Wednesday, July 4, 2018

√ Perjuangan Tani



v  Definisi Ilmu Usahatani
Ilmu usahatani ialah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mngusahakan dan mengkoordinir faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memperlihatkan manfaat yang sebaik-baiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani mrupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga perjuangan tersebut memperlihatkan pendapatan semaksimal mungkin. Ada banyak definisi ilmu usahatani yang diberikan. Berikut ini beberapa definisi berdasarkan beberapa pakar,
         Menurut Daniel
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani mengkombinasikan dan mengoperasikan banyak sekali faktor produksi ibarat lahan, tenaga, dan modal sebagai dasar bagaimana petani menentukan jenis dan besarnya cabang usahatani berupa tumbuhan atau ternak sehingga memperlihatkan hasil maksimal dan kontinyu.
         Menurut Efferson
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara mengorganisasikan dan mengoperasikan unit usahatani dipandang sudut efisien dan pendapatan yang kontinyu.
         Menurut Vink (1984)
Ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari norma-norma yang digunakan untuk mengatur perjuangan tani supaya memperoleh pendapatan yang setinggi-tingginya.
         Menurut Prawirokusumo (1990)
Ilmu usahatani merupakan ilmu terapan yang membahas atau mempelajari bagaimana menciptakan atau memakai sumberdaya secara efisien pada suatu perjuangan pertanian, peternakan, atau perikanan. Selain itu, juga sanggup diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana menciptakan dan melaksanakan keputusan pada perjuangan pertanian, peternakan, atau perikanan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati oleh petani/peternak tersebut.
                     Menurut Soekartawi (1995)
Bahwa ilmu usahatani ialah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh laba yang tinggi pada waktu tertentu.
         Menurut Adiwilaga (1982),
Ilmu usahatani ialah ilmu yang memeriksa segala sesuatu yang berafiliasi dengan acara orang melaksanakan pertanian dan permasalahan yang ditinjau secara khusus dari kedudukan pengusahanya sendiri atau Ilmu usahatani yaitu memeriksa cara-cara seorang petani sebagai pengusaha dalam menyusun, mengatur dan menjalankan perusahaan itu.
Dari banyak sekali definisi tersebut sanggup disimpulkan bahwa dengan melalui produksi pertanian yang berlebih maka diharapakan memperoleh pendapatan tinggi. Dengan demikian, harus dimulai dengan merencanakan untuk menentukan dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi pada waktu yang akan tiba secara efisien sehingga sanggup diperoleh pendapatan yang maksimal. Dari definisi tersebut juga terlihat ada pertimbangan irit di samping pertimbangan teknis.

         Uraikan dengan terperinci mengenai Tri Tunggal Usahatani
Dalam usahatani ada tiga elemen pokok yaitu lahan, tumbuhan atau ternak yang akan dibudidayakan dan petani sebagai juru tani dan pengelola usahatani. Hubungan antara ketiga elemen pokok ini tak sanggup dipisahkan satu sama lain, dan oleh hasilnya disebut sebagai TRI TUNGGAL USAHATANI.
         Lahan
Kemampuan lahan sebagai input pertanian dinilai dari :
         Kesesuaian lahan untuk ditanami jenis tumbuhan tertentu. Makin banyak jenis tumbuhan yang sesuai ditanam di lahan tersebut maka kemampuan lahan akan semakin tinggi.
         Kemampuan lahan untuk berproduksi. Lahan yang subur akan bisa menghasilkan produksi tumbuhan yang tinggi. Oleh sebab itu lahan yang subur mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi.
         Kemampuan lahan untuk diolah secara berlanjut. Lahan yang dirawat melalui konservasi lahan, terutama yang letaknya di lereng-lereng pegunungan akan bernilai lebih tinggi dibandingkan lahan tidur yang tak pernah dirawat
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi baik buruknya kelas kemampuan lahan pertanian adalah:
         kemiringan lereng
          irigasi dan drainase
         kedalaman tanah
         tekstur bawah
         derajat kelembaban
         permeabilitas
         resiko kebanjiran
         Tanaman
Sebagaimana telah dijelaskan terdahulu, tumbuhan ialah pabrik pertanian primer. Tumbuhan dapat  mengambil  gas  karbondioksida  dari  udara  me-lalui  daunnya. Akar  tumbuhan menyerap  hara  dari  dalam tanah.  Selanjutnya  dengan memanfaatkan  sinar matahari, tanaman  melakukan  proses fotosintesis yang menghasilkan biji, buah, serat dan minyak.
         Petani
Dalam  menjalankan usahataninya,  petani  memiliki dua tugas yaitu  sebagai kultivator  (juru  tani)  dan  manajer (pengelola) adalah  sebagai  juru  tani. Dalam melakukan  perannya  sebagai juru  tani,  petani  melakukan berbagai    kegiatan    seperti  menyemaikan benih,  menanam,  menyiang,    mengatur  irigasi serta  melindungi  tanaman  terhadap  hama,  penyakit  dan gulma. Peran  petani  sebagai pengelola  mencakup  tak  hanya keterampilan  fisik  semata  namun   lebih    merujuk pada  keterampilan  berpikir,  mengatur dan mengorganisasikan usahatani.  Tugas  petani  terpenting sebagai  manajer  adalah  mengambil keputusan bisnis,  termasuk melakukan  tawar menawar dalam  proses  pemasaran  dan perundingan bisnis lainnya. 

v  Sejarah Perkembangan Usahatani Di Indonesia Mulai Dari Jaman Penjajahan Hingga Sekarang.

Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dan mayoritas dalam kehidupan bangsa Indonesia dari semenjak sebelum kemerdekaan. Sebagian besar penduduk berada di perdesaan dan bersandar pada sektor pertanian. Produksi pangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat hampir seluruhnya dihasilkan oleh pertanian rakyat. Namun demikian selama masa penjajahan, pertanian rakyat tidak banyak mengalami kemajuan. Bahkan di Jawa, petani pada dasarnya mensubsidi perusahaan besar dengan upah dan sewa tanah yang rendah. Sebagai warisan kolonial struktur pertanian bersifat dualistik, antara sektor pertanian rakyat yang tradisional dengan perjuangan pertanian besar khususnya perkebunan yang modern yang ditangani oleh kaum pendatang.
Dalam rangka politik etis, pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1905 mendirikan Departemen Landbouw, Neiverheid en Handel (Departemen Pertanian, Kerajinan dan Perdagangan), disusul dengan pembentukan Landbouw Voorlichtings Dienst (Dinas Penyuluhan Pertanian) pada tahun 1910 sebagai cikal bakal Dinas Pertanian Rakyat. Namun forum tersebut tidak efektif dalam mentransformasikan pertanian rakyat sebab memang perjuangan ke arah itu tidak dilakukan dengan sangat sungguh-sungguh.
Sejak awal kemerdekaan, pemerintah memperlihatkan perhatian khusus pada pembangunan pertanian. Upaya pokok untuk meningkatkan produksi guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk dititikberatkan pada peningkatan produktivitas perjuangan tani. Pada tahun 1947 melalui "Rencana Kasimo", diupayakan peningkatan produksi pangan melalui perbaikan perjuangan tani. Setelah legalisasi kedaulatan ada "Rencana Kesejahteraan Istimewa" (RKI) yang merencanakan pembangunan Balai Benih, pengelolaan dan perbaikan pengairan perdesaan, pembangunan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD), Percobaan Pengusahaan Tanah Kering (PPTK), perbaikan lahan kritis, serta pembangunan taman ternak dan pusatpusat pembibitan ternak. Pada tahun 1958 didirikan "Padi Sentra", yaitu intensifikasi yang dipusatkan pada sentra-sentra produksi padi melalui pemberian kredit natura dan modal kerja kepada petani. Dengan terus meningkatnya impor beras, Kementerian Pertanian Kabinet Kerja menetapkan bahwa dalam tiga tahun semenjak tahun 1959 Indonesia harus sudah swasembada beras, dan untuk itu dibuat Komando Operasi Garakan Makmur (KOGM). Namun upaya-upaya tersebut tidak sanggup terealisasi sebab situasi politik dan keamanan yang senantiasa bergejolak dan terbatasnya dana yang dapat disediakan untuk mendukung pelaksanaannya.
Konsep intensifikasi kemudian diperbaharui berdasarkan hasil Pilot Proyek Demonstrasi Panca Usaha Lengkap yang dilakukan di Karawang pada ekspresi dominan tanam (MT) 1963/64. Panca Usaha merupakan paket teknologi berupa penggunaan bibit unggul, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit, perbaikan pengolahan lahan, serta pengaturan tata air irigasi. Pada MT 1964/65 dilaksanakan Demonstrasi Massal (Demas) intensifikasi seluas 10.200 hektare di 15 propinsi pusat produksi dengan hasil yang sangat menggembirakan. Namun kondisi sosial ekonomi dan politik pada ketika itu sangat tidak memungkinkan bagi penerapan konsep intensifikasi ini secara cepat dan meluas. Bahkan acara petani sangat terganggu dengan memanasnya situasi politik terutama karena agitasi Barisan Tani Indonesia (BTI) yang merupakan cuilan dari Partai Komunis Indonesia (PKI). Produksi pertanian terutama beras mengalami stagnasi yang diikuti dengan kenaikan harga yang tinggi.
Dalam situasi demikian lahirlah Orde Baru yang bertekad untuk memperbaiki seluruh aspek kehidupan bangsa, termasuk kehidupan ekonomi, kembali secara murni dan konsekuen pada pengamalan Pancasila dan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945. Setelah melalui masa stabilisasi dan rehabilitasi, dilancarkan pembangunan nasional dengan titik berat pada pembangunan ekonomi yang ditekankan pada pembangunan sektor pertanian dengan target terutama pada peningkatan produksi pangan dan penciptaan lapangan kerja sekaligus untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.
Upaya untuk membangun sektor pertanian pada ketika itu dititik beratkan pada agenda intensifikasi yang dikenal dengan Bimbingan Massal (Bimas) yang merupakan pelaksanaan Panca Usaha lengkap didukung oleh pemberian kredit murah. Pada tahun 1968 diperkenalkan varietas unggul gres PB5 dan PB8 yang mempunyai potensi produksi lebih tinggi, tanggap terhadap pemupukan, dan berumur pendek serta lebih tahan terhadap hama penyakit dibanding varietas unggul sebelumnya. Dengan makin meluasnya pelaksanaan Bimas dan makin tumbuhnya kesadaran petani untuk menerapkan teknologi anjuran, maka semenjak tahun 1968 dilaksanakan agenda Intensifikasi Massal (Inmas) yang merupakan agenda intensifikasi tanpa pemberian kredit murah.
Guna mensukseskan pelaksanaan agenda intensifikasi sekaligus meningkatkan pendapatan petani, training BUUD/KUD selanjutnya diatur dengan Inpres Nomor 2 tahun 1978. Kemudian dengan Inpres Nomor 4 Tahun 1984 training dan pemantapan sistem organisasi KUD makin disempurnakan.
Dalam rangka membuatkan perjuangan tani kecil, pelaksanaan program intensifikasi dilakukan melalui pendekatan kelompok. Untuk itu dibuat kelompok tani yang beranggota 25-30 orang, sebagai kelompok berguru dan sekaligus sebagai kelompok perjuangan untuk membina kerjasama antar petani. Sejak tahun 1974 diperkenalkan Intensifikasi Khusus (Insus) yang merupakan pengelolaan intensifikasi usaha tani padi pada hamparan kelompok. Penanaman serentak pada satu hamparan tersebut dilakukan juga dalam rangka menanggulangi ledakan hama wereng, sekaligus dibarengi dengan penggunaan varietas unggul tahan wereng (VUTW). Di samping itu, diterapkan pula Operasi Khusus (Opsus) untuk daerah-daerah yang belum terjangkau agenda intensifikasi, khususnya di wilayah terpencil atau wilayah produksi padi gogo dan gogo rancah. Dalam perkembangan selanjutnya digalang kerjasama antar kelompok tani dalam satu wilayah yang luas, ibarat wilayah irigasi tersier atau Wilayah Kerja Balai Penyuluhan Pertanian (WKBPP).
Melalui banyak sekali contoh intensifikasi tersebut di atas, petani makin terbiasa bekerja dengan menerapkan teknologi yang sesuai, sehingga produktivitas terus meningkat. Sementara itu dalam rangka mempercepat peningkatan produksi padi dilaksanakan pula upaya rehabilitasi dan pembangunan jaringan irigasi serta pencetakan sawah baru. Sawah-sawah gres tersebut segera dimanfaatkan dalam ekspansi areal intensifikasi. Upaya peningkatan produksi melalui intensifikasi juga didukung oleh penyediaan pupuk yang diproduksi dalam negeri, pengembangan benih-benih unggul baru, serta kebijaksanaan harga dan subsidi yang memperlihatkan perangsang pada petani untuk menerapkan teknologi baru. Terjadilah apa yang disebut Revolusi Hijau, yang mengantarkan pada salah satu keberhasilan pembangunan yang menonjol dalam PJP I, yaitu tercapainya swasembada beras pada tahun 1984. Pada tahun 1984 tersebut produksi beras mencapai 25,8 juta ton dengan luas panen 9,8 juta hektare, diantaranya luas panen intensifikasi sekitar 7,4 juta hektare, serta melibatkan sekitar 12 juta keluarga tani.
Meluasnya pelaksanaan agenda intensifikasi dengan memakai paket sarana produksi telah mendorong meningkatnya penggunaan pestisida secara kurang bijaksana yang menjadikan kerusakan lingkungan dan terbunuhnya musuh-musuh alami, serta timbulnya eksplosi hama. Berdasarkan Inpres Nomor 3 Tahun 1986 telah tidak boleh penggunaan 57 jenis pestisida, dan pengendalian hama terpadu (PHT) dijadikan sebagai seni administrasi pengendalian llama dan penyakit. Para petani dilatih perihal penerapan teknik-teknik PHT melalui metode dinamika kelompok dalam Sekolah Lapangan PHT (SLPHT). Sejak tahun 1989 subsidi pestisida dihapus. Sementara itu dalam rangka meningkatkan pendapatan, taraf hidup dan kemandirian petani ditetapkan tatanan kelembagaan baru, yaitu Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 perihal Sistem Budidaya Tanaman, yang  antara lain memberi kebebasan kepada petani untuk menentukan pengusahaan komoditas yang paling menguntungkan.

Pada tahun terakhir PJP I produksi beras mencapai 31.318 ribu ton dengan luas panen 11,0 juta hektare diantaranya luas panen intensifikasi sekitar 9,5 juta hektare. Berdasarkan sensus pertanian tahun 1993 jumlah keluarga tani ialah 21,5 juta dengan pemilikan rata-rata lahan 0,83 hektare, yang sebagian besar mengusahakan tumbuhan pangan.
Struktur perekonomian Indonesia merupakan topik strategis yang hingga kini masih menjadi topik sentral dalam banyak sekali diskusi di ruang publik. Gagasan mengenai langkah-langkah perekonomian Indonesia menuju kurun industrialisasi, dengan mempertimbangkan perjuangan mempersempit jurang ketimpangan sosial dan pemberdayaan daerah, sehingga terjadi pemerataan kesejahteraan kiranya perlu kita penilaian kembali sesuai dengan konteks kekinian dan tantangan perekonomian Indonesia di kurun globalisasi.
Tantangan perekonomian di kurun globalisasi ini masih sama dengan kurun sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, kini ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke hingga Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya.
Berdasarkan pertimbangan ini, maka sektor pertanian menjadi sektor penting dalam struktur perekonomian Indonesia. Seiring dengan berkembangnya perekonomian bangsa, maka kita mulai mencanangkan masa depan Indonesia menuju kurun industrialisasi, dengan pertimbangan sektor pertanian kita juga semakin kuat.
Seiring dengan transisi (transformasi) struktural ini kini kita menghadapi banyak sekali permasalahan. Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini sebab semakin terbatasnya lahan yang sanggup digunakan untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar menciptakan kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan banyak sekali sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga menciptakan pertanian beririgasi teknis semakin berkurang.
Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini ialah sebab pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang. Banyak waduk dan embung serta akses irigasi yang ada perlu diperbaiki. Hutan-hutan tropis yang kita miliki juga semakin berkurang, ditambah lagi dengan siklus cuaca El Nino-La Nina sebab efek pemanasan global semakin mengurangi pasokan air yang dialirkan dari pegunungan ke lahan pertanian.
Sesuai dengan permasalahan nyata yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang sanggup menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama sebab semakin murahnya produk pertanian, ibarat beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.
Struktur tenaga kerja kita kini masih didominasi oleh sektor pertanian sekitar 42,76 persen (BPS 2009), selanjutnya sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar 20.05 persen, dan industri pengolahan 12,29 persen. Pertumbuhan tenaga kerja dari 1998 hingga 2008 untuk sektor pertanian 0.29 persen, perdagangan, hotel dan restoran sebesar 1,36 persen, dan industri pengolahan 1,6 persen.
Sedangkan pertumbuhan besar untuk tenaga kerja ada di sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa sebesar 3,62 persen, sektor kemasyarakatan, sosial dan jasa langsung 2,88 persen dan konstruksi 2,74 persen. Berdasarkan data ini, sektor pertanian memang hanya mempunyai pertumbuhan yang kecil, namun jumlah orang yang bekerja di sektor itu masih jauh lebih banyak dibandingkan dengan sektor keuangan, asuransi, perumahan dan jasa yang pertumbuhannya paling tinggi.
Data ini juga memperlihatkan tugas penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua seni administrasi yang sanggup dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.

Sumber http://kickfahmi.blogspot.com