Tuesday, July 3, 2018

√ Transformasi Genetik


RESUME JURNAL
Transformasi Genetik Nicotiana benthamiana dengan Gen CP untuk Mendapatkan Ketahanan Tanaman terhadap Peanut Stripe Virus
Nur YASIN
Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,Jl. Prof. Dr. Sumantri
Brojonegoro 1, Bandar Lampung 35145

Di Indonesia, PStV (Peanut Stripe Virus) menjadi dilema dalam perjuangan budidaya kacang tanah. Perkembangan teknologi DNA rekombinan telah memperlihatkan cita-cita dan ca-krawala gres dalam mengatasi penyakit yang disebabkan oleh virus tanaman. Transfer gen pada flora telah sanggup menghasilkan flora transgenik yang mengandung gen gila yang berfungsi dan terintegrasi ke dalam genom flora tersebut. Beberapa metode telah dikembangkan untuk menciptakan flora transgenik. Salah satu metodenya yakni penggunaan Agrobacterium tumefaciens. Karena kemampuannya untuk melaksanakan rekayasa sel flora secara genetik melalui T-DNA maka setiap strain A. tumefaciens secara alami bisa melaksanakan rekayasa genetika tanaman.
Gen coat protein (CP) sekarang telah sanggup dimanfaatkan dalam rekayasa genetika tanaman. Gen CP telah dipakai dalam penelitian untuk mendapat flora kedelai transgenik yang tahan terhadap Soybean dwarf virus (Tougou et al., 2007).  Dalam penelitian ini dipakai 4 tipe konstruksi gen CP yang ditransformasi ke flora model Nicotiana benthamiana dengan santunan A. tumefaciens AGL0. Inokulasi virus untuk pengujian ketahanan flora transgenik model terhadap PStV (Peanut Stripe Virus) memakai cara mekanik.
            Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi (1) transformasi genetik (proses rekayasa genetika) flora dan (2) ketahanan flora transgenik model (Nicotiana benthamiana) generasi T0 yang membawa beberapa tipe gen CP (Tabel 1) dan gen GUS terhadap abuh PStV. Beberapa flora yang diuji yakni (a) flora transgenik yang membawa tipe gen CP PStV sebagaimana yang dipunyai oleh cistron CP dari genom PStV (gen CP-1), (b) flora transgenik dengan gen CP PStV yang telah mengalami mutasi titik alias kehilangan DAG-box motif-nya (gen CP-2) , (c) flora transgenik dengan gen CP PStV yang mengekspresikan mRNA dan mRNA-nya yang tidak sanggup ditranslasi menjadi protein (gen CP-3), dan (d) flora transgenik dengan gen CP PStV yang mengekspresikanbagian tengah CP (gen CP-4).

Adapun materi dan metode yang diharapkan sebagai berikut:
Penyediaan Kultur Agrobacterium
Untuk menyegarkan stok Agrobacterium, bakteri, yang masing-masing membawa gen marker atau salah satu dari tipe gen CP PStV, dari stok penyimpanan dibiakkan di cawan petri yang mengandung media YEP, antibiotik rifampisin (20 mg/l), dan kanamisin (50 mg/l). Biakan ini diinkubasi selama dua hari pada ruang inkubasi dengan temperatur 28oC.  Biakan dikocok dengan kecepatan 100 rpm, selama satu malam memakai pengocok (shaker) yang diinkubasikan dalam ruang bersuhu 28oC.
Setelah pembiakan dalam YEP padat yang kedua, tiga hingga lima koloni basil yang didapat dipindahkan ke media YEP cair (50 ml) dengan kedua antibiotik tersebut, dikocok dengan kecepatan 100 rpm pada shaker dan diinkubasikan dalam ruang kultur bersuhu 28oC selama semalam. Biakan yang didapat siap dipakai untuk transformasi tanaman.
Kultur basil yang telah disiapkan disentrifugasi (5000 rpm, selama 10 menit) pada suhu 40C dan endapan basil yang didapat dicuci tiga kali dengan media regenerasi tunas cair tanpa antibiotik. Setelah pencucian, endapan basil diresuspensikan ke dalam 10 ml media regenerasi dan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 600 nm (λ600) dengan blanko media regenerasi. Suspensi basil diencerkan dengan media regenerasi hingga mencapai nilai OD (optic density) sebesar 0,2—0,5. Suspensi basil diletakkan dalam remahan es dan siap dipakai untuk transformasi tanaman.
Transformasi dan Regenerasi N. Benthamiana Transgenik Inokulasi Agrobacterium. Transformasi gen dilakukan dengan metode kokultivasi daun N.benthamiana dengan Agrobacterium. Daun tembakau dipotong-potong selebar 3—5 mm dengan gunting steril dan ditampung dalam botol steril yang berisi sedikit cairan media regenerasi. Untuk menginokulasi potongan daun dengan Agrobacterium suspensi basil sebanyak 50 ml yang telah diadaptasi OD-nya dituangkan ke botol steril yang telah berisi potongan daun tersebut. Botol steril ditutup dan disegel denganYasin.  parafilm kemudian dikocok pelan-pelan pada shaker selama 5—10 menit. Selanjutnya, potongan daun yang telah diinokulasi dipindahkan ke kertas tissu steril pada cawan petri untuk menyerap kelebihan cairan dan suspensi bakteri.
Kokultivasi.
Kokultivasi potongan daun dengan Agrobacterium dilakukan dengan menanam potongan daun tersebut dalam botol yang berisi media regenerasi (media agar) tanpa antibiotik. Pada tahap ini daun-daun ditata/disusun agak padat dalam media regenerasi. Botol disegel dan diinkubasi dalam almari es pada suhu 15oC selama satu hari. Setelah melewati masa kokultivasi, eksplan dicuci dengan aquades steril beberapa kali hingga aquades tampak bening dan hasilnya dicuci dengan 50 ml media regenerasi cair yang mengandung cefotaksim (300 mg/l).
Regenerasi flora transgenik.
Eksplan yang telah dibersihkan dipindahkan ke media regenerasi padat yang mengandung antibiotik cefotaksim 300 mg/l selama 3—5 hari. Setelah itu, eksplan dicuci kembali sebagaimana sebelumnya dan ditanam pada media regenerasi yang mengandung cefotaksim (300 mg/l) dan kanamisin (100 mg/l) hingga membentuk tunas (1—2 bulan). Setelah tunas yang terbentuk memanjang, tunas dipotong menjadi 3 penggalan untuk perbanyakan dan ditanam bersama dalam botol media yang mengandung cefotaksim dan kanamisin. Jika 3 eksplan ini telah tumbuh dengan baik maka 1 eksplan disubkultur di media regenerasi yang mengandung cefotaksim dan kanamisin untuk konservasi (disimpan) dalam bentuk kultur. Dua eksplan lainnya ditanam di media perakaran (MS0). Jika plantlet dari 2 eksplan ini telah berakar dengan baik maka 1 plantlet dibersihkan dari supaya kemudian dipindahkan ke media tanah untuk aklimatisasi dan 1 plantlet lagi untuk disubkultur lagi ke media perakaran untuk cadangan kalau planlet yang diaklimatisasi mati.
Aklimatisasi dan Produksi Benih T0:1
Plantlet yang telah berakar dengan baik dibersihkan agarnya dari perakaran kemudian dicelupkan ke dalam larutan fungisida Dithane (1g/l) dan dipindahkan ke pot plastik yang berisi media tanah steril yang telah disiram pupuk N-P-K cair (0,5 gr/l) dan disungkup dengan botol untuk mengurangi penguapan. Biji yang pertama dihasilkan merupakan biji atau benih T0:1. Biji-biji T0:1 dari flora transgenik CP-1, CP-2, CP-3, dan transgenik CP-4 sesudah ditanam kemudian diuji dengan PStV.
Uji Ketahanan N. benthamiana Transgenik terhadap PStV
Untuk memilih keefektifan gen CP PStV yang diuji, populasi flora transgenik yang masing-masing membawa satu tipe gen CP diinokulasi dengan PStV dan respon flora terhadap inokulasi virusnya ditentukan menurut ada tidaknya replikasi dan penyebaran PStV di dalam flora transgenik.
Sumber inokulum.
Perbanyakan sumber inokulum dilakukan pada flora kacang tanah cv kelinci yang diinokulasi secara mekanik dengan PStV isolat Bogor yang tergolong sebagai isolat "severe bloth-stripe" (Akin, 1998).



Inokulasi flora transgenik dengan PStV.
Inokulasi PStV dilakukan dengan cara mengoleskan cairan perasan daun kacang tanah terinfeksi PStV yang telah disiapkan ke N. benthamiana yang telah ditaburi Carborundum tersebut dengan memakai cotton buds.

Hasil Dan Pembahasan
Dari data sanggup dilihat bahwa masa kritis untuk regenerasi flora transgenik hasil kultur jaringan yakni tahapan aklimatisasi. Dari 180 pucuk calon flora transgenik yang didapat dari proses transformasi yang berhasil menjadi flora di rumah beling sesudah diaklimatisasi hanya 88 flora (49%). Selanjutnya, dari 88 flora yang didapat tersebut hanya 43 flora transgenik generasi T0 (24%) yang sanggup menghasilkan biji T0:1. Untuk gen CP PStV tipe CP-1 didapatkan dua genotip flora transgenik yang menghasilkan biji, sedangkan untuk tipe CP-2 — 5 genotipe, tipe CP-3 — 6 genotipe, CP-4 — 6 genotipe.  Untuk gen marker NPTII/GUS didapat 7 genotipe tanaman transgenik yang menghasilkan biji T0:1. Tidak semua flora transgenik sanggup tumbuh dan berkembang hingga menghasilkan biji. Respon flora T0 terhadap PStV telah diuji. Beberapa flora transgenik memperlihatkan respon tahan terhadap PStV, ada juga flora yang rentan terhadap PStV. Tanaman kontrol yang terdiri dari flora transgenik NPTII/GUS dan flora non transgenik semuanya rentan terhadap PStV. Ketahanan flora transgenik terhadap PStV terjadi akhir integrasi gen CP dan bukan lantaran integrasi gen marker atau lantaran proses-proses lain yang dilalui dalam acara transformasi flora dengan santunan Agrobacterium.

Sumber http://kickfahmi.blogspot.com