Saturday, September 2, 2017

Budaya Literasi Pojok Perpustakaan


Seperti yang kita ketahui, minat baca tiap pelajar semakin menurun baik pelajar tingkat Sekolah Dasar, Menengah, maupun Atas. Bahkan tidak hanya dalam membaca, menulispun sama halnya. Penggalakan budaya literasi harus mulai dikenalkan semenjak Tingkat Dasar, budaya tulis menulis itu diharapkan biar pelajar memiliki kebiasaan yang baik dan kebiasaan itu akan dibawanya ke jenjang lebih tinggi.





Hal yang menciptakan minat baca dan tulis menurun tidak lain yaitu imbas gadget yang semakin menciptakan pelajar bermalas-malasan, hanya ingin serba instant. Dengan adanya gadget mereka lebih suka bermain game, melihat vlog dan lain sebagainya yang berkaitan dengan gadget. Akibatnya mereka akan gila dengan buku dan lebih hafal selebriti di youtube daripada jagoan sejarah.





Saat ini gadget sudah tidak hanya memperlihatkan informasi mengenai gosip yang terjadi di luar, informasi wacana kualitas pendidikan yang masih belum merata, melainkan sebagai ajang memamerkan kekayaan dan juga menciptakan komentar-komentar yang tidak semestinya terlihat oleh publik.





Padahal teknologi dikala ini memudahkan dan membuka ruang untuk media baca atau tulis-menulis contohnya dengan adanya e-book dikala ini cukup membantu dalam minat baca anak, namun tidak menutup kemungkinan e-book gampang menciptakan murid cepat menciptakan bosan dan mata akan lebih cepat lelah sebab sinar cahaya yang terpancar dari gadget.





Perlu untuk disadari untuk menguasai dunia tulis menulis, saatnya budaya baca materi bacaan serta tulis-menulis dikenalkan dan ditanamkan semenjak dini. Fasilitas untuk meminimalisir hal-hal tersebut yang sanggup dilakukan semenjak dini oleh lembaga-lembaga sekolah yaitu menyemarakkan budaya literasi kepada murid-muridnya dengan menciptakan perpustakaan yang sangat menarik untuk menumbuhkan minat baca pada tiap pelajar. Tiap sekolah harus memiliki perpustakaan kecil yang terdapat di pojok tiap kelas. Murid sanggup membaca buku yang disukai dan dikala istirahat mereka membaca selagi menunggu waktu istirahat selesai.





Lembaga-lembaga sekolah pun sebaiknya mewajibkan tiap muridnya untuk membaca dan menulis resume materi minimal satu lembar per hari dan mengumpulkan literarurnya kepada guru yang bertanggung jawab, dalam hal ini partisipasi setiap guru sangat diharapkan untuk suksesnya pelaksanaan budaya literasi. Bahan pustaka yang diharapkan untuk literatur perpustakaan tidak harus buku yang masih baru, namun sanggup dengan buku perpustakan kawasan sehingga pelajar juga mengerti dan mengetahui isi serta letak perpusatakaan yang ada di kota atau wilayahnya sendiri.





Bahan pustaka bukan hanya dalam buku yang penuh dengan goresan pena yang cepat menciptakan bosan melainkan buku komik, majalah, kliping, dan koran yang didalamnya mengandung materi materi pendidikan yang berwarna dan menarik. Untuk murid yang kurang sanggup berguru dengan membaca sanggup menciptakan rak untuk VCD yang berisikan video pembelajaran sanggup berupa slide ataupun animasi. untuk membantu pemerataan kualitas pendidikan forum sekolah sanggup bekerja sama untuk mengirimkan buku yang sudah bosan dibaca oleh murid-murid ke kawasan pelosok.





Dengan membaca seseorang sanggup memiliki wawasan luas dan cerah sehingga gampang dalam bergerak ke hal yang nyata yang memberikannya laba lebih. Dan dengan menulis seseorang sanggup menuangkan apa yang ada dalam fikirannya yang sanggup bermanfaat untuk orang lain, maka dari itu budaya literasi tidak hanya dilakukan dalam satu generasi melainkan berkelanjutan dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Dengan orang-orang yang memiliki fikiran terbuka, budaya literasi sanggup mendorong munculnya penemuan baru. Oleh sebab itu budaya literasi dan pojok perpustakaan sanggup membangun kualitas di tiap generasi dan generasi sesudahnya akan lebih baik dari generasi sebelumnya kalau tetap menggalakan budaya literasi. (AL)



Sumber aciknadzirah.blogspot.com