Friday, March 9, 2018

√ Sejarah Kerajaan Bali

Assalammualaikum, Selamat tiba di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Kerajaan Bali“. Berikut dibawah ini penjelasannya:


 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Sejarah Kerajaan Bali



Sejarah Kerajaan Bali


Kerajaan Bali terletak di sebuah pulau yang tidak jauh dari kawasan Jawa Timur, tepatnya di sebelah timur Pulau Jawa, maka dalam perkembangan sejarahnya, Bali mempunyai relasi yang sangat erat dengan Pulau Jawa. Ketika kerajaan Majapahit runtuh, banyak dari rakyat Majapahit yang melarikan diri kemudian menentap di Bali. Sehingga hingga ketika ini masih ada kepercayaan bahwa sebagian dari masyarakat Bali ialah pewaris tradisi Majapahit.


Kerajaan Bali ialah sebuah kerajaan yang terletak di sebuah pulau berukuran kecil yang tak jauh dari Pulau Jawa dan berada di sebelah timur. Kerajaan ini berada di sebuah pulau kecil yang dahulu masih dinamakan dengan Pulau Jawa sehingga bisa dikatakan pulau ini masih dianggap sebagai bab dari Pulau Jawa.


Kerajaan ini pada umumnya menganut kepercayaan berupa agama Hindu walau pada perkembangannya nanti ternyata tidak hanya agama Hindu yang dominan, tapi juga kepercayaan-kepercayaan menyerupai animisme dan dinamisme. Ini bisa terjadi lantaran kentalnya budaya nenek moyang pada ketika itu walau kerajaan ini sudah berdiri.




Sumber Sejarah Kerajaan Bali


Sumber sejarah Kerajaan Bali didapat dari beberapa isu dari Jawa dan juga prasasti-prasasti di Bali.



  1. Prasasti Sanur mengatakan adanya kekuasaan raja-raja dari Wangsa atau Dinasti Warmadewa.

  2. Prasasti Calcuta, India (1042) dalam prasasti ini dikemukakan wacana asal-usul Raja Airlangga yang merupakan keturunan raja-raja Bali, Dinasti Warmadewa. Raja Airlangga lahir dari hasil perkawinan Raja Udayana dari Kerajaan Bali dengan Mahendradata (putri Kerajaan Medang Kamulan adik raja Dharmawangsa)

  3. Komplek Candi Gunung Kawi (Tampak Siring) merupakan makam dari raja-raja Bali. Komplek candi tersebut dibangun pada masa pemerintahan Raja Anak Wungsu.




Berita yang cukup wacana Pulau Bali adalah prasasti yang berangka 881 M. Bahasa yang di pakai adalah Bahasa Bali Kuno. Ada juga prasasti yang tertulis dalam bahasa Sanskerta. Pada kala ke- 11 sudah ada isu dari Cina yang menjelaskan wacana tanah Po-Li ( Bali ).


Berita Cina itu menyebutkan bahwa moral istiadat penduduk di tanah Po-Lihampir sama dengan masyarakat Ho-ling(Kalingga). Penduduknya menulis di atas daun lontar. Bila orang meninggal, mulutnya di masukan emas kemudian dibakar. Adat semacam ini masih berlangsung di Bali. Adat itu dinamakan ”Ngaben”. Salah satu keluarga populer yang memerintah Bali ialah Wangsa Warmadewa.


Hal itu sanggup diketahui dari Prasati Blanjong berangka 914 ditemukan di Desa Blanjong, bersahabat Sanur, Denpasar, Bali. Tulisannya bertulisan Nagari (India), dan sebagian berbahasa Sanskerta. Diberitakan bahwa raja yang memerintah ialah Raja Khesari Warmadewa. Pada tahun 915, Khesari Warmadewa digantikan Ugrasena.




Silsilah Raja Kerajaan Bali


Berikut ini terdapat beberapa silsilah raja kerajaan bali, antara lain:


a. Raja-Raja Dinasti Warmadewa


Berdasarkan prasasti Blanjong yang berangka tahun 914, Raja Bali pertama ialah Khesari Warmadewa. Istananya berada di Singhadwalawa. Raja berikutnya ialah Sang Ratu Sri Ugrasena. Ia memerintah semenjak tahun 915 hingga 942. Istananya di Singhamandawa. Masa pemerintahannya sezaman dengan Mpu Sindok di Jawa Timur. Sang Ratu Sri Ugrasena meninggalkan sembilan prasasti, satu di antaranya ialah prasasti Bobahan I. Setelah wafat, Sang Ratu Sri Ugrasena dicandikan di Air Mandatu dan digantikan oleh raja-raja yang menggunakan gelar Warmadewa (dinasti Warmadewa).


Raja pertama dari dinasti Warmadewa ialah Aji Tabanendra Warmadewa. Raja ini memerintah tahun 955-967 M bersama istrinya, Sang Ratu Luhur Sri Subhadrika Dharmadewi. Penggantinya ialah Jayasingha Warmadewa. Raja inilah yang membuat telaga (pemandian) dari sumber suci di desa Manukraya. Pemandian itu disebut Tirta Empul, terletak di bersahabat Tampaksiring. Raja Jayasingha Warmadewa memerintah hingga tahun 975 M.


Raja Jayasingha digantikan oleh Janasadhu Warmadewa. Ia memerintah tahun 975-983 M. Tidak ada keterangan lain yang sanggup diperoleh dari raja ini, kecuali wacana anugerah raja kepada desa Jalah. Pada tahun 983 M, muncul seorang raja wanita, yaitu Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi (983-989 M).


Pengganti Sri Wijaya Mahadewi berjulukan Dharma Udayana Warmadewa. Ia memerintah bersama permaisurinya, Gunapriya Dharmapatni atau lebih dikenal dengan nama Mahendradatta, putri dari Raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur. Sebelum naik takhta, diperkirakan Udayana berada di Jawa Timur lantaran namanya tergores dalam prasasti Jalatunda.


Pada tahun 1001 M, Gunapriya meninggal dan dicandikan di Burwan. Udayana meneruskan pemerintahannya sendirian hingga wafat pada tahun 1011 M. Ia dicandikan di Banuwka. Hal ini disimpulkan dari prasasti Air Hwang (1011) yang hanya menyebutkan nama Udayana sendiri. Adapun dalam prasasti Ujung (Hyang) disebutkan bahwa sesudah wafat, Udayana dikenal sebagai Batara Lumah di Banuwka.


Raja Udayana mempunyai tiga orang putra, yaitu Airlangga, Marakata, dan Anak Wungsu. Airlangga tidak pernah memerintah di Bali lantaran menjadi menantu Dharmawangsa di Jawa Timur. Oleh lantaran itu, yang menggantikan Raja Udayana dan Gunapriya  ialah  Marakata.


Setelah  naik  takhta, Marakata bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Uttunggadewa. Marakata memerintah dari tahun 1011 hingga 1022. Masa pemerintahan Marakata sezaman dengan Airlangga.


Oleh lantaran adanya persamaan unsur nama dan masa pemerintahannya, spesialis sejarah, Stuterheim, beropini bahwa Marakata bersama-sama ialah Airlangga. Apalagi jikalau dilihat dari kepribadian dan cara memimpin yang mempunyai kesamaan. Oleh rakyatnya, Marakata dipandang sebagai sumber kebenaran aturan yang selalu dilindungi dan memerhatikan rakyat. Ia sangat disegani dan ditaati oleh rakyatnya. Persamaan lain Marakata dengan Airlangga ialah Marakata juga membangun sebuah presada atau candi di Gunung Kawi di kawasan Tampaksiring, Bali.


Setelah pemerintahannya berakhir, Marakata digantikan oleh Raja Anak Wungsu. Ia bergelar Paduka Haji Anak Wungsu Nira Kalih Bhatari Lumah i Burwan Bhatara Lumah i Banu Wka. Anak Wungsu ialah Raja Bali Kuno yang paling banyak meninggalkan prasasti (lebih dari 28 prasasti) yang tersebar di Bali Utara, Bali Tengah, dan Bali Selatan. Anak Wungsu memerintah selama 28 tahun, yaitu dari tahun 1049 hingga 1077. Ia dianggap sebagai penjelmaan Dewa Wisnu. Anak Wungsu tidak mempunyai keturunan. Ia wafat pada tahun 1077 dan dimakamkan di Gunung Kawi, Tampaksiring. Berakhirlah dinasti Warmadewa.




b.   Raja Setelah Dinasti Warmadewa


Setelah berakhirnya pemerintahan dinasti Warmadewa, Bali diperintah oleh beberapa orang raja silih berganti. Raja-raja yang perlu diketahui sebagai berikut:






  • Jayasakti




Jayasakti memerintah dari tahun 1133 hingga tahun 1150 M, sezaman dengan pemerintahan Jayabaya di Kediri. Dalam menjalankan pemerintahannya, Jayasakti dibantu oleh penasihat sentra yang terdiri atas para senopati dan pendeta, baik dari agama Hindu maupun dari agama Buddha. Kitab undang-undang yang digunakan ialah kitab Utara Widhi Balawan dan kitab Rajawacana. Kitab undang-undang ini merupakan peninggalan kebudayaan dari masa pemerintahan Jayasakti yang cukup tinggi. Kitab ini juga digunakan pada masa pemerintahan Ratu Sakalendukirana dan penerusnya. Dari prasasti-prasasti yang ditemukan, diketahui bahwa pada


masa pemerintahan Jayasakti, agama Buddha dan Syiwa berkembang dengan baik. Aliran Waisnawa juga berkembang pada waktu itu. Raja Jayasakti sendiri disebut sebagai penjelmaan Dewa Wisnu.






  • Ragajaya




Ragajaya mulai memerintah pada tahun 1155 M, namun kapan berakhirnya tidak diketahui lantaran tidak ada sumber tertulis yang menjelaskan hal tersebut.






  • Jayapangus (1177-1181)




Raja Jayapangus dianggap sebagai penyelamat rakyat yang terkena malapetaka akhir lalai menjalankan ibadah. Raja ini mendapatkan wahyu dari tuhan untuk mengajak rakyat kembali melaksanakan upacara keagamaan yang hingga kini dikenal dan diperingati sebagai upacara Galungan. Kitab undang-undang yang digunakannya ialah kitab Mana Wakamandaka.






  • Ekajalancana




Ekajalancana memerintah pada sekitar tahun 1200-1204 M. Dalam memerintah, Ekajalancana dibantu oleh ibunya yang berjulukan Sri Maharaja Aryadegjaya.






  • Sri Asta Asuratna Bumi Banten




Sri Asta Asuratna Bumi Banten diyakini sebagai raja Bali yang terakhir. Setelah itu, Bali ditaklukkan oleh Gajah Mada dan menjadi bab dari Kerajaan Majapahit.




Kehidupan Ekonomi Kerajaan Bali


Kegiatan ekonomi masyarakat Bali dititikberatkan pada sektor pertanian. Hal itu didasarkan pada beberapa prasasti Bali yang memuat hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan bercocok tanam. Beberapa istilah itu, antara lain sawah, parlak (sawah kering), kebwan (kebun), gaga (ladang), dan kasuwakan (irigasi).


Di luar kegiatan pertanian pada masyarakat Bali juga ditemukan kehidupan sebagai berikut.



  1. Pande (Pandai = Perajin)

    Mereka mempunyai kepandaian membuat kerajaan komplemen dari materi emas dan perak, membuat peralatan rumah tangga, alat-alat pertanian, dan senjata.



  2. Undagi

    Mereka mempunyai kepandaian memahat, melukis, dan membuat bangunan.



  3. Pedagang

    Pedagang pada masa Bali Kuno dibedakan atas pedagang laki-laki (wanigrama) dan pedagang perempuan (wanigrami). Mereka sudah melaksanakan perdagangan antarpulau (Prasasti Banwa Bharu).





Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Bali


Kehidupan masyarakat di Bali dan kebudayaannya sangat lekat terpengaruh oleh agama Hindu. Agama Hindu yang berkembang di Bali ini sudah bercampur dengan unsur budaya asli. Salah satu rujukan yang paling positif sanggup dilihat ialah bahwa tuhan tertinggi dalam agama Hindu-Buddha bukanlah Syiwa, melainkan Sang Hyang Widhi yang sama kedudukannya dengan Sang Hyang Wenang di Jawa.


Selain itu, masyarakat Bali juga mengenal dewa-dewa setempat, menyerupai tuhan air dan tuhan gunung (di Jawa kiranya sejajar dengan Grama Desa). Di bawah desa, mereka juga memuja roh nenek moyang dan cikal bakal. Upacara penghormatan leluhur disebut Pitra Yodnya.


Sebagai tempat suci, dahulu digunakan candi. Tetapi, semenjak berdirinya Kerajaan Gelgel dan Klungkung, penggunaan candi sebagai tempat suci dihapus. Sebagai pengganti fungsi candi dibuatkan kuil berupa kompleks bangunan yang sering disebut pura.


Pada waktu upacara, tuhan atau roh yang dipuja diturunkan dari nirwana dan ditempatkan pada kuil untuk diberi sesaji sebagai penghormatan. Upacara itu, misalnya, diadakan pada hari Kuningan (hari turunnya tuhan dan pahlawan), pada hari Galungan (menjelang Tahra dan Saka), dan hari Saraswati (pelindung kesusastraan).


Pura dalam lingkungan kerajaan disebut Pura Dalem, bentuknya menyerupai candi Bentar dan dimaksudkan sebagai kuil kematian. Adapun untuk keluarga raja dibuatkan pura khusus yang disebut Sanggah atau Merajan.


Di Bali, tuhan tidak dipatungkan. Patung-patung di Bali hanya berfungsi sebagai hiasan. Adanya patung tuhan di Bali diyakini sebagai bukti adanya efek Jawa. Di dalam kuil dibuatkan tempat tertentu yang disediakan untuk tempat turunnya tuhan atau roh nenek moyang yang telah menjalani prosesi ngaben. Ngaben ialah budaya pembakaran jenazah atau tulang surga.


Pembakaran jenazah ialah suatu kebiasaan di India yang disesuaikan di Bali. Roh yang telah menjalani upacara ngaben dianggap telah suci. Ida Sang Hyang Widhi sebagai tuhan tertinggi tidak dibuatkan pura khusus, namun pada setiap kuil dibuatkan bangunan suci untuknya berbentuk Padmasana atau Meru beratap dua.


Masyarakat Bali mengenal pembagian golongan atau kasta yang terdiri dari brahmana, ksatria, dan waisya. Ketiga kasta tersebut dikenal dengan Triwangsa. Di luar ketiga golongan tersebut masih ada lagi golongan yang disebut jaba, yaitu anggota masyarakat yang tidak memegang pemerintahan. Tiap-tiap golongan mempunyai kiprah dan kewajiban yang tidak sama dalam bidang keagamaan.


Pada masa pemerintahan Anak Wungsu, dikenal adanya beberapa golongan pekerja khusus, di antaranya pande besi, pande emas, dan pande tembaga. Mereka bertugas membuat alat-alat pertanian, alat-alat rumah tangga, senjata, perhiasan, dan sebagainya. Hubungan dengan Jawa sudah ada semenjak zaman pemerintahan Udayana dan Gunapriya, dibuktikan dengan adanya prasasti-prasasti raja-raja Bali yang menggunakan bahasa Jawa Kuno.




Kehidupan Beragama Kerajaan Bali


Masyarakat Bali banyak menerima efek dari kebudayaan India, terutama Hindu. Sampai sekarang, masyarakat Bali masih banyak yang menganut agama Hindu. Namun demikian, agama Hindu yang mereka anut telah bercampur dengan budaya masyarakat orisinil Bali sebelum Hindu.


Masyarakat Bali sebelum Hindu merupakan kelompok masyarakat yang terikat oleh relasi keluarga dan memuja roh-roh nenek moyang yang mereka anggap sanggup menolong dan melindungi kehidupan keluarga yang masih hidup. Melalui proses sinkretisme ini, lahirlah agama Hindu Bali yang bernama Hindu Dharma.






Masa Kejayaan Kerajaan Bali


Naik tahtanya Dharma Udayana. Pada masa pemerintahnnya, system pemerintahan Kerajaan Bali semakin jelas. Perkawinan antara Dharma Udayana dengan Mahendradata yang merupakan putri dari raja Makutawangsawardhana dari Jawa Timur, sehingga kedudukan Kerajaan Bali semakin  kuat.




Masa Keruntuhan Kerajaan Bali


Dikisahkan seorang raja Bali yang ketika itu berjulukan Raja Bedahulu atau yang dikenal dengan nama Mayadenawa yang mempunyai seorang patih yang sangat sakti yang berjulukan Ki Kebo Iwa.


Kedatangan Gadjah Mada dari kerajaan majapahit ke Bali ialah ingin menaklukan Bali di bawah pimpinan Kerajaan Majapahit, namun lantaran tidak bisa patih Majapahit itu mengajak Ki Kebo Iwa ke jawa dan disana disuruh membuat sumur dan sesudah sumur itu selesai Ki Kebo Iwa di kubur hidup-hidup dengan tanah dan watu namun dalam lontar Bali Ki Kebo Iwa tidak sanggup dibunuh dengan cara yang gampang menyerupai itu.


Tanah dan watu yang dilemparkan ke sumur balik dilemparkan ke atas. Pada karenanya dia menyerahkan diri hingga ia merelakan dirinya untuk dibunuh gres dia sanggup dibunuh. Setelah kematian Ki Kebo Iwa, Bali sanggup ditaklukan oleh Gadjah Mada pada tahun 1343.




Peninggalan Kerajaan Bali


Berikut ini terdapat beberapa peninggalan kerajaan bali, antara lain:




  1. Prasasti Blanjong




 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Sejarah Kerajaan Bali


Prasasti Blanjong (atau Belanjong) ialah sebuah prasasti yang memuat sejarah tertulis tertua wacana Pulau Bali. Pada prasasti ini disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali. Prasasti ini bertarikh 835 çaka (913 M), dan dikeluarkan oleh seorang raja Bali yang berjulukan Sri Kesari Warmadewa.


Prasasti Blanjong ditemukan di bersahabat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di kawasan Sanur, Denpasar, Bali. Bentuknya berupa pilar watu setinggi 177 cm, dan bergaris tengah 62 cm. Prasasti ini unik lantaran bertuliskan dua macam huruf; yaitu abjad Pra-Nagari dengan menggunakan bahasa Bali Kuno, dan abjad Kawi dengan menggunakan bahasa Sanskerta.






  1. Pura Tirta Empul




 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Sejarah Kerajaan Bali


Sejarah pura tersebut yang terletak di kawasan Tampaksiring Bali dibangun pada tahun 967 M (Tahun Caka : 889) oleh raja Sri Candrabhaya Warmadewa. Pura atau Tempat suci ini, digunakan ia untuk melaksanakan hidup sederhana, lepas dari keterikatan dunia materi, melaksanakan tapa, brata, yoga, semadi, dengan spirit alam sekitarnya. Secara etimologi bahwa Tirta Empul artinya air yang menyembur keluar dari tanah.


Maka Tirta Empul artinya ialah air suci yang menyembur keluar dari tanah. Air Tirta Empul mengalir ke sungai Pakerisan. Sepanjang aliran sungai ini terdapat beberapa peninggalan purbakala. Air suci yang ada di pura ini, sebagaimana disebutkan dalam purana bali dwipa, berfungsi untuk memusnahkan racun yang disebarkan oleh Mayadenawa. Sehingga Pura Tirta Empul ini digunakan untuk upacara melukat menyerupai klarifikasi dalam tata cara melukat / meruwat di Pura Tirta Empul, Tampak Siring.






  1. Pura Penegil Dharma




 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Sejarah Kerajaan Bali


Pura Penegil Dharma | sejarah pendirian pura ini dimulai pada 915 Masehi yang keberadaan pura ini berkaitan dengan sejarah panjang Ugrasena, salah seorang anggota keluarga Raja Mataram I dan kedatangan Maha Rsi Markandeya di Bali.






  1. Candi Padas di Gunung Kawi




 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Sejarah Kerajaan Bali


Candi Gunung Kawi atau Candi Tebing Kawi Terletak di Sungai Pakerisan, Dusun Penaka, Desa Tampaksiring, Kecamatan Tampaksiring, Kabupaten Gianyar, Provinsi Bali, Indonesia. Candi ini sangat unik lantaran biasanya candi berupa batuan utuh yang terbuat dari bata merah atau watu gunung, namun candi ini tidak menyerupai itu melainkan pahatan di dinding tebing batu padas ditepi sungai. Nama Gunung Kawi itu sendiri konon berasal dari kata Gunung dan Kawi. Gunung berarti Gunung atau Pegunungan dan Kawi Berarti Pahatan Kaprikornus Candi Gunung Kawi berarti Candi yang dipahat di atas gunung.






  1. Candi Mangenin




 Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran  √ Sejarah Kerajaan Bali


Candi Yeh Mangenin terletak di Banjar, Sarasada, Desa Tampaksiring. Candi Yeh Mangenin Dibangun pada lembah sungai Pakerisan yang agak dalam dengan tebing-tebing nya yang agak terjal. Candi ini di dirikan pada lereng tebing sebelah Timur yang merupakan saksi sejarah masa kemudian (Bali Kuno, 10-13 M).




Daftar Pustaka:


Djoned O, Marwati, et al. 1984. Sejarah Nasional Indonesia. Jakarta: Depdikbud.


Hamid, Abdul dkk, 1981. Sejarah Umum untuk SMA. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.


Mustopo Habib dkk. 2004. Sejarah untuk Kelas 2 SMA. Jakarta: Yudhistira. 2004.


Kartodirdjo, Sartono. 1999. Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Sejarah Pergerakan Nasional dari Kolonialisme hingga Nasionalisme. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.


Suryaningrat, Bayu. Sejarah Pemerintah di Indonesia, Babad Hindia Belanda & Jepang. Dewa Ruci Press.


Wikipedia




Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Kerajaan Bali: Sejarah, Silsilah, Masa Kejayaan dan Peninggalan


Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!




Baca Artikel Lainnya:




Sumber aciknadzirah.blogspot.com