Tuesday, January 9, 2018

√ Thaawus Ibn Kaisan (Allah Permalukan Penguasa Zholim Yang Hendak Mempermalukannya!!)


THAAWUS IBN KAISAN (Allah Permalukan Penguasa Zholim Yang Hendak Mempermalukannya!!)
Selasa, 30 Mei 06
“Aku tidak pernah melihat seorang pun yang menyerupai Thaawus ibn Kaisan” (‘Amr ibn Dinar)

Dengan lima puluh bintang (sahabat Nabi SAW) dari bintang-bintang hidayah ia mengambil sinarnya lantas cahaya meliputinya dan terpancarlah cahaya atasnya...cahaya di hatinya...cahaya di lisannya...dan cahaya yang berjalan di hadapannya.

Ia lulus di bawah asuhan lima puluh tokoh ‘Perguruan Muhammad.’ Ternyata ia ialah satu potret dari sahabat Rasulullah SAW dalam kekokohan iman, ketulusan tuturkatanya, kecongkakan terhadap fana dunia dan rela berkorban hingga mati demi mendapatkan keridlaan Allah serta kelantangan menyuarakan kalimat kebenaran sekali pun mahal harganya.

‘Perguruan Muhammad’ telah mengajarinya bahwa agama ialah nasehat; nasehat bagi Allah, kitab-Nya, rasul-Nya, para imam kaum Muslimin dan orang awamnya.

Pengalaman hidup telah menunjukinya bahwa kebaikan seluruhnya bermula dari Waliyul amri dan berakhir padanya. Apabila pemimpin baik, rakyat menjadi baik, dan kalau rusak rakyat ikut rusak.

Dialah ‘Dzakwaan ibn Kaisan’ yang berjuluk ‘Thaawus’*. Ini ialah julukan yang dilekatkan padanya sebab ia ialah Thaawus al-‘Ulama’ (burung merak para ulama) dan pemimpin bagi mereka semasanya.

Thaawus ibn Kaisan ialah penduduk Yaman. Tampuk kekuasaan wilayah Yaman ketika itu dipegang oleh Muhammad ibn Yusuf ats-Tsaqafi saudara al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi (seorang tirani). Al-Hajjaj telah mengangkatnya sebagai gubernur Yaman sehabis kekuasaannya sudah menjadi besar dan kekuatannya bertambah. Bahkan wibawanya semakin bertambah sehabis berhasil mengalahkan Abdullah ibn az-Zubair.

Pada diri Muhammad bin ats-Tsaqafi menurun abjad jelek kakaknya, al-Hajjaj, sayangnya tak sebuah kebaikan pun yang ia turunkan dari kakaknya itu.

Pada suatu pagi yang hambar di isu terkini dingin, Thaawus ibn Kaisan bersama Wahb ibn Munabbih** tiba menemui Muhammad ibn Yusuf.

Setelah keduanya mengambil daerah duduk di sisinya. Mulailah Thaawus menasehatinya, menunjukkan Targhiib (motivasi) dan Tarhiib (ancaman). Sedangkan sejumlah orang duduk di hadapannya. Sang penguasa ini berkata kepada salah seorang penjaganya, “Wahai Ghulam (panggilan untuk budak/anak kecil), hadirkan Thailasan*** dan lemparkan ke bahu Abu Abdirrahman (Thaawus).”

Penjaga tersebut kemudian mengambil sebuah Thailasan mahal kemudian melemparkannya ke bahu Thaawus.

Mulut Thaawus terus saja berucap menunjukkan wejangan. Ia mulai menggerak-gerakkan pundaknya dengan pelan hingga Thailasan itu terjatuh. Ia kemudian berdiri berdiri dan beranjak pergi.

Dari merah padam raut wajahnya, kelihatan sekali Muhammad ibn Yusuf murka dan menahan emosi namun tak berani mengucapkan sepatah kata apapun.

Ketika Thaawus dan sahabatnya berada di luar majlis, berkatalah Wahb kepadanya, “Demi Allah, kita tidak perlu membangkitkan emosi Muhammad bin al-Hajjaj. Apa salahnya kau ambil saja Thailasan itu, kemudian kau jual dan harganya kau sedekahkan kepada orang-orang faqir dan miskin.?”

Thaawus berkata, “Seharusnya menyerupai yang kau katakan itu. Tapi saya khawatir kelak ada ulama setelahku yang beralasan, ‘Mari kita ambil saja menyerupai alasan Thawus mengambinya’ kemudian kemudian mereka tidak melaksanakan terhadap barang yang mereka ambil itu menyerupai yang kau katakan tadi (tidak menyedekahkannya).!”

Seakan-akan Muhammad ibn Yusuf ingin balas dendam kepada Thaawus, ia kemudian menciptakan jebakan untuknya dengan cara menyediakan sebuah kantong kain berisi tujuh ratus dinar emas. Ia kemudian menentukan salah seorang bawahannya yang berakal seraya berkata kepadanya, “Bawalah kantong kain ini kepada Thaawus ibn Kaisan dan perdayailah ia biar mau mengambilnya. Bila ia mengambilnya darimu, maka saya akan menunjukkan hadiah yang banyak untukmu, memberi pakaian dan mengangkatmu sebagai orang dekatku.”

Orang tersebut keluar membawa kantong kain itu kemudian mendatangiThaawus di sebuah desa erat dengan Shan’a yang berjulukan al-Janad’ dimana ia tinggal di sana.

Sesampainya ia di sisinya, ia mengucapkan salam dan berlemah lembut kepada Thawus. Ia berkata kepadanya, “Wahai Abu Abdirrahman, ini nafkah yang dikirim Amir untukmu.”
“Aku tidak membutuhkannya!” kata Thaawus.

Dengan banyak sekali cara ia merayunya biar mau menerimanya, namun ia tetap menolak. Ia pun berusaha menundukkannya dengan banyak sekali hujjah (argumen), namun ia menolak.

Tidak ada jalan lain baginya kecuali memanfaatkan kelengahan Thaawus. Di ketika Thaawus lengah, ia melemparkan kantong kain tersebut ke lubang jendela yang terdapat dalam dinding rumahnya. Ia kemudian pulang kembali kepada Amir seraya melaporkan, “Thaawus telah mengambil kantong tersebut, Wahai Amir.”

Muhammad ibn Yusuf besar hati atas hal itu dan memdiamkannya untuk beberapa waktu. Setelah berlalu beberapa hari, ia mengutus dua orang pembantunya dan bersamanya orang yang telah membawa kantong kain kepada Thaawus. Ia menyuruh keduanya untuk berkata kepadanya, “Sesungguhnya utusan Amir telah salah dalam menunjukkan harta kepadamu, gotong royong itu untuk orang lain. Kami tiba untuk mengambilnya kembali darimu dan membawanya kepada pemiliknya.”

Thaawus menjawab, “Aku tidak pernah mengambil sedikitpun harta Amir tersebut hingga harus mengembalikannya kepadanya.”
“Tidak, engkau memang telah mengambilnya,” keduanya berkata.
Ia (Thaawus) menoleh kepada orang yang telah membawa kantong kain itu kepadanya sambil berkata, “Apakah saya telah mengambil sesuatu darimu?”

Orang tersebut ketakutan dan bingung, kemudian berkata, “Tidak, akan tetapi saya telah meletakkan harta tersebut di lubang jendela dalam rumahmu pada ketika engkau lengah.”

“Kalau begitu, silahkan saja lihat ke lubang tersebut!” kata Thaawus.
Keduanya melihat ke dalam lubang yang ditunjuk Thaawus dan menemukan kantong kain tersebut dalam keadaan semula bahkan telah diselubungi jaring-jaring rumah laba-laba. Keduanya kemudian mengambilnya dan kembali membawanya kepada Amir.

Seakan-akan Allah ingin membalas Muhammad ibn Yusuf atas perbuatannya ini dan mengakibatkan pembalasannya dilihat dan disaksikan oleh orang banyak. Bagaimana itu terjadi?

Thaawus ibn Kaisan menceritakan,
“Saat saya berada di Mekkah menunaikan haji. Al-Hajjaj ibn Yusuf ats-Tsaqafi mengutus seseorang kepadaku. Ketika saya masuk menemuinya, ia menyalamiku dan mendekatkan daerah dudukku darinya. Ia melemparkan bantal kepadaku dan memintaku untuk bersandar padanya. Lalu ia menanyaiku masalah-masalah yang pelik baginya dalam manasik haji dan duduk kasus lainnya.

Di ketika kami menyerupai itu, al-Hajjaj mendengar seseorang yang bertalbiyah di sekitar Ka’bah, ia mengeraskan talbiyahnya, dan intonsinya tinggi sehingga menggetarkan hati. Al-Hajjaj berkata, “Bawalah orang yang bertalbiyah ini kepadaku.”

Ia pun didatangkan kepadanya dan ditanya, “Dari mana kamu?”
“Dari kaum muslimin” jawabnya.
“Aku tidak menanyaimu ihwal hal ini, akan tetapi saya bertanya ihwal negerimu”, kata al-Hajjaj.

Ia menjawab, “Dari penduduk Yaman.”
“Bagaimana kau meninggalkan pemimpinmu (maksudnya saudaranya, Muhammad bin Yusuf),?” tanya al-Hajjaj.

Ia menjawab, “Aku tinggalkan ia dalam keadaan besar, gemuk, banyak pakain, banyak berkendaraan dan banyak bepergian.”
“Bukan ihwal ini saya bertanya kepadamu,” kata al-Hajjaj.

“Kalau demikian ihwal apa engkau bertanya kepadaku,?” katanya.
Al-Hajjaj menjawab, “Aku bertanya ihwal sepak terjangnya di antara kalian.”
Ia menjawab, “Aku tinggalkan ia sebagai orang yang banyak berbuat zhalim dan sangat zhalim, taat kepada makhluk dan berbuat maksiat kepada Khaliq.”

Wajah al-Hajjaj berubah merah sebab aib terhadap orang-orang yang hadir di majlisnya. Ia berkata kepada orang tersebut, “Apa yang menyebabkanmu menyampaikan tentangnya apa yang telah kau katakan tadi, sedangkan kau tahu kedudukannya dariku?.”

Ia menjawab, “Apakah kau melihatnya dengan kedudukannya darimu lebih mulia daripada saya dengan kedudukanku dari Allah SWT?! Aku ialah delegasi rumah-Nya (Ka’bah), yang membenarkan Nabi-Nya dan Qadhi (pelaksana) agama-Nya.”
Al-Hajjaj melamun dan tidak mengucapkan jawaban sepatah kata pun.”

Thaawus melanjutkan, “Tidak usang kemudian orang tersebut berdiri dan pergi tanpa meminta izin atau dipersilahkan pergi. Aku kemudian berdiri mengikutinya di belakang. Aku berkata dalam diriku, “Sesungguhnya ia orang shalih, ikuti dan temuilah ia sebelum kumpulan orang melenyapkannya dari pandangan matamu.” Aku kemudian mengikutinya. Aku menemukannya telah berada di Ka’bah dan bergelayut di kainnya. Ia menempelkan pipinya pada dindingnya seraya mulai berkata, “Ya Allah kepada-Mu saya berlindung, dengan pengawasan-Mu saya membentengi diri. Ya Allah jadikanlah saya tenteram kepada kedermawanan-Mu, ridha dengan jaminan-Mu, terhindar dari kekikiran orang-orang yang bakhil, merasa cukup terhadap apa yang dimiliki yang egois. Ya Allah saya memohon kepada-Mu pertolongan-Mu dalam waktu dekat, kebaikan-Mu yang usang dan kebiasaan-Mu yang baik wahai Rabbul’aalamin.”

Kemudian gelombang insan pergi bersamanya hingga menyembunyikannya dari penglihatanku. Maka, saya merasa yakin bahwa tidak ada jalan untuk berjumpa dengannya sehabis itu.

Hingga di ketika sore hari Arafah saya melihatnya telah bertolak bersama manusia. Aku mendekatinya, dan ternyata ia berkata, “Ya Allah, kalau Engkau belum mendapatkan hajiku, kelelahan dan keletihanku, maka janganlah Engkau menghalangiku dari pahala atas musibahku, yaitu dengan cara Engkau tidak mengabulkanku.”

Ia pergi dalam kerumunan insan hingga kegelapan menutupinya dariku.
Setelah berputus asa untuk berjumpa dengannya, saya berkata, “Ya Allah terimalah doaku dan doanya... kabulkanlahlah harapanku dan harapannya, mantapkanlah kakiku dan kakinya pada hari tergelincirnya kaki-kaki manusia. Kumpulkan saya bersamanya di telaga Kautsar wahai Dzat Yang Paling Mulia.”
________________________________________

* Thaawus ialah burung yang indah bentuknya, panjang lehernya dan manis ekornya (burung Merak). Banyak dari para ulama dan orang shalih yang memakai nama tersebut.
** Wahb ibn Munabbih seorang tabi’i keturunan Yaman dan Persia, ia orang yang paham terhadap berita-berita ahlul kitab
*** Thailasan ialah jubah yang berwarna hijau, mahal harganya dan di pakai oleh orang-orang tertentu

Sumber http://teenozhealthanalyst.blogspot.com