Asetilkolin yaitu neurotransmitter paling melimpah di badan manusia, terutama ditemukan di hipokampus. Ini tidak terpisahkan untuk memori, suasana hati, kontrol otot, dan fungsi sistem saraf dan otak lainnya.
Jika Anda belum pernah mendengar wacana asetilkolin, kemungkinan besar Anda pernah mendengar wacana kolin. Kolin, yang ditemukan dalam banyak produk hewani, yaitu prekursor asetilkolin yang disintesis melalui reaksi kimia di mana asam asetat diesterifikasi dari asetil-KoA dan kolin. Memiliki jumlah kolin yang cukup dibutuhkan untuk produksi asetilkolin. Wanita cukup umur membutuhkan 425 miligram per hari sedangkan laki-laki cukup umur membutuhkan 550 miligram per hari.
Sebuah makalah Agustus 2017 yang diterbitkan dalam Nutrients meneliti kualitas neuroprotektif kolin dan menemukan bahwa nutrisi sangat penting untuk perkembangan otak, kinerja kognitif dan ketahanan terhadap penurunan kognitif yang terkait dengan penuaan dan penyakit neurodegeneratif. Sementara asetilkolin tidak sanggup dicerna melalui sumber makanan, kolin ditemukan dalam sumber masakan dan sanggup disintesis menjadi asetilkolin dalam tubuh. Sumber kaya kolin masakan meliputi:
- Kuning telur
- Turki
- Daging sapi
- Kacang hijau terbelah
- Hati
- Ikan salmon
- Kedelai
- Kacang hijau
- kacang-kacangan
Karena asetilkolin yaitu neurotransmitter penting yang terlibat dalam fungsi otak dan kesehatan, kadar rendah telah dikaitkan dengan disfungsi neurologis. Sebuah uji klinis kecil yang diterbitkan pada bulan Mei 2019 di BMC Neurology menunjukkan bahwa asetilkolin sanggup memperlambat patogenesis penyakit Alzheimer, sementara sebuah studi November 2018 yang diterbitkan dalam jurnal Aging Clinical and Experimental Research menemukan bahwa kadar asetilkolin yang rendah pada orang bau tanah yaitu kontributor untuk delirium pasca operasi, ditandai oleh perubahan penting dalam kesadaran, kurangnya perhatian dan anutan yang tidak teratur.
Sebaliknya, sebuah studi pencitraan insan Desember 2015 yang diterbitkan dalam jurnal Current Opinion in Neurobiology, menyarankan bahwa individu dengan gangguan depresi mayor atau gangguan bipolar mempunyai tingkat asetilkolin yang lebih tinggi di seluruh wilayah otak dibandingkan dengan subyek sehat.
Akumulasi asetilkolin sanggup menjadikan kram, peningkatan air liur, produksi air mata yang berlebihan, otot yang lemah, kelumpuhan, diare dan penglihatan kabur. Mekanisme di balik ketidakseimbangan asetilkolin tidak dipahami dengan baik dan terus dipelajari.
Efek lain dari tingkat tinggi asetilkolin telah dilaporkan sesudah penggunaan inhibitor asetilkolinesterase, obat-obatan yang menghambat pemecahan asetilkolin. Faktanya, sebuah makalah Juli 2016 yang diterbitkan dalam BioMed Research International mendokumentasikan penggunaan inhibitor asetilkolinesterase sebagai protokol untuk pengobatan simptomatik Alzheimer – yang menunjukkan kesepakatan untuk neurotransmitter.
Sementara makan masakan yang kaya kolin tidak mempunyai reaksi yang merugikan, memakai komplemen untuk meningkatkan produksi asetilkolin tidak diindikasikan juga tidak kondusif untuk semua orang. Bahkan, itu mungkin lebih berbahaya daripada kebaikan saat kontraindikasi hadir. Semua diagnosis defisiensi asetilkolin atau toksisitas dan suplementasi selanjutnya hanya boleh dilakukan di bawah perawatan penyedia layanan kesehatan yang berkualitas.
Sumber https://infoana.comm