Hari ini yaitu hari awal tahun aliran gres Sekolah Menengan Atas Negeri 1 Pinrang. Para siswa kelas X yang naik ke kelas XI sibuk mencari dimana kelas gres mereka di lembar pengumuman yang ditempel di depan kelas masing-masing. Berbagai verbal sanggup terlihat dari raut wajah para siswa, ada yang tertawa senang sebab sanggup sekelas dengan sobat baiknya atau pemuda idolanya, dan ada pula yang kecewa sebab berada di kelas yang kurang menyenangkan.
Sebut saja Miko. Salah seorang siswa yang juga sedang sibuk mencari dimana kelas barunya berada. Dengan wajah penuh keringat namun tetap tampak ceria, kelas demi kelas beliau telusuri, lembar demi lembar pengumuman ia baca untuk mencari dimana namanya berada.
Kelas XI IPA 3, tertulis begitu besar di potongan atas kertas pengumuman yang tertempel di salah satu kelas. Tanpak beberapa siswa berkumpul didepan kertas tersebut, hiruk pikuk bunyi berisik khas anak sekolahan menghiasi langkah Miko menuju ke dalam kelas tersebut. Beberapa orang diantaranya sudah Miko kenal, baik dari sobat sekelas yang dulu maupun sobat se-organisasi, namun tetap saja lebih banyak orang yang tidak ia kenal.
Matanya melirik mencari dingklik yang masih kosong tak berpenghuni. Tiba-tiba terdengar bunyi teriakan yang memanggil nama Miko.
"Miko, sini, kita duduk sebangku aja." Teriak seorang siswa yang tampak seusia dengan Miko. Usep, pemuda berkulit agak gelap yang agak kurus berpostur badan sedang, tidak tinggi namun tidak pendek.
Dia yaitu sobat Miko di sebuah organisasi sekolah. Meskipun tidak terlalu saling kenal satu sama lain, namun kecanggungan diantara mereka sepertinya berbeda dari pertemuan-pertemuan sebelumnya di organisasi.
"Kamu duduk dimana?" Lanjut Miko ketika berbalik mencari sumber bunyi tadi.
"Ayo sini, tas kau simpan disini, kita duduk bersebelahan." Seraya menarik lengan Miko dan memberikan sebuah kawasan kosong yang berada sempurna disamping kawasan Usep.
"Oke, iya deh."
Beberapa ketika kemudian, seorang guru pria berkulit putih agak keriput, masuk ke kelas kemudian eksklusif duduk di meja guru potongan depan. Beberapa siswa eksklusif berlari masuk ke kelas dan mengambil posisi masing-masing. Diam dan tenang di dalam ruangan tersebut.
“Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatu..” Guru tersebut mengucapkan salam, dan dijawab pula salam tersebut dari para siswa. “Baiklah, kini saya yaitu wali kelas kalian, perkenalkan nama saya Drs. Abd. Hakim, dan saya yaitu seorang guru matematika.” Perkenalan awal dari guru tersebut. Pembicaraan terus berlanjut, pembicaraan yang menciptakan para siswa sanggup lebih mengenal wali kelasnya, begitu pula sebaliknya.
Kemudian tiba ketika dimana guru tersebut mengabsen satu per satu muridnya. Nama urutan pertama disebutkan, seorang siswi mengangkat tangannya, satu persatu disebutkan dan satu per satu pula siswa bergilirang mengangkat tangannya. Hingga tiba ketika nama Miko disebutkan, dengan semangat beliau menjawab “hadir” sambil mengangkat tangannya setinggi mungkin. Beberapa mata tampak tertuju padanya, entah apa yang mereka pikirkan.
Beberapa nama sehabis nama Miko, disebutlah nama seorang siswa yang terkenal, populer sebab kenakalannya, banyak siswa yang berpikir tidak akan sanggup berada di kelas yang sama dengan siswa tersebut, Anca. Miko mempunyai beberapa pengalaman jelek bersama Anca, ia sangat membenci Anca dan berpikir bahwa ia tidak ingin melihatnya lagi, namun nasi sudah jadi bubur, ia sekelas dengan Anca.
Ekspresi kelam eksklusif tampak dari wajah beberapa siswa, tak terpungkiri Miko. Dalam hatinya ia berpikir, apa yang harus beliau lakukan. Sebuah inspirasi terlintas dalam benaknya. Setelah jam istirahat, ia mencari seorang temannya dari kelas yang lain, Ryan dari kelas XI IPA 4.
Miko pernah mendengar kabar angin bahwa Anca ingin pindah kelas ke XI IPA 4, nah, pastinya Ryan oke jikalau ia ditukar dengan Anca, Miko yakin. Yang membuatnya yakin, pertama, Ryan juga tidak menyukai Anca, Ryan yaitu sobat baik Miko dari kelas X.
Diantara kerumunan siswa yang kemudian lalang, Miko mencari Ryan. Dengan wajah penuh impian semoga beliau sanggup menemukan Ryan. Dari ujung barat ke ujung timur, beliau terus mencari tanpa membuahkan hasil, sepertinya Ryan tidak kesekolah hari ini. Kekecawaan pun tertulis terang di wajah Miko.
Disappointed.
Keesokan harinya, Miko sengaja tiba pagi-pagi kesekolah untuk menantikan kedatangan Ryan. Dan akhirnya, pucuk dicinta ulam pun tiba, orang yang ia tunggu muncul dari balik bangunan yang menghubungkan dari parkiran, Ryan datang, dan belum hingga ia dikelasnya, Miko eksklusif menghampiri tanpa banyak basa dan basi.
“Katanya, Anca akan pindah ke kelasmu!” Miko eksklusif ke inti pembicaraan tanpa salam pembuka.
“Kata siapa?” Sambung Ryan tanpa banyak bertanua sebelumnya.
“Kata orang-orang beliau akan pindah ke kelasmu, nah, niscaya kau tidak akan oke dengan hal iu, maka dari itu saya berpikir bagaimana jikalau kau tukaran saja dengannya di kelasku. Kamu yang ke kelasku dan beliau yang ke XI IPA 4.” Ucap Miko memperjelas.
“Baiklah, saya mau.” Ucap Ryan sambil berlalu.
Keesokan harinya, ternyata Anca ingin benar-benar pindah, Anca dan Ryan pun menciptakan janji untuk bertukar kelas. Anca setuju, sehabis menyampaikannya kepada staf yang mengurus perihal kelas mereka segera bertukar.
Namun beberapa persoalan kemudian muncul, pertama, meski telah di setujui oleh staf guru namun nama Ryan di bolos kelas tak kunjung berubah. Dan yang kedua, Anca tidak diterima oleh wali kelas XI IPA 4.
“Bagaimana ini?” Tanya Miko pada Ryan.
“Aku juga tidak tau, mungkin saya tidak jadi pindah kelas.” Jawab Ryan.
“Tapi mungkin kita sanggup bicara baik-baik dengan Wali kelas IPA 4.” Sambung Miko.
“Aku tidak yakin.” Ucap Ryan tampak menyerah.
“Baiklah, kini ayo kita bicara padanya dan jelaskan apa alasannya.” Miko eksklusif menarik Ryan untuk menemui wali kelas IPA 4.
Mereka benar-benar harus menguras keringat untuk bicara dengannya, Wali kelas IPA 4 sanggup dikatakan agak killer. Pembicaraan panjang dan lebar mereka lakukan dengan guru tersebut, mereka menjelaskan alasan demi alasan semoga guru tersebut mengizinkan.
Namun, kolam seorang malaikat turun dari langit, tiba-tiba guru tersebut menyetujuinya. Rasa senang tampak dari wajah kedua siswa ini, Miko dan Ryan. Meski mereka harus berhadapan dengan guru yang sangat angker itu. Sejak ketika itupun, Ryan resmi pindah kelas, dan balasannya nasib siswa-siswa XI IPA 4 sanggup terselamatkan dengan pindahnya Ryan.
Ditulis oleh : Muhammad Hadi Purnomo
Sumber http://www.maringngerrang.com/