Berikut ialah kisah kakek tua/orang bau tanah yang menyedihkan dengan keadaan nya yang sudah bau tanah dan tak bisa lagi untuk menjadi menyerupai halnya kita yang bisa mengerjakan sesuatunya dengan sendiri. Mungkin dongeng ini telah usang meskipun dengan kata-kata yang berbeda saya akan coba bagikan ke sobat motivasi untuk di jadikan motivasi dan materi renungan bagi kita.
Suatu hari seorang kakek bau tanah yang tinggal bersama anak, menantu, dan seorang cucu laki-lakinya. Penglihatan si kakek sudah tidak begitu terang lagi. Dan Ia sudah tidak sanggup mendengar dengan baik. Juga lututnya sudah mulai bergetar.
Terkadang jikalau ia duduk di meja makan, ia tidak sanggup lagi memegang sendok dengan erat. Dan tanpa sengaja seringkali Ia menumpahkan makanan di atas meja makan, Bahkan makanan yang keluar dari mulutnya. Melihat hal itu anak dan menantunya merasa jijik dikala makan bersamanya. Oleh lantaran itu mereka tetapkan untuk tidak memperbolehkan kakek tersebut untuk makan bersama mereka.
Mereka menempatkan sang kakek ditempat khusus, makan hanya dengan mangkuk yang kecil. Ia sering tidak menerima makan dan minum yang cukup dan tentu saja ia tetap lapar dan haus. Terkadang sesekali ia mencoba melihat-lihat makanan yang ada di meja makan mencoba untuk hilangkan laparnya. Suatu ketika disaat jemarinya yang sudah bau tanah tidak sanggup lagi memegang mangkuk.
Mangkuk itu jatuh dan pecah. Menantu perempuannya mencaci-makinya habis-habisan. Tapi, kakek bau tanah itu hanya bisa membisu dan pasrah. Ia membiarkan semuanya terjadi. Lalu Menantunya tidak ingin lagi ada mangkuk yang pecah di rumahnya maka ia membelikan sebuah piring yang terbuat dari kayu dengan harga yang tidak terlalu mahal. Kini dengan piring kayu itu kakek bau tanah itu harus makan. Dengan begitu Ia lebih damai lantaran sangat tidak mungkin untuk pecah di buat si kakek.
Suatu hari anaknya yang masih berumur 5 tahun sedang berguru menggambar dan akibatnya menyerupai sebuah piring. "Apa yang sedang kau buat, Nak ?" tanya ayahnya. "Saya sedang menciptakan sebuah piring kayu" jawab anaknya polos, "dengan piring ini ayah dan ibu akan makan, jikalau nanti saya sudah besar".
Ayah dan ibunya saling bertatapan teringat perlakuan mereka yang selama ini menawarkan makan orang tuanya dengan piring kayu. Mereka mulai membayangkan hal tersebut terjadi kepada mereka. Tanpa sengaja sang ibu menangis dan eksklusif memeluk anaknya.
Sejak tragedi itu mereka selalu memapah sang kakek ke meja makan, untuk makan bersama. Jika ia lapar atau haus, mereka segera membawakan makanan dan minuman untuknya. Mereka tidak lagi mempersalahkan perlakuan sang kakek, meski harus selalu membersihkan sisa makan sang kakek yang selalu tumpah di meja makan.
Semoga dongeng ini bisa menjadi pengingat bagi kita yang masih muda, bahwa kita juga akan menjadi menyerupai mereka yang sudah bau tanah yang selalu membutuhkan pinjaman orang lain. Bahkan bisa jadi nantinya kita akan lebih menyusahkan bawah umur kita.
Makara tanamkan sifat kesabaran dan keikhlasan mendapatkan semuanya , saling mengerti dan menyadari keadaan orang bau tanah kita, biar nantinya bawah umur kita sanggup memperlakukan kita dengan baik. (Sekecil apapun hal yang kita lakukan hari ini akan berdampak di kemudian hari).
Sumber http://www.maringngerrang.com/