Friday, February 23, 2018

√ Siapa Yang Mendirikan Kerajaan Demak?

Assalammualaikum, Selamat tiba di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas perihal pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Kerajaan Demak“. Berikut dibawah ini penjelasannya:


 Disini Ibu Guru akan membahas perihal pelajaran  √ Siapa yang Mendirikan Kerajaan Demak?



Sejarah Kerajaan Demak


Awal berdirinya Kerajaan Demak dimulai dari runtuhnya kerajaan Majapahit yang diberi tanda Candra Sengkala: Sirna hilang Kertaning Bumi, yang berarti tahun saka 1400 atau 1478 M yang disebabkan lantaran perang saudara sehingga wilayah kekuasaannya memisahkan diriSementara Demak yang berada di wilayah utara pantai Jawa muncul sebagai daerah yang mandiri.


Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak merupakan penganti eksklusif dari Kerajaan Majapahit. Kerajaan Islam yang pertama di Jawa ialah Demak, dan berdiri pada tahun 1478 M, oleh Raden Fatah.  Dari gelarnya, yaitu raden, sanggup diduga ia bertalian darah dengan penguasa lama.


Pada awal kala ke-14, Kaisar Yan Lu dari Dinasti Ming di China mengirimkan seorang putri kepada raja Brawijaya V di Majapahit, sebagai tanda persahabatan kedua negara. Putri yang bagus jelita dan pandai ini segera mendapat tempat istimewa di hati raja. Raja Brawijaya sangat tunduk kepada semua kemauan sang putri jelita, hingga membawa banyak kontradiksi dalam istana Majapahit.


Pasalnya sang putri telah berakidah tauhid. Saat itu, Brawijaya sudah mempunyai permaisuri yang berasal dari Champa (sekarang berjulukan Kamboja), masih kerabat Raja Champa. Sang permaisuri mempunyai ketidakcocokan dengan putri pemberian Kaisar Yan Lu. Akhirnya dengan berat hati raja menyingkirkan putri bagus ini dari istana. Dalam keadaan mengandung sang putri dihibahkan kepada adipati Pelembang, Arya Damar.


Raden Fatah dilahirkan dari rahim sang putri Cina di Palembang. Nama kecil Raden Fatah ialah pangeran Jimbun. Karena Arya Damar sudah masuk Islam maka Raden Fatah dididik secara Islam, sehingga jadi perjaka yang taat beragama Islam.


Pada masa mudanya Raden Fatah memperoleh pendidikan yang berlatarbelakang kebangsawanan dan politik, 20 tahun lamanya ia hidup di istana Adipati Palembang.


Babad Tanah Jawi menyebutkan, Raden Patah menolak menggantikan Arya Damar menjadi bupati Palembang. Ia kabur ke pulau Jawa ditemani Raden Kusen (Adik Tiri Raden Fatah). Sesampainya di Jawa, keduanya belajar pada Sunan Ampel di Surabaya. Raden Kusen kemudian mengabdi ke Majapahit, sedangkan Raden Patah pindah ke Jawa Tengah membuka hutan Glagahwangi menjadi sebuah pesantren.


Semakin usang Pesantren Glagahwangi semakin maju. Brawijaya (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit khawatir jikalau Raden Patah berniat memberontak. Raden Kusen yang kala itu sudah diangkat menjadi Adipati Terung diperintah untuk memanggil Raden Patah. Raden Kusen menghadapkan Raden Patah ke Majapahit.


Brawijaya (diidentifikasi sebagai Brawijaya V) merasa terkesan dan hasilnya mau mengakui Raden Patah sebagai putranya. Raden Patah pun diangkat sebagai bupati, sedangkan Glagahwangi diganti nama menjadi Demak, dengan ibu kota berjulukan Bintara.


Menurut kronik Cina, Jin Bun pindah dari Surabaya ke Demak tahun 1475. Kemudian ia menaklukkan Semarang tahun 1477 sebagai bawahan Demak. Hal itu membuat Kung-ta-bu-mi (alias Bhre Kertabhumi) di Majapahit resah. Namun, berkat bujukan Bong Swi Hoo (alias Sunan Ampel), Kung-ta-bu-mi bersedia mengakui Jin Bun sebagai anak, dan meresmikan kedudukannya sebagai bupati di Bing-to-lo (ejaan China untuk Bintoro).




Letak Kerajaan Demak


 Disini Ibu Guru akan membahas perihal pelajaran  √ Siapa yang Mendirikan Kerajaan Demak?


Kerajaan Demak berjulukan Bintoro yang merupakan daerah vasal atau bawahan Kerajaan Majapahit. Kekuasaan pemerintahannya diberikan kepada Raden Fatah (dari kerajaan Majapahit) yang ibunya menganut agama Islam dan berasal dari Jeumpa (Daerah Pasai).


Letak Demak sangat menguntungkan, baik untuk perdagangan maupun pertanian. Pada zaman dahulu wilayah Demak terletak di tepi selat di antara Pegunungan Muria dan Jawa. Sebelumnya selat itu rupanya agak lebar dan sanggup dilayari dengan baik sehingga kapal dagang dari Semarang sanggup mengambil jalan pintas untuk berlayar ke Rembang.


Tetapi sudah semenjak kala XVII jalan pintas itu tidak sanggup dilayari setiap saat. Pada kala XVI agaknya Demak telah menjadi gudang padi dari daerah pertanian di tepian selat tersebut. Konon, kota Juwana merupakan sentra ibarat itu bagi daerah tersebut pada sekitar 1500. Tetapi pada sekitar 1513 Juwana dihancurkan dan dikosongkan oleh Gusti Patih, panglima besar Kerajaan Majapahit yang bukan Islam.


Ini kiranya merupakan perlawanan terakhir kerajaan yang sudah renta itu. Setelah jatuhnya Juwana, Demak menjadi penguasa tunggal di sebelah selatan Pegunungan Muria. Yang menjadi penghubung antara Demak dan Daerah pedalaman di Jawa Tengah ialah Sungai Serang (dikenal juga dengan nama-nama lain), yang kini bermuara di Laut Jawa antara Demak dan Jepara.


Hasil panen sawah di daerah Demak rupanya pada zaman dahulu pun sudah baik. Kesempatan untuk menyelenggarakan pengaliran cukup. Lagi pula, persediaan padi untuk kebutuhan sendiri dan untuk pergadangan masih sanggup ditambah oleh para penguasa di Demak tanpa banyak susah, apabila mereka menguasai jalan penghubung di pedalaman Pegging dan Pajang.




Silsilah Raja Kerajaan Demak


Ketika kerajaan Majapahit mulai mundur, banyak bupati yang ada didaerah pantai utara Pulau Jawa melepaskan diri. Berdirilah Kerajaan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Pulau Jawa. Raja-raja yang pernah memerintah Kerajaan Demak ialah sebagai berikut:






  1. Raden Fatah




Raden Fatah memerintah Demak dari tahun 1500-1518 M. Di bawah pemerintahan Raden Patah, Kerajaan Demak berkembang dengan pesat lantaran mempunyai daerah pertanian yang luas sebagai penghasil beras. Oleh lantaran itu, Kerajaan Demak menjadi kerajaan agraris-maritim.


Pada masa pemerintahan Raden Fatah, wilayah kekuasaan Kerajaan Demak mencakup daerah Jepara, Tuban, Sedayu, Palembang, Jambi dan beberapa daerah di Kalimantan.


Kerajaan Demak juga mempunyai pelabuhan-pelabuhan penting ibarat Jepara, Tuban, Sedayu, Jaratan, dan Gresik yang berkembang menjadi pelabuhan Transito (penghubung). Kerajaan Demak berkembang sebagai sentra perdagangan dan sentra penyebaran agama Islam. Jasa para Wali dalam penyebaran agama Islam sangatlah besar, baik di Pulau Jawa maupun di daerah-daerah diluar Pulau Jawa, ibarat di daerah Maluku yang dilakukan oleh Sunan Giri, di daerah Kalimantan Timur yang dilakukan oleh seorang penghulu dari Demak yang berjulukan Tunggang Parangan.


Pada masa pemerintahan Raden Fatah, dibangun Masjid Demak yang proses pembangunan masjid itu dibantu oleh para wali atau sunan. Raden Fatah tampil sebagai raja pertama Kerajaan Demak. Ia  menaklukan Kerajaan Majapahit dan memindahkan seluruh benda upacara dan pusaka Kerajaan Majapahit ke Demak. Tujuannya, semoga lambang Kerajaan Majapahit tercermin dalam Kerajaan Demak.






  1. Adipati Unus




Setelah Raden Fatah wafat, tahta Kerajaan Demak dipegang oleh Adipati Unus ialah putra sulung dari Radern Patah. Ia memerintah Demak dari tahun 1518-1521 M. Masa pemerintahan Adipati Unus tidak begitu lama, lantaran ia meninggal dalam usia yang masih muda dan tidak meninggalkan seorang putera mahkota. Adipati unus meninggal dikala melaksanakan peryerbuan ke Malaka melawan Portugis.


Sejak tahun 1509 Adipati Unus anak dari Raden Fatah, telah bersiap untuk menyerang Malaka. Namun pada tahun 1511 telah didahului Portugis tetapi Adipati Unus tidak mengurungkan niatnya.


Pada tahun 1512, Demak mengirimkan armada perangnya menuju Malaka. Namun setalah armada hingga dipantai Malaka, armada pangeran Sabrang Lor dihujani meriam oleh pasukan portugis yang dibantu oleh menantu Sultan Mahmud, yaitu Sultan Abdullah raja dari Kampar. Serangan kedua dilakukan pada tahun 1521 oleh pangeran Sabrang Lor atau Adipati Unus.


Tetapi kembali gagal, padahal kapal telah direnofasi dan menyesuaikan medan. Selain itu, dia berhasil mengadakan ekspansi wilayah kerajaan. Dia menghilangkan Kerajaan Majapahit yang beragama Hindu, yang pada dikala itu sebagian daerahnya menjalin kerjasama dengan orang-orang Portugis. Adipati Unus (Patih Yunus) wafat pada tahun 938 H/1521 M.






  1. Sultan Trenggana




Sulltan Trenggana memerintah Demak dari tahun 1521-1546 M. Dibawah pemerintahannya, Kerajaan Demak mencapai masa kejayaan. Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah Jawa Barat.


Pada tahun 1522 M, Kerajaan Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat dibawah pimpinan Fatahillah. Daerah-daerah yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan Kerajaan Padjajaran.


Armada Portugis sanggup dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah. Dengan kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (berarti kemenangan penuh).Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 Juni 1527 M itu kemudian diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.


Dalam perjuangan memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil dikuasai, ibarat Maduin, Gresik, Tuban dan Malang. Akan tetapi, ketika menyerang Pasuruan 953 H/1546 M Sultan Trenggana gugur. Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke daerahnya dengan kekerasan ternyata gagal.


Dengan demikian, maka Sultan Trenggana berkuasa selama 42 tahun. Di masa jayanya, Sultan Trenggana berkunjung kepada Sunan Gunung Jati. Dari Sunan Gunung Jati, Trenggana memperoleh gelar Sultan Ahmad Abdul Arifin. Gelar Islam ibarat itu sebelumnya telah diberikan kepada Raden Fatah, yaitu sehabis ia berhasil mengalahkan Majapahit.




Peristiwa Penting Kerajaan Demak


Perang saudara ini berawal dari meninggalnya anak sulung Raden Fatah yaitu Adipati Unus yang manjadi putra mahkota. Akhirnya terjadi kudeta antara belum dewasa dari Raden Fatah. Persaingan ketat anatara Sultan Trenggana dan Pangeran Seda Lepen (Kikin). Akhirnya Kerajaan Demak bisa dipimpin oleh Trenggana dengan menyuruh anaknya yaitu Prawoto untuk membunuh pangeran Seda Lepen. Dan hasilnya Sultan Trenggana manjadi sultan kedua di Demak.


Pada masa kekuasaan Sultan Trenggana (1521-1546), Demak mencapai puncak keemasan dengan luasnya daerah kekuasaan dari Jawa Barat hingga Jawa timur. Hasil dari pemerintahannya ialah Demak mempunyai benteng bawahan di barat yaitu di Cirebon. Tetapi Kesultanan Cirebon hasilnya tidak tunduk sehabis Demak berkembang menjadi Kesultanan Pajang.


Sultan Trenggana meninggalkan dua orang putra dan empat putri. Anak pertama perempuan dan menikah dengan Pangeran Langgar, anak kedua laki-laki, yaitu sunan prawoto, anak yang ketiga perempuan, menikah dengan pangeran Kalinyamat, anak yang keempat perempuan, menikah dengan pangeran dari Cirebon, anak yang kelima perempuan, menikah dengan Jaka Tingkir, dan anak yang terakhir ialah Pangeran Timur.


Arya Penangsang Jipang telah dihasut oleh Sunan Kudus untuk membalas final hidup dari ayahnya, Raden Kikin atau Pangeran Sedo Lepen pada dikala perebutan kekuasaan. Dengan membunuh Sunan Prawoto, Arya Penangsang bisa menguasai Demak dan bisa menjadi raja Demak yang berdaulat penuh. Pada tahun 1546 sehabis wafatnya Sultan Trenggana secara mendadak, anaknya yaitu Sunan Prawoto naik tahta dan menjadi raja ke-3 di Demak. Mendengar hal tersebut Arya Penangsang eksklusif menggerakan pasukannya untuk menyerang Demak.


Pada masa itu posisi Demak sedang kosong armada. Armadanya sedang dikirim ke Indonesia timur. Maka dengan mudahnya Arya Penangsang membumi hanguskan Demak. Yang tersisa hanyalah masjid Demak dan Klenteng. Dalam pertempuran ini tentara Demak terdesak dan mengungsi ke Semarang, tetapi masih bisa dikejar. Sunan Prawoto gugur dalam pertempuran ini. Dengan gugurnya Sunan Prawoto, belum menuntaskan duduk perkara keluarga ini. Masih ada seseorang lagi yang kelak akan membawa Demak pindah ke Pajang, Jaka Tingkir. Jaka Tingir ialah anak dari Ki Ageng Pengging bupati di wilayah Majapahit di daerah Surakarta.


Dalam babad tanah jawi, Arya Penangsang berhasil membunuh Sunan Prawoto dan Pangeran Kalinyamat, sehingga tersisa Jaka Tingkir. Dengan final hidup Kalinyamat, maka janda dari pangeran Kalinyamat membuat sayembara. Siapa saja yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka dia akan mendapat saya dan harta bendaku. Begitulah sekiranya tutur kata dari Nyi Ratu Kalinyamat.


Mendengar hal tersebut Jaka Tingkir menyanggupinya, lantaran ia juga adik ipar dari Pangeran Kalinyamat dan Sunan Prawoto. Jaka Tingkir dibantu oleh Ki Ageng Panjawi dan Ki Ageng Pamanahan. Akhirnya Arya Panangsang sanggup ditumbangkan dan sebagai hadiahnya Ki Ageng Panjawi mendapat hadiah tanah pati, dan Ki Ageng Pamanahan mendapat tanah mataram.




Kehidupan Ekonomi Kerajaan Demak


Seperti yang telah dijelaskan pada uraian bahan sebelumnya, bahwa letak Demak sangat strategis di jalur perdagangan nusantara memungkinkan Demak berkembang sebagai kerajaan maritim. Dalam kegiatan perdagangan, Demak berperan sebagai penghubung antara daerah penghasil rempah di Indonesia belahan Timur dan penghasil rempah-rempah Indonesia belahan barat.


Dengan demikian perdagangan Demak semakin berkembang. Dan hal ini juga didukung oleh penguasaan Demak terhadap pelabuhan-pelabuhan di daerah pesisir pantai Pulau Jawa. Sebagai kerajaan Islam yang mempunyai wilayah di pedalaman, maka Demak juga memperhatikan duduk perkara pertanian, sehingga beras merupakan salah satu hasil pertanian yang menjadi komoditi dagang. Dengan demikian kegiatan perdagangannya ditunjang oleh hasil pertanian, menyebabkan Demak memperoleh laba di bidang ekonomi.




Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Demak


Kehidupan sosial dan budaya masyarakat Demak lebih menurut pada agama dan budaya Islam lantaran pada dasarnya Demak ialah sentra penyebaran Islam di Pulau Jawa. Sebagai sentra penyebaran Islam Demak menjadi tempat berkumpulnya para wali ibarat Sunan Kalijaga, Sunan Muria, Sunan Kudus dan Sunan Bonar. Para wali tersebut mempunyai peranan yang penting pada masa perkembangan Kerajaan Demak bahkan para wali tersebut menjadi penasehat bagi raja Demak. Dengan demikian terjalin hubungan yang bersahabat antara raja/bangsawan/para wali/ulama dengan rakyat. Hubungan yang bersahabat tersebut, tercipta melalui training masyarakat yang diselenggarakan di Masjid maupun Pondok Pesantren. Sehingga tercipta kebersamaan atau Ukhuwah Islamiyah (persaudaraan diantara orang-orang Islam).


Demikian pula dalam bidang budaya banyak hal yang menarik yang merupakan peninggalan dari Kerajaan Demak. Salah satunya ialah Masjid Demak, dimana salah satu tiang utamanya terbuat dari pecahan-pecahan kayu yang disebut Soko Tatal. Masjid Demak dibangun atas pimpinan Sunan Kalijaga. Di serambi depan Masjid (pendopo) itulah Sunan Kalijaga membuat dasar-dasar perayaan Sekaten (Maulud Nabi Muhammad saw) yang hingga kini masih berlangsung di Yogyakarta dan Cirebon. Hal tersebut mengambarkan adanya akulturasi kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Islam.


Setelah Demak berkuasa kurang lebih setengah abad, ada beberapa hasil peradaban Demak yang hingga dikala ini masih sanggup dirasakan.



  • Sultan Demak, Senopati Jimbun pernah menyusun suatu himpunan undang-undang dan peraturan di bidang pelaksanaan hukum. Namanya: Salokantara, sebagai kitab hukum, maka didalamnya antara lain menerangkan perihal pemimpin keagamaan yang pernah menjadi hakim. Mereka disebut dharmahyaksa dan kertopapatti.

  • Gelar pengulu (kepala), juga sudah digunakan disana, yang sudah digunakan Imam di Masjid Demak. Hal in juga terkait dengan orang yang terpenting disana, yaitu nama Sunan Kalijaga. Kata Kali berasal dari bahasa Arab Qadli, walaupun hal itu juga dikaitkan dengan nama sebuah sungai kecil, Kalijaga di Cirebon. Ternyata istilah Qadli, pada masa-masa selanjutnya digunakan oleh imam-imam masjid.

  • Bertambahnya bangunan-bangunan militer di Demak dan ibukota lainnya di Jawa pada kala XVI.

  • Peranan penting Masjid Demak sebagai sentra peribadatan Kerajaan Islam pertama di Jawa. Dengan Masjid, umat Islam di Jawa sanggup mengadakan hubungan dengan pusat-pusat Islam Internasional di luar negeri (di Tanah Suci, maka dengan kekhalifahan Ustmaniyah di Turki).

  • Munculnya kesenian ibarat wayang orang, wayang topeng, gamelan, tembang macapat, pembuatan keris, dan hikayat-hikayat Jawa yang dipandang sebagai inovasi para wali yang sezaman dengan Kerajaan Demak.

  • Perkembangan sastra Jawa yang terpusat di bandar-bandar pantai utara dan pantai timur Jawa yang mungkin sebelumnya tidak di Islami, maupun pada masa-masa selanjutnaya “di Islamkan”.

  • Kemajuan Kerajaan Demak dalam banyak sekali bidang tidak bisa dilepaskan dari tugas serta Islam dalam menyusun dan membentuk pondasi Kemasyarakatan Demak yang lebih Unggul. Disamping itu tugas serta para pemimpin dan para Wali juga turut membantu kejayaan Kerajaan Demak.




Masa Kejayaan Kerajaan Demak


Demak di bawah Pati Unus ialah Demak yang berwawasan nusantara. Visi besarnya ialah menjadikan Demak sebagai kerajaan maritim yang besar. Pada masa kepemimpinannya, Demak merasa terancam dengan pendudukan Portugis di Malaka. Kemudian beberapa kali ia mengirimkan armada lautnya untuk menyerang Portugis di Malaka. Trenggana berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah.


Di bawahnya, Demak mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya ibarat merebut Sunda Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara Portugis yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).


Trenggana meninggal pada tahun 1546 dalam sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang panglima perang Demak waktu itu adalahFatahillah, perjaka asal Pasai (Sumatera), yang juga menjadi menantu raja Trenggana.


Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan Gunung Jati diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.




Runtuhnya Kerajaan Demak


Setelah wafatnya Sultan Trenggana menyebabkan kekacauan politik yang hebat di keraton Demak. Negeri-negeri belahan (kadipaten) berusaha melepaskan diri dan tidak mengakui lagi kekuasaan Demak. Di Demak sendiri timbul kontradiksi di antara para waris yang saling berebut tahta. Orang yang seharusnya menggantikan kedudukan Sultan Trengggana ialah pengeran Sekar Seda Ing Lepen.


Namun, ia dibunuh oleh Sunan Prawoto yang berharap sanggup mewarisi tahta kerajaan. Adipati Jipang yang beranama Arya Penangsang, anak pria Pangeran Sekar Seda Ing Lepen, tidak tinggal membisu lantaran ia merasa lebih berhak mewarisi tahta Demak. Sunan Prawoto dengan beberapa pendukungnya berhasil dibunuh dan Arya Penangsang berhasil naik tahta.


Akan tetapi, Arya Penangsang tidak berkuasa usang lantaran ia kemudian di kalahkan oleh Jaka Tingkir yang di bantu oleh Kiyai Gede Pamanahan dan putranya Sutawijaya, serta Ki Penjawi. Jaka tingkir naik tahta dan penobatannya dilakukan oleh Sunan Giri. Setelah menjadi raja, ia bergelar Sultan Handiwijaya serta memindahkan sentra pemerintahannya dari Demak ke Pajang pada tahun 1568.


Sultan Handiwijaya sangat menghormati orang-orang yang telah berjasa. Terutama kepada orang-orang yang dahulu membantu pertempuran melawan Arya Penangsang. Kyai Ageng Pemanahan mendapat tanah Mataram dan Kyai Panjawi diberi tanah di Pati. Keduanya diangkat menjadi bupati di daerah-daerah tersebut.


Sutawijaya, putra Kyai Ageng Pemanahan diangkat menjadi putra angkat lantaran jasanya dalam menaklukan Arya Penangsang. Ia bakir dalam bidang keprajuritan. Setelah Kyai Ageng Pemanahan wafat pada tahun 1575, Sutawijaya diangkat menjadi penggatinya.


Pada tahun 1582 Sultan Hadiwijaya wafat. Putranya yang berjulukan Pangeran Benawa diangkat menjadi penggantinya. Timbul pemberontakan yang dilakukan oleh Arya Panggiri, putra Sunan Prawoto, ia merasa mempunyai hak atasa tahta Pajang. Pemberontakan itu sanggup digagalkan oleh Pangeran Benawan dengan proteksi Sutawijaya.


Pengeran Benawan menyadari bahwa dirinya lemah, tidak bisa mengendalikan pemerintahan, apalagi menghadapi musuh-musuh dan bupati-bupati yang ingin melepaskan diri dari kekuasaan Pajang kepada saudara angkatnya, Sutawijaya pada tahun 1586. Pada waktu itu Sutawijaya telah menjabat bupati Mataram, sehingga sentra kerajaan Pajang dipindahkan ke Mataram.




Peninggalan Kerajaan Demak


Masjid Agung Demak merupakan masjid tertua di Pulau Jawa, didirikan Wali Sembilan atau Wali Songo. Lokasi Masjid berada di sentra kota Demak, berjarak + 26 km dari Kota Semarang, + 25 km dari Kabupaten Kudus, dan + 35 km dari Kabupaten Jepara.


Masjid ini merupakan cikal bakal berdirinya kerajaan Glagahwangi Bintoro Demak. Struktur bangunan masjid mempunyai nilai historis seni bangkit arsitektur tradisional khas Indonesia. Wujudnya megah, anggun, indah, karismatik, mempesona dan berwibawa. Kini Masjid Agung Demak difungsikan sebagai tempat peribadatan dan ziarah.


Penampilan atap limas piramida masjid ini menawarkan Aqidah Islamiyah yang terdiri dari tiga belahan ; (1) Iman, (2) Islam, dan (3) Ihsan. Di Masjid ini juga terdapat “Pintu Bledeg”, bertuliskan “Condro Sengkolo”, yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, dengan makna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.


Raden Fattah bersama Wali Songo mendirikan Masjid Maha karya infinit yang karismatik ini dengan memberi prasasti bergambar bulus. Ini merupakan Condro Sengkolo Memet, dengan arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti yang bermakna tahun 1401 Saka. Gambar bulus terdiri dari kepala yang berarti angka 1 ( satu ), kaki 4 berarti angka 4 ( empat ), tubuh bulus berarti angka 0 ( nol ), ekor bulus berarti angka 1 ( satu ). Bisa disimpulkan, Masjid Agung Demak berdiri pada tahun 1401 Saka.


Di museum ini utamanya disimpan bagian-bagian soko guru yang rusak (sokoguru Sunan Kalijaga, sokoguru Sunan Bonang, sokoguru Sunan Gunungjati, sokoguru Sunan Ampel), sirap, kentongan dan bedug peninggalan para wali, dua buah gentong (tempayan besar) dari Dinasti Ming hadiah dari Putri Campa kala XIV, pintu bledeg buatan Ki Ageng Selo yang merupakan condrosengkolo berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani yang berarti angka tahun 1388 Saka atau 1466 M atau 887 H, foto-foto Masjid Agung Demak tempo dulu, lampu-lampu dan peralatan rumah tangga dari kristal dan beling hadiah dari PB I tahun 1710 M, kitab suci Al-Qur’an 30 juz goresan pena tangan, maket masjid Demak tahun 1845-1864 M, beberapa prasasti kayu memuat angka tahun 1344 Saka, kayu tiang tatal buatan Sunan Kalijaga, lampu robyong masjid Demak yang digunakan tahun 1923 – 1936 M.


Peninggalan Kerajaan Demak yang masih tersimpan di Museum Masjid Agung meliputi:



  1. Soko Majapahit, tiang ini berjumlah delapan buah terletak di serambi masjid. Benda purbakala hadiah dari Prabu Brawijaya V Raden Kertabumi ini diberikan kepada Raden Fattah ketika menjadi Adipati Notoprojo di Glagahwangi Bintoro Demak 1475 M.

  2. Pawestren, merupakan bangunan yang khusus dibentuk untuk sholat jama’ah wanita. Dibuat memakai konstruksi kayu jati, dengan bentuk atap limasan berupa sirap ( genteng dari kayu ) kayu jati. Bangunan ini ditopang 8 tiang penyangga, di mana 4 diantaranya berhias gesekan motif Majapahit. Luas lantai yang membujur ke kiblat berukuran 15 x 7,30 m. Pawestren ini dibentuk pada zaman K.R.M.A.Arya Purbaningrat, tercermin dari bentuk dan motif gesekan Maksurah atau Kholwat yang menerakan tahun 1866 M.

  3. Surya Majapahit, merupakan gambar hiasan segi 8 yang sangat terkenal pada masa Majapahit. Para mahir purbakala menafsirkan gambar ini sebagai lambang Kerajaan Majapahit. Surya Majapahit di Masjid Agung Demak dibentuk pada tahun 1401 tahun Saka, atau 1479 M.

  4. Maksurah, merupakan artefak bangunan berukir peninggalan masa lampau yang mempunyai nilai estetika unik dan indah. Karya seni ini mendominasi keindahan ruang dalam masjid. Artefak Maksurah didalamnya berukirkan goresan pena arab yang pada dasarnya memulyakan ke-Esa-an Tuhan Allah SWT. Prasasti di dalam Maksurah menyebut angka tahun 1287 H atau 1866 M, di mana dikala itu Adipati Demak dijabat oleh K.R.M.A. Aryo Purbaningrat.

  5. Pintu Bledeg, pintu yang konon diyakini bisa menangkal petir ini merupakan ciptaan Ki Ageng Selo pada zaman Wali. Peninggalan ini merupakan prasasti “Condro Sengkolo” yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani, bermakna tahun 1388 Saka atau 1466 M, atau 887 H.

  6. Mihrab atau tempat pengimaman, didalamnya terdapat hiasan gambar bulus yang merupakan prasasti “Condro Sengkolo”. Prasasti ini mempunyai arti“Sariro Sunyi Kiblating Gusti”, bermakna tahun 1401 Saka atau 1479 M (hasil perumusan Ijtihad). Di depan Mihrab sebelah kanan terdapat mimbar untuk khotbah. Benda arkeolog ini dikenal dengan sebutan Dampar Kencono warisan dari Majapahit.

  7. Dampar Kencana, benda arkeologi ini merupakan peninggalan Majapahit kala XV, sebagai hadiah untuk Raden Fattah Sultan Demak I dari ayahanda Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi. Semenjak tahta Kasultanan Demak dipimpin Raden Trenggono 1521 – 1560 M, secara universal wilayah Nusantara menyatu dan masyhur, seolah mengulang kejayaan Patih Gajah Mada.

  8. Soko Tatal/Soko Guru, yang berjumlah 4 ini merupakan tiang utama penyangga kerangka atap masjid yang bersusun tiga. Masing-masing soko guru mempunyai tinggi 1630 cm. Formasi tata letak empat soko guru dipancangkan pada empat penjuru mata angin. Yang berada di barat maritim didirikan Sunan Bonang, di barat daya karya Sunan Gunung Jati, di belahan tenggara buatan Sunan Ampel, dan yang berdiri di timur maritim karya Sunan Kalijaga Demak. Masyarakat menamakan tiang buatan Sunan Kalijaga ini sebagai Soko Tatal.

  9. Situs Kolam Wudlu. Situs ini dibangun mengiringi awal berdirinya Masjid Agung Demak sebagai tempat untuk berwudlu. Hingga kini situs kolam ini masih berada di tempatnya meskipun sudah tidak dipergunakan lagi.




Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Letak Kerajaan Demak: Sejarah, Raja, Perisitwa, Masa Kejayaan, Runtuhnya & Peninggalan


Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!




Baca Artikel Lainnya:




Sumber aciknadzirah.blogspot.com