Thursday, August 10, 2017

√ Mengapa Begitu Cepat Ayah Berlalu

Mengapa Begitu CepatMengapa hari-hariku selalu menyerupai ini, diliputi dengan rasa iri dan juga sedih. Ratapanku kepadamu menyerupai tiada gunanya. Sama saja hari-hariku selalu melihat, mendengar, bersedih dan tak tahu harus berbuat apa hingga saya berkata “Mengapa terlalu cepat”. Inilah sekelumit kisah yang ingin saya sampaikan kepada mu, kisah yang semestinya tak kuceritakan tetapi inilah adanya. Seperti mimpi jelek yang berlari dihamparan gurun sahara.  
Tak henti-hentinya saya bersedih dikala melihat mereka, mereka dan belum dewasa se usiaku yang bersalaman, berpelukan dan melepaskan rindu dikala ayahnya pergi untuk bekerja ataupun pulang dari bekerja.  Itu hanyalah sekitar jarak dan waktu yang tak sanggup ditempuh dengan transportasi. Sedangkan saya hanya sanggup menyaksikan aktifitas orang orang tersebut. 
 diliputi dengan rasa iri dan juga murung √ Mengapa Begitu Cepat Ayah Berlalu
Mengapa Begitu Cepat Ayah Berlalu
Tetapi bagaimana dengan diriku sendiri, seorang gadis yang berusia sekitar 17 tahun yang takkan sanggup lagi menyaksikan dan melihat bagaimana sosok ayah yang tegar, dermawan, berwibawa dan peduli tarhadap anak-anaknya menyerupai yang teman-temanku yang bercerita terhadap sosok kepribadian ayah mereka masing-masing yang selalu mereka idolakan. Pernah sekali saya tidak peduli dengan omongan teman-temanku perihal sosok ayah mereka alasannya yaitu saya terbawa oleh perasaan iri kepada mereka yang masih mempunyai sorang ayah sedangkan saya sendiri sudah usang tidak melihat apa lagi mendengar kabarnya. Aku sadar bahawa sang yang maha khlaiq lebih menyanyangi ayahku sehingga ia lebih dahulu dipanggil kepangkuanNya. 
Sekarang ini yang masih sering mengaung dalam ingatanku yaitu sebuah kisah tragis perihal janjkematian ayahku yang diceritakan oleh ibuku kepada kami semua. Waktu itu saya gres saja mamasuki usia 17 tahun, sedangkan adikku yang juga seorang wanita sudah memasuki usia 15 tahun, kami hanya terpaut usia 2 tahu. Aku memaksa ibuku bercerita perihal bagaimana ayahku dipanggil oleh illahi. Ibuku memulai ceritanya dengan menyampaikan jka saya sudah berunsia 17 tahun dan sudah sangat remaja untuk mencermati kisah dari ibuk ini. Aku hanya menduk lesu mendengar kisah ibuku. “ayahmu yaitu seorang suami yang sangat hebat, dia tidak pernah mengeluh dengan apa yang dia peroleh dari usahanya. Kelahiran anak pertamnya yaitu dirimu yaitu anugrah Allah yang sangat besr baginya. Tapi Allah berkehendak lain ayahmu tidak akan pernah sanggup melihat kau tunbuh remaja sebagaimana orang lain. Ucap ibuku dengan pilu. Kemudian saya bertanya kepada ibuku, “apa yang menimbulkan ayah meninggal bu, apakah ayah sakit atau mengalami kecelakaan?”. Ibuku menjawab “ ibu tidak tahu niscaya kejaidian yang sesungguhnya, yang terperinci ayahmu yaitu seorang kombatan GAM waktuNegeri ini dilanda konflik, sebelum ayahmu hendak pergi bergabung dengan GAM, ayahmu menyempatkan untuk memandikanmu dan adik mu dan tidak lupa juga menandani kalian berdua. Ayahmu kelihatan sangat baagian waktu menandani kalian berdua, dan ia sempat berpesan kepada ibu untuk tolong jaga anak kita, supaya mereka kelak tumbuh remaja dan hidup dengan bahagia. Itulah kata terkhir ayahmu sebelum belalu pergi ayahmu masih sempat mencium keniang kalian berdua. Kemudian ibu melanjutkan ceritanya, sehabis kepergian ayahmu ibu tetap bekerja menyerupai biasa, hingga suatu hari ibu mendengar kabar jikalau ayahmu meninggal dalam kontak senjata di bakongan dan di makamkan disana. Ibuku meneteskan air mata dikala mencerutakan insiden itu, kemudian melanjutkan katanya “ jikalau senadainya ibu sanggup mengubah masa, maka terusterang ibukatakan bu tidak akan menentukan untuk hidup dimasa itu, dimana keadaan warga selalu diliputi oleh rasa ketakutan, dan selalu dibayangi oleh rasa cemas dan kengerian. Pada masa itu setiap hari orang menyaksikan perang, janjkematian dan banyak sekali tindakan kejahatan yang sangat jauh dari nilai perikemanusian, masa yang sangat kelabu dan angker semua orang. Namun ibu berharap kisah ibu ini bukanlah untuk menanamkan benih kebencian kepada pihak manapun, ibu hanya ingin bercerita kepada kalian supaya kalian tahu perihal sejarah kehidupan ayah kalian. Dan kau yang sudah menjelang remaja ini harus sanggup menyikapi dengan bijak kisah ibu ini, alasannya yaitu selaku orang islam yang beriman perihal untung baik dan untung jahat kita harus tabah mendapatkan semua apa yang telah menimpa kita. Kamu tahu jikalau semua insiden itu merupakan sebuah perencanaan Allah, alasannya yaitu hidup ini yaitu fana. Disamping itu ibu juga berharap jangan pernah kau merasa iri dengan teman-temanmu yang masih mempunyai ayah, nikmati saja kedamaaian yang sudah terwuud ini sehingga hingga ke anak cucumu kelak. 

Aku hanya termenung diam mendengarkan kata ibuku, rasa kagumku tumbuh dihatiku, ibu begitu tegar dan tidak sedikitpun terbesit di kata-katanya untuk sakit hati pada pihak tertentu, malah ia memperlihatkan dorongan yang luar biasa kepada kami untuk menatap hidup kedepan sebagai bekal hidup kami nantinya.        


Sumber http://www.pondok-belajar.com/