Tuesday, February 27, 2018

√ Latar Belakang Sistem Tanam Paksa

Assalammualaikum, Selamat tiba di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Tanam Paksa“. Berikut dibawah ini penjelasannya:


 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Latar Belakang Sistem Tanam Paksa



Pengertian Sistem Tanam Paksa


Tanam Paksa yaitu peraturan yang dikeluarkan oleh Gubernur Jenderal Johannes Van den Bosch pada tahun 1830 yang mewajibkan setiap desa menyisihkan sebagian tanahnya (20%) untuk ditanami komoditi ekspor, khususnya kopi, tebu, dan tarum (nila). Hasil tanaman ini akan dijual kepada pemerintah kolonial dengan harga yang sudah dipastikan dan hasil panen diserahkan kepada pemerintah kolonial.


Penduduk desa yang tidak mempunyai tanah harus bekerja 75 hari dalam setahun (20%) pada kebun-kebun milik pemerintah yang menjadi semacam pajak. Pada praktiknya peraturan itu sanggup dikatakan tidak berarti sebab seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman laris ekspor dan alhasil diserahkan kepada pemerintahan Belanda. Wilayah yang dipakai untuk praktik cultuurstelstel pun tetap dikenakan pajak. Warga yang tidak mempunyai lahan pertanian wajib bekerja selama setahun penuh di lahan pertanian.


Tanam paksa yaitu abad paling eksploitatif dalam praktik ekonomi Hindia Belanda. Sistem tanam paksa ini jauh lebih keras dan kejam dibanding sistem monopoli VOC sebab ada sasaran pemasukan penerimaan negara yang sangat dibutuhkan pemerintah. Petani yang pada jaman VOC wajib menjual komoditi tertentu pada VOC, kini harus menanam tanaman tertentu dan sekaligus menjualnya dengan harga yang ditetapkan kepada pemerintah. Aset tanam paksa inilah yang mengatakan tunjangan besar bagi modal pada zaman keemasan kolonialis liberal Hindia-Belanda pada 1835 hingga 1940.




Siapakah yang Menerapkan Sistem Tanam Paksa


Pada mulanya sistem tanam paksa merupakan sistem yang dipakai untuk mengisi kas negara Belanda yang kosong pada tahun 1930 saat perang Jawa berakhir yaitu perlawanan Diponegoro. Perang timbul di Eropa, pemberontakan rakyat Belgia terhadap pemerintahan Raja Williem I menyebabkan konflik bersenjata. Selama sembilan tahun perang ini berlangsung, keuangan Belanda kosong hingga kedasar-dasarnya, di Belanda maupun di Jawa. Dalam keadaan darurat ini Johannes Van den Bosch memperlihatkan cara untuk mendapat penghasilan yang dibutuhkan untuk memulihkan keadaan keuangan kerajaan itu. Dan Van den Bosch mengenalkan sistem “Tanam Paksa” kepada raja William I, ia optimis akan menutupi utang-utang kerajaan akhir perang tersebut melalui sistemnya ini.


Sebelum ia menjadi Gubernur, ia pernah tiba ke Indonesia pada masa sebelum Deandels, Kapal yang membawanya, tiba di Pulau Jawa pada tahun 1797. Dalam perjalanan pulang, beliau ditawan oleh Britania dan menghabiskan dua tahun di Inggris, tapi pada tahun 1813, Eropa bangun melawan dominasi Prancis, kemudian Van den Bosch bergabung dengan gerakan Nasional di Belanda.


Dia memegang polisi militer tinggi di Negara Belanda. Untuk para penganggur, yang sepertinya tidak ada impian untuk memperoleh masa depan lebih baik. Van den Bosch mengorganisasi suatu “masyarakat Budiman” untuk masyarakat miskin. Setelah itu kemudian ia mendapat kiprah dari raja William I dan mendapat misi khusus ke Hindia Barat. Ketika kembali, ia diberi kiprah untuk pergi ke Hindia Timur dan mereorganisasi struktur ekonomi diwilayah Hindia Belanda (sekarang Indonesia).


Ketika ia hingga di Hindia Belanda ia menerapakan sistem yang ia rencanakan. Pada masa tanam paksa itu, Ia mengenalkan banyak sekali macam tanaman kepada penduduk pribumi untuk dikembangkan di Indonesia. Jenis tanaman tersebut dipisahkan dalam dua kategori tanaman yaitu tanaman tahunan sepertitebu, nila, tembakau dan tanaman keras menyerupai kopi, teh, lada, kina dan kayu manis.




Sejarah Sistem Tanam Paksa


Pemerintah Belanda terus mencari cara bagaimana untuk mengatasi perkara ekonomi. Berbagai pendapat mulai dilontarkan oleh para pemimpin dan tokoh masyarakat. Salah satunya pada tahun 1829 seorang tokoh berjulukan Johannes Van den Bosch mengajukan kepada raja Belanda anjuran yang berkaitan dengan cara melaksanakan politik ekonomi kolonial Belnda di Hindia. Van den Bosch beropini untuk memperbaiki ekonomi, di tanah jajahan harus dilakukan penanaman tanaman yang sanggup laris dijual di pasar dunia. Sesuai dengan keadaan di negeri jajahan, maka penanaman dilakukan dengan paksa. Mereka memakai konsep tempat jajahan sebagi tempat mengambil laba bagi negeri induk. Seperti dikatakan Baud, Jawa yaitu “gabus tempat Nederland mengapung”. Kaprikornus dengan kata lain Jawa dipandang sebagai sapi perahan.


Konsep Bosch itulah yang kemudian dikenal dengan Cultuur stelsel (Tanam Paksa). Dalam salah satu goresan pena Van den Bosch menciptakan suatu asumsi bahwa dengan Tanam Paksa, hasil tanaman ekspor sanggup ditingkatkan sebanyak kurang lebih f.15. samapi f.20. juta setiap tahun. Van den Bosch menyatakan bahwa cara paksaan menyerupai yang pernah dilakukan VOC yaitu cara yang terbaik untuk memperoleh tanaman ekspor untuk pasaran Eropa.


Raja Willem tertarik serta baiklah dengan anjuran dan asumsi Van den Bosch tersebut. Tahun 1830 Van den Bosch diangkat sebagai Gubernur Jenderal gres di Jawa. Setelah hingga di Jawa Van den Bosch segera mencanangkan sistem dan progam Tanam Paksa.




Latar Belakang Sistem Tanam Paksa


Berikut ini terdapat tujuh (7) latar belakang sistem tanam paksa, antara lain:



  1. Di Eropa, Belanda terlibat dalam peperangan-peperangan pada masa kejayaan Napoleon sehingga menghabiskan biaya yang sangat besar.

  2. Terjadinya perang kemerdekaan Belgia yang diakhiri dengan pemisahan Belgia dari Belanda pada tahun 1830.

  3. Terjadinya perang Diponegoro (1825 hingga 1830) yang merupakan perlawanan rakyat jajahan termahal bagi Belanda. Perang Diponegoro menghabisakan biaya ± 20.000.000 gulden.

  4. Kas negara Belanda kosong dan utang yang ditanggung Belanda sangat besat.

  5. Pemasukan uang dari penanaman kopi tidak banyak.

  6. Terhentinya produksi tanaman ekspor selama sistem sewa tanah berlangsung.

  7. Kegagalan usai mempraktikkan gagasan liberal 1816 hingga 1830 dalam mengeksploitasi tanah jajahan untuk mengatakan jajahan laba yang besar terhadap negara induk.




Aturan Sistem Tanam Paksa


Berikut ini terdapat sembilan (9) hukum sistem tanam paksa, antara lain:



  • Penduduk menyediakan sebagian dari tanahnya untuk pelaksanaan Tanam Paksa.

  • Tanah pertanian yang disediakan penduduk untuk pelaksanaan Tanam Paksa dihentikan melebihi seperlima dari tanah pertanian yang dimiliki penduduk desa.

  • Waktu dan pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam tanaman Tanam Paksa dihentikan melebihi pekerjaan yang dibutuhkan untuk menanam padi.

  • Tanah yang disediakan penduduk tersebut bebas dari pajak.

  • Hasil dari tanaman tersebut diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda. Jika harganya di tafsir melebihi pajak tanah yang harus di bayar oleh rakyat maka kelebihan itu diberikan kepada penduduk.

  • Kegagalan panen yang bukan kesalahan petani akan menjadi tanggung jawab pemerintah.

  • Penduduk desa yang bekerja di tanah-tanah untuk pelaksanaan Tanam Paksa berada di bawah pengawasan pribadi para penguasa pribumi, sedangkan pegawai-pegawai Eropa melaksanakan pengawasan secara umum.

  • Bagi yang tidak mempunyai tanah akan dipekerjakan pada perkebunan atau pabrik milik pemerintah selama 65 hari setiap tahun.

  • Adanya cultuur prosenten (presentasi keuntungan) yang diberikan kepada pengawas tanam paksa.




Dampak Sistem Tanam Paksa


Berikut ini terdapat dua (2) pengaruh terjadinya sistem tanam paksa, antara lain:




1. Bagi Belanda


Bagi Belanda mencakup beberapa dampak, sebagai berikut:



  • Meningakatnya hasil tanaman ekspor dari negeri jajahan dan dijual Belanda di pasaran di Eropa.

  • Perusahaan pelayaran Belanda yang semula kembang kempis sesudah adanya tanam paksa mendapat laba yang lebih besar.

  • Pabrik gula yang semula disediakan oleh kaum swasta Cina kemudian juga dikembangkan oleh Belanda.

  • Belanda mendapat laba bati slot yang besar. Keuntungan tanam paksa pertama kali pada tahun 1834 sebesar 3 juta gulden, pada tahun berikutnya sekitar 12 juta hingga 18 juta gulden.




2. Bagi Indonesia


Bagi Indonesia terdapat dua (2) dampak, sebagai berikut:


a) Dampak Negatif



  1. Kemiskinan dan penderitaan fisik dan mentalyang berkepanjangan.

  2. Pertanian khusunya padi, banyak mengalami kegagalan panen.

  3. Kelaparan dan maut terjadi dimana-mana menyerupai yang terjadi di Cirebon 1834 sebagai akhir pemungutan pajak tambah dalam bentuk beras. Di Demak (1884) dan di Grobogan (1849 hingga 1850) sebagai akhir kegagalan panen.

  4. Jumlah penduduk Indonesia menurun.

  5. Beban pajak yang berat.




b) Dampak Positif



  1. Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam jenis-jenis tanaman baru.

  2. Rakyat Indonesia mulai mengenal tanaman dagang yang berorientasi ekspor.




Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Sistem Tanam Paksa: Sejarah, Latar Belakang, Aturan & Dampak


Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!




Baca Artikel Lainnya:




Sumber aciknadzirah.blogspot.com