, tapi apa daya… kadang kala saya suka sok sibuk, jadinya banyak draft goresan pena yang mangkrak. Saya coba selesaikan 1 goresan pena malam ini, dan kayanya akan puanjang sekali… Ah, kapan ya saya bisa bikin goresan pena pendek… Semoga nggak bosan membacanya.


Membaca resolusi tahun baru dari anggota di sini, saya ikut bahagia ketika ada yang menulis perihal harapan dan mimpi-mimpi yang ingin dicapainya pada tahun ini. Namun dikala membaca, ada yang memberi komplemen “tapi tidak mungkin deh…” pada harapannya, kok saya merasa duka dan gimanaa gitu… Bagaimana mereka bisa memastikan sesuatu yang belum terjadi sebagai sesuatu yang “mustahil”? Apa sudah dicoba? Atau cuma dibayangkan saja??


 


Pengalaman Beasiswa di Jepang


Dulu, pada tamat masa kuliah, saya punya impian “ingin tinggal di luar negeri hingga umur sekian sekian.” Nah, impian itu yang memotivasi saya untuk berusaha mewujudkannya. Saya bukan dari keluarga kaya yang tinggal minta duit ortu untuk modal hidup di luar negeri. Makara kalau saya ingin tinggal di luar negeri, saya harus berusaha sendiri. Kenapa sih, saya ingin tinggal di luar negeri? Karena, dikala kuliah saya pernah sanggup beasiswa dari Kementrian Pendidikan Jepang untuk berguru selama 1 tahun di universitas di Jepang (saya menentukan Osaka University of Foreign Languange/ 大阪外国語大学 yang kini telah menjadi satu dengan Osaka University). Pengalaman selama 1 tahun itu sangat berkesan bagi saya. Saat itu saya mengumpamakan, Indonesia yaitu sebuah bola, dan selama ini saya hidup di dalam bola itu. Tinggal di Jepang, menciptakan saya bisa melihat bola itu secara utuh, bukan sekadar tanah datar yang bisa dilihat dengan tengok kiri tengok kanan saja. Perumpamaan yang aneh, ya? Tapi asli… dikala itu, itulah yang saya rasakan. Selain berkenalan dengan orang-orang Jepang, yang bahasanya saya pelajari di kampus, saya juga melihat pribadi apa yang sebelumnya hanya saya lihat di TV, saya baca di majalah atau buku-buku. Dan ada komplemen bonus, saya jadi bisa punya sobat dari banyak sekali negara.


 


Keinginan Saya Tetap “Tinggal di Luar Negeri”


Setelah lulus kuliah, saya sempat bekerja di beberapa tempat. Makara pengajar paruh waktu di universitas swasta, jadi pegawai di kantor rektorat sebuah universitas swasta, jadi biro asuransi, dan yang terakhir jadi koordinator kursus bahasa asing dan kursus bahasa Indonesia untuk penutur bahasa asing yang dikelola oleh Kantor Hubungan Internasional sebuah universitas yang berkampus di beberapa kawasan di Surabaya. Di gedung kawasan saya berkantor, ada beberapa perwakilan tubuh pendidikan dari beberapa negara. Saya sering bertanya ke sana sini, perihal warta sekolah di negara-negara itu. Keinginan saya yaitu “tinggal di luar negeri”, dan waktu itu, saya tidak membatasi harus ke Jepang. Pokoknya luar negeri ^^ Makara sambil bekerja, saya mencari info untuk bisa ke luar negeri. Saat ada pembukaan registrasi beasiswa, saya juga menyiapkan persyaratan yang diperlukan. Dokumen ini itu, ujian TOEFL, dll. Pas resah menentukan sekolah, sebuah kabar berhembus, “ada lowongan kerja sebagai penerjemah di kantor walikota Kochi, Jepang”. Saat itu, saya sama sekali tidak familier dengan kota Kochi. Karena waktu kuliah, paling mentok saya main hingga Tokushima.


 


Lulus dari JET Programme


Saya mendaftar kegiatan yang ditawarkan melalui Konsulat Jenderal Jepang di Surabaya. Nama programnya yaitu JET Programme. Program ini tidak terlalu populer di Indonesia, alasannya memang hanya merekrut orang dalam jumlah sedikit. (Saat ini JET Programme telah berjalan selama 30 tahun, tetapi alumni dari Indonesia belum hingga 10 orang). Setelah ikut seleksi tertulis dan wawancara, ternyata saya lolos. Saat saya berangkat, hanya saya dan seorang instruktur bulu tangkis yang dari Indonesia. Padahal peserta dari seluruh dunia yang ikut pada tahun kedatangan saya (2004) ada sekitar 6.000 orang (dibagi menjadi 3 gelombang kedatangan). Ada 3 pekerjaan yang ditawarkan yaitu sebagai ALT (Assistant Language Teacher, membantu guru di sekolah mengajar bahasa asing), CIR (Coordinator of International Relations, membantu mengurusi hubungan internasional di instansi kawasan tugasnya, saya ikut ini), dan SEA (Sports Exchange Advisor, biasanya melatih olahraga di sekolah atau klub-klub).


 


Tinggal di Jepang sebagai Pekerja


Tinggal di Jepang sebagai pekerja, tentu saja berbeda dengan dikala saya tinggal di asrama sebagai mahasiswa. Saya harus mengurusi segala hal sebagai seorang dewasa. Membiasakan diri dengan pekerjaan dan sistem yang berlaku, bersosialisasi dengan orang-orang baru, membiasakan indera pendengaran dengan bahasa yang agak berbeda dari yang biasa saya dengar pada pelajaran 聴解 choukai = listening, benar-benar suatu pengalaman yang sangat berharga.


Tugas utama saya dikala itu yaitu membantu mengurusi sister city antara kota Kochi – Surabaya. Menjadi penerjemah baik verbal maupun tulisan. Selain itu, saya juga berkunjung ke institusi pendidikan (mulai SD hingga universitas, termasuk beberapa kali ke SLB), membuka kelas untuk warga masyarakat, untuk memperkenalkan Indonesia kepada mereka. Kalau saya kurang bisa memperlihatkan suatu materi, maka saya akan minta dukungan orang Indonesia yang ada di situ. Misalnya mengajar gamelan (kebetulan di Kochi ada 1 set gamelan), mengajar membatik, mengajar menari yang kesemuanya di luar keahlian saya^^ Kontrak kerja awal saya yaitu maksimal 3 tahun, tetapi menjelang tahun ketiga, ada peraturan baru, bahwa jikalau organisasi peserta dan peserta JET sepakat, kontrak bisa diperpanjang hingga 5 tahun. Jadilah saya di kantor walikota selama 5 tahun.


 


Habis Kontrak 5 Tahun, Tetapi Masih Ingin Tinggal di Jepang!


Setelah masa 5 tahun selesai, saya masih ingin tinggal di Jepang, alasannya kan saya maunya hingga umur sekian sekian, dan dikala itu masih umur sekian sekian kurang 5 tahun. Makara sesudah selesai masa kontrak JET, saya cari-cari kerja baru. Tidak pribadi dapat. Saya sempat menganggur selama hampir 2 bulan. Atas komitmen dengan pak suami, kalau sesudah 3 bulan saya tidak sanggup pekerjaan baru, kami pulang. Jadinya, nyari kerjaan sambil nyicil packing.


Selama masa menganggur, saya sanggup tunjangan alasannya selama saya bekerja saya membayar asuransi tenaga kerja. Secara rutin saya tiba ke kantor Hello Work (lembaga yang membantu menghubungkan pencari kerja dengan pemberi kerja). Saat itu ada beberapa lowongan yang dirasa cocok untuk saya, yaitu sebagai tur guide. Akan tetapi dikala itu saya ada 2 balita, yang tidak mungkin saya tinggal bepergian terlalu sering, hasilnya saya putuskan untuk tidak melamar ke perusahaan itu. Saya juga melamar ke instansi pemerintah Indonesia di Tokyo, tapi sayang sekali dikala itu mereka sedang mengetatkan anggaran jadi tidak bisa merekrut karyawan baru.


 


Akhirnya Diterima sebagai Karyawan Tetap


Menjelang 2 bulan masa mengaggur, pada suatu hari saya ngobrol dengan salah satu walimurid sobat Si Besar. Ternyata dia sedang mencari karyawan yang ngerti bahasa Inggris. Langsung saja, saya bilang, kalau saya lagi nyari kerja. Saya diminta tiba ke kantornya untuk dikenalkan dengan orang besar kedua di situ. Setelah ngobrol ini itu, hasilnya mereka setuju mendapatkan saya, dan pak suami juga!! (Saya jadi pegawai tetap, pak suami kerja paruh waktu). Pekerjaan di kantor itu, selain pekerjaan kantoran biasa, mereka juga punya beberapa online shop, dan sering ada pembeli dari luar negeri atau orang asing yang tinggal di Jepang, jadi saya diminta menangani korespondensi itu. Saat saya bekerja memasuki tahun kedua, tiba-tiba ada telepon dari instansi pemerintah Indonesia yang pernah saya lamar di Tokyo, meminta saya untuk bekerja di sana. Laaah… piye to… saya sudah kadung kerja, nggak yummy kalau pindah-pindah. Akhirnya terpaksa saya tolak.


 


Hidup Berjauhan dengan Keluarga


Sejak awal saya tidak pernah punya keinginan untuk tinggal di luar negeri selamanya. Jadi, kalau sudah saatnya pulang, maka saya akan pulang ke Indonesia. Karena itu, dikala Si Nomor Dua menjelang masuk SD, pak suami dan bawah umur pulang ke Jawa duluan. Mumpung timingnya pas. Saya masih tinggal, alasannya belum umur sekian-sekian 😀 Jadilah kami sekeluarga berjauhan selama 3 tahun. Untung sekali dikala itu sudah ada internet wkwkw, jadi bisa video call sambil membantu bawah umur berguru pelajaran SD di Indonesia.


 


Pasca Tinggal di Jepang


Sepulangnya mereka ke Indonesia, saya melanjutkan kehidupan saya di Jepang. Sambil mempersiapkan kepulangan yang kurang 3 tahun, saya mencari-cari pekerjaan di Jepang yang bisa saya kerjakan dari mana saja (terutama dari rumah, alasannya saya sudah malas membayangkan kemacetan Surabaya). Akhirnya saya melamar ke beberapa biro penerjemahan di Jepang dan Vietnam. Saat saya mengajukan pengunduran diri di kantor kawasan saya bekerja alasannya saya sudah berumur sekian-sekian, saya sudah punya bayangan apa yang akan saya kerjakan di Surabaya nantinya.


 


Kekuatan Impian


Begitulah dongeng saya mengejar impian. Jadi, kalau kalian punya impian, berusahalah mencapainya. Soal itu akan terwujud atau tidak, bukan hak kita untuk memutuskan, apalagi hingga memvonis “mustahil” untuk sesuatu yang belum terjadi. Ada banyak jalan untuk mewujudkan impian. Terkadang jalan itu sama sekali tidak pernah kita bayangkan. Bermimpilah, berusahalah, dan nikmatilah hasil usahamu itu. Doa saya bersama kalian yang mau bermimpi dan berusaha untuk mewujudkannya. Selamat malam… supaya mimpi indah.


 dari anggota muncul di awal tahun tempo hari √ Kekuatan Impian: Sebuah Kilas Balik dari Masa Kuliah dan Kerja di Jepang Sampai Sekarang



Sumber https://wkwkjapan.com