Sunday, August 6, 2017

√ Metode Yang Sempurna Dalam Menulis Sebuah Naskah Drama

Metode yang Tepat dalam Menulis Sebuah Naskah DramaSeorang penulis harus mengetahui tehnik-tehnik untuk menulis sebuah naskah drama sebelumnya semoga naskah yang ditulis menjadi cantik untuk dipentaskan. Menulis naskah drama tidak jauh berbeda dengan menulis cerpen maupun novel tetapi lebih baik kita mengetahui terlebih dahulu pengertian naskah drama itu sendiri. Luxemburg (dalam Depdiknas, 2004:170) mendefinisikan ‘Teks drama yaitu sebagai semua teks yang berbentuk dialog-dialog. Disamping itu, Ia juga menuturkan bahwa terdapat tiga pokok yang perlu ditinjau dalam sebuah drama yaitu: situasi penyajian, alur dan bahasa’. 
Metode yang Tepat dalam Menulis Sebuah Naskah Drama √ Metode yang Tepat Dalam Menulis Sebuah Naskah Drama
Metode Menulis Naskah Drama

Selanjutnya, penulis harus mengetahui teknik-teknik penulisan drama yaitu sebagai berikut: 

(1) Menciptakan setting (latar), (2) melaksanakan eksplorasi (pengamatan
dan pencatatan), (3) menulis latar, (4) membuat tokoh, (5) mendeskripsikan tokoh, (6) meletakkan tokoh dalam latar, (7) membuat tokoh berbicara, (8) penempatan semua elemen gotong royong menjadi skenario dasar, (9) membuat skenario dasar (kasar): menyusun adegan, (10) menulis rangkaian adegan ke dalam draft dan (11) penulisan draf kedua: menulis kembali draft pertama. (Depdiknas, 2004:144) 
Oleh Waluyo (dalam Depdiknas, 2004:167-170) menyebutkan untuk menulis naskah secara lengkap dan rinci siswa harus memahami terlebih dahulu struktur drama yaitu:

(1) Plot atau kerangka cerita
Sebagaimana kita pahami, Plot merupakan jalinan dongeng atau kerangka/konsep dari awal hingga final sebuah dongeng yang merupakan jalinan konflik antara dua tokoh yang berlawanan (Antagonis). Konflik itu berkembang lantaran pertentangan antara sifat dua tokoh yang berlawanan. Sifat dua tokoh utama yang bertentangan misalnya, kebaikan kontra kejahatan, tokoh sopan kontra tokoh yang brutal, tokoh pembela kebenaran kontra bandit, tokoh kesatria kontra penjahat dan sebagainya. Konflik itu semakin usang semakin meningkat kemudian mencapai titik klimaks. Setelah titik puncak insiden tersebut akan menuju penyelesaian.

(2) Penokohan atau perwatakan
Penokohan bersahabat hubungannya dengan perwatakan. Susunan tokoh yaitu daftar tokoh-tokoh yang berperan dalam sebuah drama. Dalam susunan tokoh yang terlebih dahulu dijelaskan yaitu nama, umur, jenis kelamin, tipe fisik, jabatan dan keadaan kejiwaannya. Penulis dongeng harus menggambarkan perwatakan tokoh-tokohnya sehingga tabiat tokoh itu akan menjadi konkret terbaca dalam obrolan dan catatan samping. Jenis dan warna obrolan akan menggambarkan tabiat tokoh.  
Watak para tokoh tersebut harus konsisten dari awal hingga akhir.  Watak tokoh protagonis dan tokoh antagonis harus memungkinkan keduanya menjalin pertikaian sehingga pertikaian itu memungkinkan untuk menjelma klimaks. Kedua tokoh ini haruslah tokoh-tokoh yang mempunyai tabiat  yang berpengaruh (berkarakter) sehingga tabiat yang berpengaruh itu kontradiktif antara keduanya. Dapat juga keduanya mempunyai kepentingan yang sama saling berebut sesuatu atau saling bersaing.
Sifat tabiat para tokoh digambarkan dalam tiga dimensi (watak dimensional). Adapun Penggambaran tersebut menurut keadaan psikis,  sisoal dan fisik. Keadaan fisik biasanya dilukiskan pada awal gres kemudian dilaanjutkan keadaan sosial.  Pelukisan tabiat pemain sanggup pribadi pada obrolan yang mewujudkan tabiat dan perkembangan lakon tetapi banyak juga kita jumpai dalam catatan samping (catatan teknis).

(3) Dialog atau kosakata
Ciri khas suatu drama yaitu naskah yang berbentuk percakapan atau dialog. Dalam menyusun obrolan penulis harus benar-benar memperhatikan pembicaraan tokoh-tokoh dalam kehidupan sehari-hari mereka. adapun Pembicaraan yang ditulis oleh sipenulis naskah drama tersebut yaitu pembicaraan yang akan diucapkan dan harus pantas untuk diucapkan di atas panggung wajtu pementasan. Bayangan pentas di atas panggung merupakan tiruan (mimetik) dari kehidupan sehari-hari. Oleh alasannya yaitu itu, obrolan yang ditulis harus mencerminkan pembicaraan sehari-hari.

(4) Latar atau landasan daerah kejadian.
Penulisan sebuah dongeng tidak sanggup ditulis jikalau di dalam imajinasi saja/tidak ada citra latar dari dongeng tersebut. Baik itu yang bersifat geografis, budaya atau yang sangat aneh sekalipun. Penentuan latar harus secara cermat alasannya yaitu naskah drama harus  memberikan kemungkinan untuk dipentaskan. Novakovich (dalam Depdiknas, 2004:118) menyebutkan bahwa: ‘Latar yaitu sarana utama lantaran dari latarlah kemudian muncul tokoh dan dari tokoh kemudian munculah konflik sehingga tercipta alur cerita’.
Harus dipahami, bahwa latar seniah dongeng biasanya mencakup tiga dimensi yaitu waktu, runag dan tempat. Latar daerah tidak akan sanggup bangkit dengan sendirinya bekerjasama dengan waktu dan ruang.  Misalnya daerah di Aceh, tahun berapa, di luar rumah atau di dalam rumah. Untuk dongeng konflik antara RI dan GAM misalnya, tempatnya terang di Aceh, pada tahun 1998-2005, tempatnya di desa, baik di dalam rumah maupun di medan gerilya. Dengan rumusan tersebut kita sanggup membayangkan daerah insiden secara nyata. Hal ini sanggup diperkuat dengan kostum, tata pentas, make up dan perlengkapan lainnya jikalau drama ini dipentaskan.

(5) Tema atau nada dasar kejadian
Tema merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam drama. Tema bersifat lugas, objektif dan khusus. Ada drama yang diantaranya bertema ketuhanan, peri kemanusiaan, cinta, patriotisme, kritik sosial, renungan hidup dan sebagainya.

(6) Amanat atau pesan pengarang
Kita paham jikalau Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton itu sendiri. Seorang pengarang drama baik secara sadar atau tidak sadar niscaya memberikan amanat dalam karya mereka.  Pembaca yang cukup teliti akan sanggup menangkap apa yang tersirat di balik yang tersurat. Amanat bersifat kias, subjektif dan umum. Untuk itu, Setiap pembaca sanggup dengan berbeda-beda menafsirkan makna dari karya itu bagi dirinya, dan semuanya cenderung dibenarkan kerana tidak ada batasan salam menafsirkannya. Amanat yang hendak disampaikan oleh pengarang perlu diberikan beberapa alternatif dan di dalam menafsirkan amanat penikmat sanggup bersifat akomodatif.

(7) Juknis (Petunjuk teknis)
Sebaiknya, dalam naskah drama diharapkan juga petunjuk-petunjuk teknis yang sering disebut dengan teks sampingan. Senagaimanan kita amiti dalam sebuah sandiwara radio, sandiwara televisi atau skenario film, keberadaan teks samping ini sangatlah penting dalam sebuah pementasan drama. Itu lantaran teks samping ini memperlihatkan petunjuk teknis wacana suasana pentas, tokoh, waktu, musik, suara, keluar masuknya pemeran atau aktris, warna bunyi dan perasaan, keras lemahnya obrolan yang mendasari sebuah obrolan dalam drama tersebut. Teks samping ini biasanya ditulis dengan goresan pena berbeda dari dialog, contohnya dengan abjad miring atau abjad besar semua.

(8) Drama sebagai interpretasi kehidupan
Ulasan wacana drama sebagai interpretasi kehidupan sangat bersahabat hubungannya dengan pandangan dasar dri si penulis drama itu sendri. Kita tahu bahwa nada dasar drama bukan nada dasar penafsir atau sutradaranya sendri. Kaprikornus drama sebagai hasil dari tiruan kehidupan berusaha untuk memotret kehidupan secara konkret (real). Untuk itu, maka Setiap pengarang tidak sama dalam mengamati, melihat dan menginterpretasikan sisi kehidupan yang ada. Ada pengarang yang memfokuskan pada segi keadilan, segi cinta kasih, segi kebobrokan sosial, segi moral, segi didaktis, segi kepincangan dalam masyarakat, segi suka atau sedih dan sebagainya. Tontonan atau naskah yang dihasilkan akan ditentukan oleh bagaimana perilaku penulis dalam menginterpretasikan kehidupan ini.


Sumber http://www.pondok-belajar.com/