I. PENDAHULUAN
Sektor pertanian merupakan sektor utama penyerap tenaga kerja di Indonesia. Tingginya angka tenaga kerja yang diserap oleh sektor pertanian terjadi lantaran adanya acara penyediaan infrastruktur dan ekspansi areal serta pemberdayaan bagi petani yang dilaksanakan oleh pemerintah. Pemerintah menyediakan teknologi unggul berupa varietas dan klon-klon unggul baru, rekomendasi pemupukan spesifik lokasi, sistem pertanian di aneka macam ekosistem mulai dari dataran tinggi dan rendah, teknologi pengendalian pertanian, serta kajian sosial ekonomi dan budaya pertanian (Kompas, 2011).
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan petani dalam pelaksanaan usahataninya. Tenaga kerja yaitu suatu faktor produksi yang utama, lantaran faktor tersebut menentukan kedudukan petani dalam usahataninya, dengan artian bahwa petani dalam usahataninya tidak hanya menyumbangkan tenaga kerja saja, tetapi yaitu pemimpin usahatani yang mengatur organisasi produksi secara keseluruhan. Tenaga kerja dalam usahatani sanggup berasal dari dalam keluarga dan luar keluarga, yang terdiri dari tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, tenaga kerja bawah umur dan tenaga kerja ternak.
BAB II
PEMBAHASAN
Tenaga kerja yaitu salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang tergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehigga kuat pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam perjuangan tani keluarga (family farms), khususnya tenaga kerja petani bersama anggota keluarganya. Rumah tangga tani yag umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih sanggup diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sediri maka tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya.
Baik dalam usahatani keluarga maupun perusahaan pertanian peranan tenaga kerja belum belum sepenuhnya diatasi dengan tekologi yang menghemat tenaga (teknologi mekanis). Hal ini dikarenakan selain mahal juga ada hal-hal tertentu yang memang tenaga kerja insan tidak sanggup digantikan.
A. Karakteristik Tenaga Kerja dalam Usahatani
Tenaga kerja dalam usahatani mempunyai karekteristik yang sangat berbeda dengan tenaga kerja di bidag perjuangan lain yng selain pertanian. Karakterisik berdasarkan Tohir (1983) yaitu sebagai berikut:
- Keperluan akan tenaga kerja dalam ushatani tidak kontinyu dan tidak merata.
- Penyerapan tenaga kerja dalam perjuangan tani sangat terbatas.
- Tidak gampang distandarkan, dirasioalkan, dan dispesialisasikan.
- Beraneka ragam coraknya dan kadang-kadang tidak sanggup dipisahkan satu sama lain.
Karakteristik diatas akan memerlukan sistem-sistem menejerial tertentu yang harus dipahami sebagai perjuangan peningkatan usahatani itu sendiri. Selama ini khususnya di Indoesia sistem menejerial bisanya masih sangat sederhana.
B. Peran Petani
Tenaga kerja usahatani keluarga bisanya terdiri atas petani beserta keluarga dan tenaga kerja dari luar yang semuanya berperan dalam perjuangan tani. Menurut Mosher (1968) petani berperan sebagai manajer, juru tani, dan insan biasa yang hidup di dalam masyarakat. Petani sebagai manajer akan berhadapan dengan aneka macam alternatif yang harus diputuskan mana yang harus dipilih untuk diusahakan. Petani harus menentukan jenis tumbuhan atau ternak yang akan diusahakan, menetukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi duduk kasus wacana biaya, mengusahakan permodalan. Untuk itu, dibutuhkan ketrampilan, pendidikan, dan pengalaman yang akan kuat dalam proses pengambilan keputusan.
Dalam keyataannya untuk menentukan perjuangan apa yang akan dilakukan, terdapat kompromi antara bapak dan ibu tani. Hal tersebut penting dalam penyuluhan. Jika ingin yang disuluhkan sanggup mengena maka pendekatanya yaitu kepada keduanya, yaitu bapak dan ibu tani.
Petani sebagai anggota masyarakat yang hidup dalam suatu ikatan keluarga akan selalu berusaha memenuhi kebutuhan keluarganya. Disamping itu, petani juga harus berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat atas diri dan keluarganya. Sebaliknya, petani juga membutuhkan pemberian masyarakat disekelilingnya. Besar kecilnya kebutuhan pemberian terhadap masyarakat disekelilingnya tergantug pada teknologi yang digunakan dan sifat masyarakat setempat. Dalam praktiknya, peranan-peranan tersebut saling tekait, tetapi niscaya ada salah satu yang menonjol. Sebagai contoh, pada suatu kawasan tidak terdapat jenis komoditas a, b, dan c padahal sebetulnya sangat cocok dengan iklim dan jenis tanah setempat dan harganya pun tinggi. Setelah diteliti ternyata komoditas a, b, dan c tersebut tidak umum diusahakan, bahkan tabu bagi kawasan tersebut. Hal ini mengatakan bahwa peranan petani sebagi manajer sangat lemah, tetapi peranan petani sebagi anggota masyarakat sangatlah menonjol.
C. Tenaga Kerja sebagai Faktor Produksi
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi yang penting dan perlu diperhatikan dalam proses produksi dalam jumlah yang cukup bukan saja terlihat dari tersedianya tenaga kerja, tetapi juga kualitas dan macam tenaga kerja perlu diperhatikan. Selanjutnya dikatakan bahwa setiap produksi dibutuhkan tenaga kerja yang memadai, jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan perlu diubahsuaikan dengan kebutuhan hingga dengan tingkat tertentu sehingga jumlahnya optimal.
Dalam usahatani, sebagian besar tenaga kerja berasal dari tenaga kerja keluarga petani sendiri yang terdiri atas ayah sebagai kepala keluarga, isteri dan bawah umur petani, tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani merupakan sumbangan keluarga pada produksi pertanian secara keseluruhan dan tidak pernah dinilai dengan uang.Potensi tenaga kerja keluarga petani merupakan jumlah tenaga kerja potensial yang selalu tersedia tetap pada suatu keluarga petani yang sanggup mencakup bapak, ibu, anak dan keluarga lain dalam suatu rumah tangga yang merupakan tanggungan petani.
Potensi tenaga kerja dalam keluarga merupakan hal yang penting lantaran sanggup dijadikan dasar perkembangan dalam pemilikan alternatif usahatani.Untuk mengetahui potensi tenaga kerja keluarga harus dilipatkan atau dikalikan pencurahan dalam satu tahun seorang tenaga kerja laki-laki 330 HK dalam setahun, tenaga kerja perempuan 226 HK dalam setahun dan bawah umur 140 HK dalam setahun. Hal ini dihitung optimal tersedia pekerjaan dalam kondisi normal. Potensi tenaga kerja keluarga harus dilipatkan atau dikalikan pencurahannya dalam satu tahun, seorang tenaga kerja laki-laki akan bekerja 300 HK (hari kerja) dalam satu tahun, tenaga kerja perempuan 220 HK dan bawah umur 140 HK dalam satu tahun.
D. Tenaga Kerja Keluarga dan Luar Keluarga
Peranan anggota keluarga yang lain yaitu sebagai tenaga kerja di samping juga tenaga luar yang diupah. Banyak sedikitnya tenaga kerja yang dibutuhkan dalam usahatani berbeda-beda tergantung pada jenis tumbuhan yang diusahakan. Banyak sedikitnya tenag luar yang dipergunakan tergantug pada dana yang tersedia untuk membiayai tenaga luar tersebut.
Ada beberapa hal yang membedakan antara tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar atara lain yaitu komposisi berdasarkan umur, jenis kelamin, kualitas, dan kegiatan kerja (prestasi kerja). Kegiatan kerja tenaga luar sangat dipengaruhi sistem upah, lamanya waktu kerja, kehidupan sehari-hari, kecakapan, dan umur tenaga kerja.
- 1. Sistem upah
Sistem upah dibedakan menjadi 3 yaitu upah borongan, upah waktu, dan upah premi. Masing-masing sistem tersebut akan mempengaruhi prestasi seorang tenaga luar.
a) Upah borongan yaitu upah yang diberikan sesuai dengan perjanjian antara pemberi kerja dengan pekerja tanpa memperhatikan lamanya waktu kerja. Upah borongan ini cederug menciptakan para pekerja untuk secepatya menuntaskan pekerjaanya biar segera sanggup mengerjakan pekerjaan borongan lainya. Contohnya borongan menggarap lahan sawah sebesar Rp. 150.000 per petak sawah
b) Upah waktu yaitu upah yang diberikan berdasarkan lamanya waktu kerja. Sistem upah waktu kerja ini cenderung menciptakan pekerja untuk memperlama waktu kerja dengan cita-cita mendapat upah yang semakin besar. Contohnya upah pekerja untuk menggarap sawah sebesar Rp. 25.000/HKO. Jika ia bekerja selam lima hari maka upah yang diterima sebesar Rp. 125.000.
c) Upah premi yaitu upah yang diberikan dengan memperhatikan produktivitas dan prestasi kerja. Sebagai contoh, dalam satu hari pekerja diharuskan menuntaskan 10 unit pekerjaan. Jika ia bisa menuntaskan lebih dari 10 unit maka ia akan mendapat upah tambahan. Sistem upah premi cenderung meningkatkan produksivitas pekerja.
- 2. Lamanya waktu kerja
Lamanya waktu kerja seseorang dipengaruhi oleh seseorang tersebut. Seseorang yang tidak dalam keadaan cacat atau sakit secara normal mempunyai kemampuan untuk bekerja. Selain itu, juga dipengaruhi oleh keadaan iklim suatu tempat tertentu. Misalnya, wilayah tropis menyerupai Indonesia, untuk melaksanakan acara lapangan menyerupai petani tidak sanggup bertahan usang lantaran cuaca panas.
- 3. Kehidupan sehari-hari
Kehidupan sehari-hari seorang tenaga kerja sanggup dilihat pada keadaan makanan/ sajian dan gizi, perumahan, kesehatan, serta keadaan lingkunganya. Jika keadaanya buruk dan tidak memenuhi persyaratan maka akan berpegaruh negatif terhadap kinerja.
- 4. Kecakapan
Kecakapan seseorang menentukan kinerja seseorang, seseorang yang lebih cakap tentu saja prestasinya lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang kurang cakap, kecakapan ditentukan oleh pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman.
- 5. Umur tenaga kerja
Umur seorang menentukan prestasi kerja atau kinerja seorang tersebut. Semakin berat pekerjaan secara fisik maka semakin bau tanah tenaga kerja akan semakin turun pula prastasi tenaga kerjanya. Namun dalam beberapa hal tanggung jawab semakin bau tanah umur tenaga kerja tidak akan kuat lantaran justru semakin berpengalaman. Semantara itu untuk tenaga kerja keluarga lantaran tidak diupah, tingginya prestasi kerja dipengaruhi oleh yang paling utama yaitu besarnya kebutuhan keluarga disamping faktor-faktor yang lain.
Besarnya prestasi kerja tenaga kelurga dipengaruhi oleh perbandingan antara besarnya konsumen dalam keluarga dalam keluarga dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Hal tersebut sanggup dihitung dengan cara sebagai berikut.
Dimana:
K = kegiatan/ prestasi kerja
P = konsumen/ pemakai
T = tenaga kerja
Jika semakin tinggi P (kebutuhan kelurga) dengan T (tenaga kerja) tetap maka keluarga tersebut harus bekerja lebih usang (K naik). Dalam kenyataan (seperti terlihat dalam tabel 3.1) dengan adanya pertambahan tenaga kerja keluarga, jumlah jam keluarga yang dicurahkan untuk bekerja justru mengatakan penurunan (kolom 5). Kecenderungan ini disebabkan keputusan keluarga untuk bekerja, ditentukan oleh besarnya kebutuhan keluarga (kolom 6). Begitu jumlah kebutuhan terpenuhi (ekuivalen 21 jam/ hari), meskipun dalam keluarga terjadi pertambahan persediaan tenaga kerja (pada ketika umur perkawinan 15 tahun), jumlah tenaga per keluarga yang dicurahkan untuk bekerja besarnya tetap.
Dipandang dari segi kecerdikan makan dengan mendorong naik kebutuhan keluarga diharapkan petani akan bersedia untuk bekerja lebih usang sehingga tidak saja pendapatan keluarga akan meningkat tetapi juga produksi secara keseluruhan akan naik.
Kebutuhan keluarga ekuivalen dengan 21 jam/hari/keluarga. Jika telah terpenuhi makan lamanya kegiatan kerja akan menurun. Tambahan tenaga kerja keluarga seharusnya disalurkan untuk intensifikasi maupun kegiatan-kegiatan yang tidak bekerjasama dengan pertanian (off farm activities) bila lahan usahataninya terbatas. Dengan demikian, total pendapatan yang diperoleh keluarga akan lebih tinggi daripada keadaan semula. Pada kenyataaan yang terjadi di Indonesia, para petani tidak mempertahankan jam kerja yang tinggi. Semakin banyak tenaga kerja keluarga semakin kecil jam kerja per tenaga per hati padahal sebetulnya bisa lebih dari itu. Dengan demikian maka timbul adanya pengangguran yang tidak kentara (disquised unemployment).
Tabel 3.1. Hubungan Antara Jumlah Konsumen, Tenaga Kerja, Dengan Kegiatan Kerja Keluarga Petani
No. | Umur (th) | P | T | K | Lamanya Bekerja (jam/hari/tenaga) | Lamanya Bekerja (jam/hari/keluarga) |
(1) | (2) | (3) | (4) | (5) | (6) | |
1 | 0 | 2 | 2 | 1 | 3 | 6 |
2 | 3 | 3 | 2 | 1,50 | 4,5 | 9 |
3 | 6 | 4 | 2 | 2 | 6 | 12 |
4 | 9 | 5 | 2 | 2,50 | 7,5 | 15 |
5 | 12 | 6 | 2 | 3 | 9 | 18 |
6 | 15 | 7 | 2 | 3,50 | 10,5 | 21 |
7 | 18 | 7 | 2 | 2,30 | 7 | 21 |
8 | 21 | 7 | 2 | 1,75 | 5,25 | 21 |
9 | 24 | 7 | 2 | 1,40 | 4,2 | 21 |
10 | 27 | 7 | 2 | 1,16 | 3 | 21 |
11 | 30 | 7 | 2 | 1 | 3 | 21 |
Keterangan: P = pemakai/ konsumen dalam suatu keluarga
T = tenaga kerja dalam suatu keluarga
K = kegiatan/ prestasi kerja
Umur = umur perkawinan suatu keluarga
D. Kebutuhan dan Distribusi Tenaga Kerja
Kebutuhan tenaga kerja sanggup diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan masing-masing komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk seluruh usahatani. Kebutuhan tenaga kerja berdasarkan jumlah tenaga kerja keluarga yang tersedia dibandingkan dengan kebutuhannya. Berdasarkan perhitungan maka jikalau terjadi kekurangan maka untuk memenuhinya sanggup berasal dari tenaga luar keluarganya.
Satuan yang sering digunakan dalam perhitungan kebutuhan tenaga kerja yaitu man days atau HKO (hari kerja orang) dan JKO (jam kerja orang). Pemakaian HKO kelemahannya lantaran masing-masing kawasan berlainan (1 HKO di kawasan B belum tentu sama dengan 1 HKO di kawasan A) bila dihitung jam kerjanya. Sering kali dijumpai upah borongan yang sulit dihitung, baik HKO maupun JKO-nya.
Banyaknya tenaga kerja yang dibutuhkan untuk mengusahakan satu jenis komoditas per satuan luas dinamakan Intensitas Tenaga Kerja. Intensitas Tenaga Kerja tergantung pada tingkat teknologi yang digunakan, tujuan dan sifat usahataninya, topografi dan tanah, serta jenis komoditas yang diusahakan.
- Tingkat teknologi yang digunakan
Penerapan teknologi biologis dan kimia umumnya lebih banyak dibutuhkan tenaga kerja untuk pemakaian hibrida disertai dengan pemupukan dan pemberantasan hama penyakit. Sementara penerapan teknologi mekanis, menyerupai pemakaian mesin-mesin dan traktor justru sanggup lebih menghemat kebutuhan tenaga kerja.
- Tujuan dan sifat usahatani
Tujuan usahatani dan sifat usahatani juga sangat mempengaruhi jumlah kebutuhan tenaga kerja. Contoh halnya, perjuangan tani komersial yang sudah memperhatikan kualitas dan kuantitas dari segi ekonomi, akan membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak dari pada usahatani subsistence.
- Topografi dan tanah
Teknik pengolahan lahan di daaerah datar dengan jenis tanah ringan akan memerlukan tenaga kerja yang lebih sedikit dibanding pengolahan tanah di kawasan miring dan berat.
- Jenis komoditas yang diusahakan
Jenis komoditas juga menentukan jumlah tenaga kerja. Pada umumnya tumbuhan semusim lebih banyak membutuhkan tenaga kerja daripada tumbuhan tahunan. Hal ini tergantung pada intensitas pengolahan tanah dan ketika tanam. Pada tumbuhan semusim lebih banyak membutuhkan tenaga kerja pemberian sehingga sering kali tidak sanggup diselesaikan sendiri oleh tenaga kerja keluarga. Namun ketika pemeliharaan pada tumbuhan semusim cenderung membutuhkan sedikit tenaga kerja. Bahkan hingga tenaga kerja keluarga yang tersedia tidak sanggup dimanfaatkan sepenuhnya lantaran memmang tidak adanya pekerjaaan sehingga timbul pengangguran musiman. Pengangguran musiman bahwasanya masih sanggup diatasi dengan cara sebagai berikut:
- Cropping system, untuk meningkatkan intensitas penggunaan tanah dan menyerap tenaga kerja yang lebih banyak untuk merawat lebih dari satu tumbuhan dalam satu lahan;
- Menggunakan teknologi yang membutuhkan pemberian tenaga kerja;
- Diversifikasi vertikal, melaksanakan sendiri semua proses produksi dan pemasaran;
- Off-farm activity; dan
- Transmigrasi yang terarah pada diversifikasi tumbuhan pangan.
- Efisiensi tenaga kerja
Efisiensi tenaga kerja atau produktivitas tenaga kerja sanggup diukur dengan memperhatikan jumlah produksi, penerimaan per hari, dan luas lahan atau luas usaha.
- Memperhitungkan produksi
Produktivitas yang bekerjasama dengan tenaga kerja sanggup dihitung melalui jumlah produksi per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar. Perhitungan produktivitas akan membandingkan antara perjuangan yang dibantu dengan mesin traktor dengan perjuangan yang tanpa memakai pemberian mesin traktor. Jika tidak memakai traktor maka jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin banyak, sehingga pembaginya akan menjadi semakin besar dan nilai produktivitas akan semakin kecil. Tetapi jikalau memanfaatkan pemberian mesin traktor maka tenaga kerja yang dibutuhkan akan semakin sedikit sehingga pembagi jumlah produksi per hektar akan semakin kecil sehingga memperoleh nilai produktivitas yang lebih besar. Hal ini justru akan semakin meningkatkan efisiensi tenaga kerja.
- Memperhatikan penerimaan per hari kerja
Penerimaan per hari kerja sanggup dihitung dengan formula, jumlah produksi fisik dikali harga per hektar dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan per hektar.
- Memperhatikan luas perjuangan per lahan
Efisiensi tenaga kerja sanggup juga dihitung melalui luas usahatani dibagi dengan jumlah tenaga kerja yang dicurahkan perhari.
- Efisiensi teknis, efisiensi perusahaan, dan efisiensi kemanusiaan
Selain efisiensi tenaga kerja, efisiensi teknis, perusahaan, dan kemanusiaan, juga sanggup diperhitungkan dengan cara mebandingkan embel-embel produksi yang akan diperoleh jawaban dari embel-embel faktor produksi yang diberikan untuk menghasilkan.
- Efisiensi teknis yaitu mengukur besarnya produksi yang sanggup dicapai atas tingkat faktor produksi tertentu. Efisiensi teknis contohnya melalui penggunaan pupuk urea untuk peningkatan produksi padi di lahan sawah dengan di lahan tegal maka akan didapat hasil penggunaan pupuk urea yang lebih efisien di lahan sawah dibandingkan di lahan tegal.
- Efisiensi perusahaan yaitu mengukur besarnya nilai produksi yang sanggup dicapai atas nilai faktor produksi tertentu. Contohnya dalam penggunaan pupuk urea 46% N dan pupuk ZA 20% N. Akan terlihat efisiensi penggunaan pupuk dari tingkat produksinya yaitu penggunaan pupuk urea 46% N lebih besar dibanding penggunaan pupuk ZA 20% N.
- Efisiensi kemanusiaan sulit diukur lantaran embel-embel produksi yang dicapai diukur dengan kepuasan seseorang.
- Curahan tenaga kerja
Curahan tenaga kerja pada usahatani sangat dipengaruhi oleh aneka macam faktor, yakni:
- Faktor alam yang mencakup curah hujan, iklim, kesuburan tanah, dan topografi;
- Faktor jenis lahan yang mencakup sawah, tegal, dan pekarangan;
- Luas, petak, dan penyebaran.
Faktor-faktor tersebut menimbulkan adanya perbedaan kesibukan tenaga kerja, contohnya yang terjadi pada perjuangan tani lahan kering yang benar-benar hanya mengandalakan air hujan maka petani akan sangat sibuk hanya pada ketika animo penghujan. Sebaliknya, pada animo kemarau akan mempunyai waktu luang sangat banyak lantaran lahannya tidak sanggup ditanami (bero). Pada lahan sawah beririgasi, petani akan sibuk sepanjang tahun lantaran air bukan merupakan hambatan bagi usahataninya.
- Arti intensif dan ekstensif
Usahatani dikatakan intensif jikalau banyak memakai tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Contoh usahatani intensif yaitu jikalau seorang petani menggarap tanah sesuai dengan kebutuhan hingga siap untuk ditanami jagung, memakai pupuk awal, bibit unggul, melaksanakan penyiangan dan pemupukan periodik. Tiga setengah bulan kemudian petani akan memperoleh hasil panen sekitar 12 kg per satuan luas lahan.
Sedangkan suatu usahatani dikatakan ekstensif jikalau usahatani tersebut tidak banyak memakai tenaga kerja dan atau modal per satuan luas lahan. Sebagai pola adalah, jikalau seseorang menggarap tanah ala kadarnya, kemudian menebar bibit, biji (untuk serealia). Setelah itu lahan dibiarkan aja. Tetapi tiga setengah bulan, petani juga sambil menunggu mendapat seluruh hasil panen dan diperoleh 2 kg per satuan luas lahan.
E. Curahan Jam Kerja Upahan
1. Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dalam usahatani padi sawah di Kabupaten Kerinci pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja wanita. Curahan tenaga kerja upahan laki-laki sebesar 22,75 HK/musim/Ha (95,75%) dan curahan tenaga kerja upahan perempuan yakni 1,01 HK/musim/Ha (4,25%).Dalam pengolahan tanah tenaga kerja upahan laki-laki lebih banyak digunakan dibandingkan dengan tenaga kerja wanita, lantaran pada kegiatan pengolahan tanah ini dibutuhkan tenaga yang cukup besar sehingga kegiatan pengolahan tanah ini lebih didominasi oleh tenaga pria. Walaupun ada diantaranya tenaga kerja perempuan yang ikut dalam kegiatan pengolahan tanah tapi hanya sekedar membantu.
2. Penyemaian
Penyemaian bibit yaitu salah satu kegiatan dalam usahatani padi sawah yang mencakup kegiatan pembuatan tempat penyemaian, penyebaran bibit dan pencabutan bibit dari persemaian. Curahan jam kerja upahan laki-laki 0,06 HK/musim/Ha (0,34%) lebih kecil dibandingkan dengan curahan jam kerja upahan perempuan 0,50 HK/musim/Ha ( 99,66%). Penggunaan tenaga perempuan untuk kegiatan penyemaian biasa dilakukan lantaran pada kegiatan penyemaian ini memerlukan ketelitian dan tidak memerlukan tenaga yang lebih besar. Adanya waktu animo tanam yang berbeda-beda sehingga sesudah dilakukan pengolahan tanah oleh tenaga kerja laki-laki pada waktu animo tanam pertama maka tenaga kerja laki-laki akan berpindah lagi untuk melaksanakan pengolahan tanah pada hamparan yang lain.
3. Penanaman
Penanaman dilakukan dengan jarak tanam yang bervariasi untuk setiap petaninya sesuai dengan pengetahuan dan kebiasaan yang mereka lakukan. Curahan jamkerja upahan laki-laki pada kegiatan penanaman sebesar 0,08 HK/musim/Ha (0,34%), tenaga kerja upahan perempuan sebesar 23,65 HK/musim/Ha (99,66%), ini berarti kegiatan penanaman dilakukan oleh tenaga kerja upahan wanita.
4. Penyiangan
Penyiangan yaitu kegiatan yang dilakukan untuk membuang atau memisahkan tumbuhan pengganggu dari tumbuhan padi sawah. Untuk lebih jelasnya distribusi penggunaan tenaga kerja upahan pada kegiatan penyiangan sanggup dilihat pada tabel dibawah ini. Curahan jam kerja upahan laki-laki sebesar 0,14 HK/musim/Ha (0,47%) dan curahan jam kerja upahan perempuan sebasar 29,90 HK/musim/Ha (99,53%).
5. Panen
Panen yaitu kegiatan pengambilan hasil usahatani padi sawah kegiatan ini diawali dengan pemotongan batang padi dengan memakai sabit sesudah batang padi dipisahkan maka kegiatan berikutnya yaitu perontokan dari tangkainya. Curahan jam kerja upahan laki-laki lebih besar dari curahan jam kerja upahan wanita. Curahan jam kerja upahan laki-laki sebesar 25,39 HK/musim/Ha (89,40%) dan curahan jam kerja upahan perempuan sebesar 3,01 HK/musim/Ha 10,60%).Pada kegiatan panen penggunaan tenaga kerja upahan laki-laki lebih banyak dari tenaga upahan perempuan lantaran pada kegiatan panen memerlukan tenaga yang cukup besar dan berdasarkan norma dan kebiasaan yang berlaku di kawasan Kabupaten Kerinci tenaga kerja upahan laki-laki melekukan kegiatan ini. Walapun tenaga kerja perempuan ikut terlibat, tetapi hanya membantu tenaga kerja laki-laki menyerupai pada kegiatan pencucian dan pengalengan dan kegiatan yang ringan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, I.G.N. dkk. 1994. Teori Ekonomi Makro, Suatu Analisis Produksi Terapan. Penerbit FE. UI. Jakarta.
Anonymous. 1991. Laporan Penelitian Pengukuran Kemampuan Daerah Tingkat II dalam rangka Pelaksanaan Otonomi Nyata dan Bertanggung Jawab. Buku II Kab. Kerinci. Pemerintah Propinsi Daerah Tingkat I Jambi.
_________. 1993. Perencanaan Pembangunan Daerah Tingkat I Jambi Tahun Anggaran 1995/1996 – 1998/1999. Buku III Bapedda Jambi. Jambi.
_________. 1995. Rencana Pembangunan Lima Tahun ke Enam Daerah tingkat I Prop. Jambi. Pemda Tingakat I Jambi. Jambi.
_________. 1998. Wanita dan Pria di Prop. Jambi. Kerjasama Bapedda dan BPS Prop. Jambi. Jambi.
Fitri. 2000. Analisis Distribusi Pendapatan Petani Padi Sawah di Kecamatan Gunung Kerinci Kab. Kerinci. Skripsi Fakultas Pertanian Univ. jambi. Jambi.
Gilarso, T. 1992. Pengantar Ilmu Ekonomi Bagian Makro. Kanisius. Yogyakarta.
Hernanto. 1994. Ilmu Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta.
Nuraini, Ida dan Hidayat, Herman. 2001. Manajemen Usaha Tani. Universitas Terbuka. Dep. Pendidikan Nasional Jakarta.
Kartasapoetra. 1988. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. PT. Bina Aksara. Jakarta.
Syofia, Khamri. 2005. Analisis Curahan Jam Kerja Keluarga Pada Usahatani Padi Sawah (Skripsi). Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Malang.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta.
Mosher, AT. 1987. Menggerak dan Membangun Pertanian. CV. Yasaguna. Jakarta.
Soekartawi. 1991. Agribisnis, Teori dan Aplikasinya. Penerbit Rajawali Pres. Jakarta.