“Kamu mau kemana?” tanpa menjawab pertanyaan itu saya bergegas ke toko yang menjual beberapa boneka di pinggir jalan. Dari tadi sore sampai pukul setengah lima saya berada di rumahnya. Dia Zul temanku. Hanya berbincang perihal persiapan besok dalam pertandingan Pencak silat yang telah kami impikan jauh-jauh hari.
Sebenarnya rencana ini telah usang berada dalam otak ku, tapi nyatanya belum berani saya lakukan. Dan besok pikiran ini harus higienis dari hal-hal luar yang sanggup mengganggu pertandingan. Setelah menanyakan dimana beliau berada di jejaring sosial, saya pribadi pamit dari rumah Zul, bergegas ke daerah itu. Perlahan saya turun dari motor, dengan baju yang agak berair hasil dari latihan tadi sore. Pura-pura menanyakan harganya, padahal sebelumnya saya sudah tau berapa uang yang harus kukeluarkan dan kukumpulkan sebelum membelinya, sebab mustahil saya minta kepada orangtua lantas berbicara bahwa saya ingin membeli sebuah boneka untuk seorang gadis.
Rumahnya berada disamping jalanan besar, searah dari rumahku ketika pulang dan berangkat sekolah. Sampai disana tepat didepan rumah itu. Aku galau harus berbuat apa? Sungguh, hal yang memalukan. Beberapa kali saya singgah kemudian melewatinya lagi, singgah kemudian melewatinya lagi. Entah berapa kali hal yang sama kulakukan.Kini saya berhenti tepat di rumahnya lagi. Aku berdalih menarik lengan panjang dari sweaterku yang menampakkan jam tangan yang sudah mengatakan pukul setengah enam. Mengapa tidak. Dari tadi saya selalu diperhatikan oleh penjual warung sop saudara yang berada di depan rumahnya sehabis jalanan, ibarat perampok yang bersedia menghabiskan seisi rumah yang ada di depanku ini.Dia selalu bangkit didepan warung itu. Mengipas ikan bakar yang ada di depannya, sambil akal-akalan melirik setiap gerakanku. Sungguh, pemandangan yang sangat bodoh.
Adzan maghrib telah bergema menelusri langit-langit bumi. Kini saya benar-benar benci dengan ketidakberanianku. Setelah beberapa kali melaksanakan hal yang sama. Aku memutuskan untuk menyerah, menghapus seluruh rencana terbelakang itu. Aku melewati rumahnya memandangi teras depan rumahnya yang selalu kosong ketika sore kedatangan ku. Kemudian menoleh ke arah warung itu,penjual itu tetap disana menatapku seakan berkata aman, karenanya si perampok pulang....
***
Malam ini ialah malam hasil kepengecutan ku dari senja tadi. Bulir-bulir hujan perlahan mengenai genteng rumah. Aku berbaring diatas kasur menatap langit-langit kamar dan menyesali kegagalanku. Besok saya akan berangkat. Apakah saya harus memikirkan kegagalan ini setiap ketika bertanding? Ini hanya akan menjadi hambatan. Aku harus menuntaskan urusan senja tadi malam ini. Tiba-tiba sebuah wangsit melintas dalam benakku.
Diluar hujan dan waktu kini mengatakan pukul 20.35. Kini saya kembali keluar melanjutkan kegagalan senja tadi. Dengan menggunakan jaket hitam. Boneka itu saya masukkan kedalam tas semoga tidak basah. Tubuhku basah,jalanan sangat gelap malam ini dan helm ku penuh dengan butiran-butiran hujan.
Kini saya berhenti tepat didepan rumahnya. Suasana senja tadi sama sekali tidak berubah. Didepan rumahnya tetap bangkit seorang penjaga warung yang mengipas ikan bakarnya, saya tidak menoleh. Takut beliau akan menyadari kedatanganku. Aku mengeluarkan Handphone mengirim sebuah pesan.
*Pengirim : Kamu dimana?
(beberapa menit kemudian)
*Q : Dirumah.
*Pengirim : Bisa tidak kau keluar sebentar?
(beberapa menit kemudian)
*Q : Keluar darimana, untuk apa?
*Pengirim : Rumah, saya ada diluar (Pesan gagal terkirim)
Sungguh. Tuhan tampaknya memberi banyak cobaan. Percakapan itu berhenti tepat ketika pulsaku habis. Sang penjaga warung kini menatapku, menyadari keberadaanku selarut ini. Dia kini benar-benar curiga.
Hujan bertambah deras membasahi seluruh badan menciptakan rambutku menguntai basah. Tasku kupeluk dan kulindungi dengan tubuh. Tidak ada cara lain, saya melangkah turun dari motor. Melangkah perlahan memasuki pekarangan rumahnya. Sampai diteras. Kukeluarkan boneka itu dari dalam tas. Menaruhnya tepat di teras itu, tanpa terkena hujan. Aku kemudian melangkah kembali. Melihat Si penjaga warung yang menatapku sayup-sayup, saya kembali menatapnya tersenyum Lihatlah si perampok ini, berhasil membawa pulang kebahagiaan...
Saat pulang, saya segera mengisi pulsa Handphone yang sempat habis tadi. Memberanikan diri menelponnya untuk pertama kalinya. Kemudian saya duduk diluar rumah menunggu panggilanku diangkat, tanpa sadar masih memaki seragam yang masih basah. Tanganku bergetar,jantungku berdetak kencang sekali. Bukan sebab kedinginan. Hanya sebab beliau mengangkat teleponku untuk pertama kalinya.
Aku : Ha...Halo?
Q : Iya?
Aku : Kamu dimana?
Q : Di kamar sama sepupu.
Aku : Bisa tidak kau keluar sebentar, ada makhluk lain yang menunggu kau diluar...
(aku tersenyum)
Q : Ahh, takut
Aku : Hehehe, bercanda kok, keluar aja sebentar
Q : Oiya, tunggu...
Aku : Bilang klo sudah didepan pintu yaa
Q : Hmm..
Hujan mulai mereda, tapi tubuhku malah bertambah dingin. Belum pernah saya menelpon orang yang benar-benar saya cintai selama ini. Aku melihat timernya sudah lewat satu menit. Ini sejarah!
Q : Ini sudah didepan pintu
Aku : Buka pintunya
Q : Iyaa,..
Aku ; Sudah?
Q : Iyaa, trus?
Aku : Hadap kiri, trus maju ke teras kamu
(Seketika beliau tidak menjawab apa-apa)
Q : Astaga,...
Aku : Sudah dapat?
Q : Iyaa, tapi ini untuk apa?
Aku : Entahlah, anggap saja sebagai hadiah dari orang yang kesurupan, hehehe
Q : Oo, hahahh, makasih kak
Aku : Sama-sama
(aku tersenyum sendiri, entah sebab apa)
Aku kemudian menutup telepon dan mengirim sebuah pesan singkat Namanya Mrs. Pinky dijaga baik-baik yaa :)
Malam itu perasaanku buncah akan kebahagian, hatiku tepat layaknya seorang perjaka yang benar-benar jatuh cinta. Besok saya siap berangkat.
Ditulis oleh : Muhammad Reyhan Ismail