Saturday, January 6, 2018

√ Saya Tidak Gembira Diri, Sayang... Sama Sekali Tidak.


Menyusuri sepanjang jalan Banta-bantaeng, tertunduk. Merenung. 
Aku gres saja mendapatkan pesan dari seorang yang ku sebut sebagai sahabat. Awalnya saya hanya ingin membuatkan kesan dengannya. Ku katakan padanya, “Yang paling bikin saya semangat berguru itu cuman hadiah dari Bapak. Ituji”. Maksudnya, janji-janji dan hadiah dari ayahku-lah yang paling membuatku semangat untuk belajar. Hadiah-hadiah itulah yang paling berperan memacu semangat belajarku. Mengalahkan penat, berpacu dengan waktu. Tiap kali saya meraih suatu prestasi di sekolah, ia selalu memberiku hadiah. Kebiasaan ini masih juga ia teruskan ketika saya di sekolah tinggi tinggi. Hadiah yang bagiku cukup besar, begitu berharga alasannya ku sanggup dengan penuh susah payah.
“Belakanganpi ku sadari berbagai keberuntungan yang ku sanggup setelahnya”, ini isi pesan yang juga ku sampaikan pada sahabatku. Tak usang kemudian tiba tanggapan darinya, “Ketika seseorang menceritakan prestasi-prestasinya dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong dan penuh keyakinan, hal tersebut malah jadi meMUAKkan. #someone tidak perlu menyebut prestasi-prestasi yang kita peroleh, cukup diam, dan biarkan prestasi-prestasi itu yang berbicara”.
Engkau benar, wahai Sahabatku. Mungkin saya sudah terlalu jauh melambung ke awan. Boleh jadi saya akan besar hati diri dengan segala prestasi yang telah ku raih. Dengan beasiswa itu, dengan nilai-nilai yang selalu A, dengan indeks prestasi yang gemilang itu. Boleh jadi itu memang benar. Padahal kullu man `alaihaa faan. Semuanya fana, semua akan musnah tak tersisa. Terima kasih telah membuka lebar mataku akan kecerdikan kancil syaithan yang sangat licik itu. syaithan begitu pintar, ia hendak menggelincirkanku dari bersyukur kepada Allah, ia terus berusaha menelusupkan kerusakan-kerusakan ke dalam hatiku. Aku beruntung alasannya Allah mengirimkan seorang penolong bagiku, adalah dirimu. Terima kasih telah membantuku untuk bangun dari kemungkinan untuk terperosok ke dalam jurang yang begitu dalam, lembah kenistaan. Inilah alasan mengapa saya memilihmu menjadi satu di antara sahabatku.
Tapi perlu engkau ketahui tidak ada maksudku untuk menyombongkan diri ketika menceritakannya. Aku hanya sedang sangat senang kala itu. Daripada saya senyum-senyum sendiri (nanti dikira orang absurd lagi!), lebih baik saya ceritakan pada orang-orang terdekatku. Ya, pada orang-orang terdekat saja. Pada ayah, pada ibu, pada adikku, dan juga padamu, sahabatku. Mengapa hanya pada kalian? Karena saya percaya. Berbagi dengan orang-orang yang sempurna niscaya akan menggapai manfaat yang besar. Lihat, hanya pada kalian. Tidak pada sembarang orang kan?. Karena saya tahu bahwa kasus hati itu sangat halus, gampang berubah, dan sulit ditebak. Sombong? Semoga tidak pernah, sayang.. Karena saya ingat pesan-Nya, “Janganlah kau berjalan di muka bumi dengan sombong” dan “Sungguh tidak akan masuk Syurga orang yang di dalam hatinya ada kesombongan meski hanya seberat dzarrah”. Bangga diri? Semoga juga tidak pernah. Karena di atas langit masih ada langit. Tidak ada yang patut di banggakan dari diri ini.
Terima kasih untuk nasihatmu yang begitu berharga, wahai Sahabatku..



***

“Ketika seseorang menceritakan prestasi-prestasinya dengan terlalu bersemangat, dengan nada sombong, dan penuh keyakinan, hal tersebut malah jadi meMUAKkan. #someone tidak perlu menyebut prestasi-prestasi yang kita peroleh, cukup diam, dan biarkan prestasi-prestasi itu yang berbicara. ”
Ketika membaca pesan ini, saya tercengang. Sister, kau menyindirku?. Butuh waktu usang menentukan kata yang sempurna untuk hingga balasannya ku balas, “Haik, arigatou”.
Dan lebih usang lagi waktu yang ku butuhkan untuk merenungi makna dari pesan itu. Teringat semua tragedi yang telah lampau. Mengingat semua kesalahan yang telah ku lakukan. Dan memang, insan tak selamanya selalu benar.
Ku putuskan untuk bertanya lagi padanya, “Yang mana dari tulisanku yang ada nada-nada ujub dan kesombongannya, Sista?”.
Cepat ia balas, “Jangan salah paham, bukan itu...”.
Ku balas lagi, “Tapi ku suka ji pesannya koq...”. padahal sebenarnya, addeuh... rasanya nano-nano!.
Jeongmal mianhae. Tadi itu toh bukaka web-nya suatu Universitas Ternama –Tak perlu saya sebut namanya- trus ada postingan perihal mahasiswanya yang identik dengan high quality-nya dan alasannya itu banyak yang ujub jadi ada orang yang coba kritisi atau bahasa halusnya bikin sadarlah... trus ketemu sama kata-kata itu dan saya coba send ke kamu, jadi ndak adaji hubungannya dengan postingan di blogmu..”
“Hohoho... :D Sempatka` muhasabah tadi.”
“Lagian.. Terlalu peka”.
Rasanya langsung plong.. Fiuuh... Bincang-bincang berlanjut hangat. 

Sumber http://teenozhealthanalyst.blogspot.com