Friday, August 17, 2018

√ Yang Mulia Lagi Bercahaya



Jika ia permata, maka ialah permata dunia yang paling terperinci cahayanya. Sebab pada dirinyalah segala kemuliaan bermuara. Dunianya ialah surga. Akhiratnya juga surga. Sungguh, bila ia permata, ialah permata yang paling berharga. Ketegarannya, kesucian dan kelembutan hatinya, keikhlasannya, mengakibatkan ia pemimpin para perempuan di surga. 
Pernah suatu hari tiba seorang muallaf Yahudi yang gres saja masuk Islam. Muallaf itu ditemani Salman al Farisi mencari muslim bahagia memberi yang berkenan menolong ia yang lapar. Jauh berjalan tak kunjung ada yang memberinya makan. Hingga sampailah mereka di rumah perempuan mulia itu. Salman tahu perempuan itu juga kekurangan. Ia pun hendak berlalu dari tempatnya. Namun kedermawanan si perempuan melampaui himpitan yang ia rasa. Diambilnya kain dari dalam rumahnya. Diberikannya pada Salman untuk dijual kemudian ditukar dengan materi pangan.

Sekembalinya Salman, perempuan itu sendiri yang kemudian menggiling jagung yang dibawanya. Ia sendiri yang berpeluh-peluh mengolah tepung jagung itu, membentuk dan memanggangnya hingga menjadi beberapa buah roti. Ketika roti itu telah siap, dikemasnya dan diberikannya semua pada mualaf tadi. Mengetahui kesulitan hidup perempuan itu, Salman pun bertanya mengapa tidak disisakannya barang sedikit untuk keluarganya. Maka dengan cahaya yang terpancar dari wajahnya, perempuan mulia itu pun menjawab, “Tidak berhak saya mengambil serpihan dari apa yang telah kuberikan di jalan Alloh.”Subhanalloh! Si mualaf pun terharu dan menangis. Makin kuatlah keimanannya.

Dalam kehidupannya yang serba sulit, nuansa keimanan dan kesabaran tak pernah luput dari sisinya. Meski ditinggal ibunya semenjak remaja, lantas ditinggal pula oleh ketiga saudarinya, ia justru semakin besar lengan berkuasa dan bahkan menguatkan ayahnya tercinta. Betapa ia menjadi pelipur lara ayahandanya dari banyak sekali tentangan. Betapa ia berharap seandainya bisa menjadi tebusan baginya dan mencegahnya dari penganiaayaan kaum kafir durjana. Meski lemah tubuhnya. Meski besar murung di hatinya. Yang ia tahu hanyalah, bahwa ia harus melaksanakan yang terbaik dari yang ia bisa, untuk Alloh, untuk agamaNYA.

Dan dialah Assidiqah itu. Dialah Athahirah. Dialah Fatimah Az Zahra, bunga yang semerbak wanginya dan bercahaya wajahnya, putri kesayangan manusia paling mulia. Meski kita tak bisa bertemu ia di dunia, mari berazzam untuk bisa berjumpa dengannya di surga. Tentunya dengan mengakibatkan diri kita muslimah yang sholeha lagi mulia, yang bercahaya menyerupai dirinya. [SKC]

Sumber http://frequencia89.blogspot.com