Cendawan Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemen, termasuk klas Deuteromycetes (Fungi imperfecti), ordo Moniliales dan famili Moniliaceae. Cendawan ini memiliki beberapa nama adalah B. stephanoderis (Bally) Petch., Botrytis bassiana (Balsamo), dan Botrytis stephanoderis (Bally). Cendawan ini memiliki miselia yang bersekat dan berwarna putih, dan kalau menginfeksi kedalam badan serangga, maka Cendawan ini terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4 μm, dan diluar badan serangga ukurannya lebih kecil adalah 2 μm. Hifa fertil terdapat pada cabang (branchlets), tersusun melingkar (verticillate) dan biasanya menggelembung atau menebal. Konidia melekat pada ujung sisi konidiofor atau cabang-cabangnya. Konidia bersel satu, bentuknya oval agak bundar (globose) hingga dengan bundar telur (obovate), berwarna hialin dengan diameter 2 – 3 um. Konidiofor berbentuk zig-zag dan berkelompok, sedang miselium di bawahnya menggelembung. Bentuk konidiofor yang zigzag merupakan ciri khas dari genus Beauveria (Friederichs & Billy, 1923 dalam Wiryadiputra, 1994; Suntoro, 1991; Utomo et al., 1988)
Mekanisme Infeksi Beauveria bassiana pada Serangga
Proses abuh cendawan B. bassiana melalui kutikula atau akses pencernaan serangga. Menurut Sila, (1983) dalam Yasin et al., (2005) sebelum konidia B. bassiana mencapai organ vital, terlebih dahulu berkecambah membentuk tabung kecambah dan hifa dipermukaan kulit. Hifa ini secara bantu-membantu membentuk myselium, kemudian mengadakan penetrasi kedalam badan serangga, dan anutan darah serangga, sehingga menyebar keseluruh badan serangga. Di dalam badan serangga B. bassiana memperbanyak diri dan memproduksi toksin Beauverisin. Toksin inilah yang merusakstruktur membran sel, sehingga serangga mati (Riyatno dan Suntoro, 1991 dalam Yasin et al., 2005), juga merusak fungsi utama haemolimfa dan menimbulkan perubahan inti dan mempengaruhi perpindahan sel dalam gugusan sel (Tanada dan Kaya, 1983 dalam Yasin 2005).
Pengaruh Kerapatan Konidia terhadap Efikasi Jamur B. bassiana
Kerapatan konidia tidak kalah pentingnya dalam memilih tingkat keefektifan jamur terhadap serangga inang yang akan dikendalikan (Vu et al. 2007). Pada umumnya semakin tinggi tingkat kerapatan konidia yang diaplikasikan pada serangga uji, semakin tinggi mortalitas yang dicapai (Prayogo, 2009). Aplikasi L. lecanii pada Nephotettix virescens dan Trialeurodes vaporariorum dengan kerapatan 104-107 konidia/ml menimbulkan final hidup serangga hanya dibawah 40%. Apabia kerapatan konidianya ditingkatkan menjadi 108/ml bisa menimbulkan final hidup T. vaporariorum hingga mencapai 100% hanya dalam kurun waktu lima hari sehabis aplikasi (Kim et al. 2001 dalam Prayogo, 2009). Berdasarkan hasil penelitian Jauharlina (1999), cendawan B. bassiana pada konsentrasi 25 g L-1 atau 47,2 × 106 konidia mL-1 hanya sanggup menjadikan final hidup serangga sebesar 36%.
Sumber http://kickfahmi.blogspot.com