Assalammualaikum, Selamat tiba di Kelas IPS. Disini Ibu Guru akan membahas wacana pelajaran Sejarah yaitu Tentang “Kerajaan Gowa Tallo“. Berikut dibawah ini penjelasannya:
Daftar Isi
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo
Di Sulawesi Selatan pada periode 16 terdapat beberapa kerajaan bercorak Hindu di antaranya Gowa, Tallo, Bone, Sopeng, Wajo dan Sidenreng. Masing-masing kerajaan tersebut membentuk komplotan sesuai dengan pilihan masing-masing.
Salah satunya yaitu kerajaan Gowa dan Tallo membentuk komplotan pada tahun 1528, sehingga melahirkan suatu kerajaan yang lebih dikenal dengan sebutan kerajaan Makasar. Nama Makasar bahwasanya yaitu ibukota dari kerajaan Gowa dan kini masih digunakan sebagai nama ibukota propinsi Sulawesi Selatan.
Sebelum periode ke 16, kerajaan-kerajaan di Sulawesi masih bercorakkan Hindu, barulah ketika adanya dakwah dari Dato’ri Bandang dan Dato’ Sulaiman, perlahan-lahan kerajaan-kerajaan tersebut mulai memeluk islam.
style="display:block; text-align:center;"
data-ad-layout="in-article"
data-ad-format="fluid"
data-ad-client="ca-pub-4018572378239226"
data-ad-slot="2925355862">
Kerajaan gowa-tallo sendiri merupakan sebuah Kerajaan yang bercorak Islam.Setelah bergabung menjadi Gowa Tallo, Raja Gowa Daeng Manrabia menjadi Raja Gowa Tallo Karaeng Matoaya menjadi perdana menteri (patih) dan bergelar Sultan Abdullah.
Letaknya strategis yaitu sebagai penghubung pelayaran Malaka dan Jawa ke Maluku. Letaknya di muara sungai, sehingga kemudian lintas perdagangan antar kawasan pedalaman berjalan dengan baik.
Di depan pelabuhan terdapat formasi pulau kecil yang berkhasiat untuk menahan gelombang dan angin, sehingga keamanan berlabuh di pelabuhan ini terjamin.
Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong para pedagang mencari kawasan atau pelabuhan yang menjual belikan rempah-rempah.
Halauan politik Mataram sebagai kerajaan agraris ternyata kurang memperhatikan pemngembangan pelabuhan-pelabuhan di Jawa.Akibatnya sanggup diambil alih oleh Makasar. Kemahiran penduduk Makasar dalam bidang pelayaran dan pembuatan kapal besar jenis Phinisi dan Lambo.
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) yaitu sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang berjulukan I manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna.
Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi kerikil padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di kawasan Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk menyerupai seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan.
Dari segi bentuknya sangat terang filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu sanggup hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan.Nama orisinil benteng in i yaitu Benteng Ujung Pandang.
Letak Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Gowa dan Tallo lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Makassar.Kerajaan ini terletak di kawasan Sulawesi Selatan. Secara geografis Sulawesi Selatan mempunyai posisi yang penting, alasannya yaitu erat dengan jalur pelayaran perdagangan Nusantara.
daerah Makassar menjadi sentra persinggahan para pedagang, baik yang berasal dari Indonesia belahan timur maupun para pedagang yang berasal dari kawasan Indonesia belahan barat. Dengan letak menyerupai ini menjadikan Kerajaan Makassar berubah menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan Nusantara.
Silsilah Raja Kerajaan Gowa Tallo
Berikut ini terdapat beberapa silsilah raja kerajaan gowa tallo, yaitu sebagai berikut:
Sultan Alaudin (1591-1629)
Sultan Alaudin sebelumnya berjulukan orisinil Karaeng Matowaya Tumamenaga Ri Agamanna dan merupakan raja Gowa Tallo pertama yang memeluk agama islam. Pada pemerintahan Sultan Alaudin Kerajaan Gowa Tallo mulai terjun dalam dunia pelayaran dan perdagangan.
Sultan Muhammad Said (1639-1653)
Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Said, perkembangan Kerajaan Gowa Tallo maju dengan pesat alasannya yaitu Sultan Muhammad Said pernah mengirimkan pasukan ke Maluku untuk membantu rkyat Maluku berperang melawan Belanda.
Sultan Hasanudin (1653-1669)
Pada masa pemerintahan Sultan Hasanudin Kerajaan Gowa Tallo mencapai puncak kejayaan. Makasar berhasil menguasai hamper seluruh wilayah Sulawesi Selatan dan memperluasa wilayah kekuasaannya ke Nusa Tenggara (Sumbawa dan sebagian Flores). Sultan Hasanudin menerima julukaan Ayam Jantan dari Timur, alasannya yaitu keberaniaannya dan semangat usaha untuk Kerajaan Gowa Tallo menjadi Kerajaan besar.
Kehidupan Ekonomi Kerajaan Gowa Tallo
Seperti yang kita ketahui bahwa kerajaan Makassar merupakan kerajaan Maritim dan berkembang sebagai sentra perdagangan di Indonesia belahan Timur. Hal ini ditunjang oleh beberapa faktor menyerupai letak yang strategis, mempunyai pelabuhan yang baik serta didukung oleh jatuhnya Malaka ke tangan Portugis tahun 1511 yang mengakibatkan banyak pedagang-pedagang yang pindah ke Indonesia Timur.
Sebagai sentra perdagangan Makassar berkembang sebagai pelabuhan internasional dan banyak disinggahi oleh pedagang-pedagang abnormal menyerupai Portugis, Inggris, Denmark dan sebagainya yang tiba untuk berdagang di Makasar.
Pelayaran dan perdagangan di Makassar diatur menurut aturan niaga yang disebut dengan ADE’ ALOPING LOPING BICARANNA PABBALUE (ket: artinya apa), sehingga dengan adanya aturan niaga tersebut, maka perdagangan di Makasar menjadi teratur dan mengalami perkembangan yang pesat. Selain perdagangan, Makasar juga membuatkan acara pertanian alasannya yaitu Makasar juga menguasai daerah-daerah yang subur di belahan Timur Sulawesi Selatan.
Kehidupan Politik Kerajaan Gowa Tallo
Penyebaran Islam di Sulawesi Selatan dilakukan oleh Datuk Robandang/Dato’ Ri Bandang dari Sumatera, sehingga pada periode 17 agama Islam berkembang pesat di Sulawesi Selatan, bahkan raja Makasar pun memeluk agama Islam.
Raja Makasar yang pertama memeluk agama Islam yaitu Karaeng Ma’towaya Tumamenanga Ri Agamanna (Raja Gowa) yang bergelar Sultan Alaudin yang memerintah Makasar tahun 1591 – 1638 dan dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah. Sejak pemerintahan Sultan Alaudin kerajaan Makasar berkembang sebagai kerajaan maritim dan berkembang pesat pada masa pemerintahan raja Muhammad Said (1639-1653).
Selanjutnya kerajaan Makassar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653-1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang sanggup menunjang keperluan perdagangan Makassar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone. Perluasan kawasan Makasar tersebut hingga ke Nusa Tenggara Barat.
Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur sanggup dikuasainya. Sultan Hasannudin populer sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh alasannya yaitu itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon.
Untuk itu relasi antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul kontradiksi antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan mengakibatkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di kawasan Maluku.
Kehidupan Sosial-Budaya Kerajaan Gowa Tallo
Sebagai negara Maritim, maka sebagian besar masyarakat Makasar yaitu nelayan dan pedagang.Mereka ulet berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya, bahkan tidak jarang dari mereka yang merantau untuk menambah kemakmuran hidupnya.
Walaupun masyarakat Makassar mempunyai kebebasan untuk berusaha dalam mencapai kesejahteraan hidupnya, tetapi dalam kehidupannya mereka sangat terikat dengan norma adab yang mereka anggap sakral. Norma kehidupan masyarakat Makassar diatur menurut adab dan agama Islam yang disebut PANGADAKKANG. Dan masyarakat Makasar sangat percaya terhadap norma-norma tersebut.
Di samping norma tersebut, masyarakat Makassar juga mengenal pelapisan sosial yang terdiri dari lapisan atas yang merupakan golongan aristokrat dan keluarganya disebut dengan “Anakarung/Karaeng”, sedangkan rakyat kebanyakan disebut “to Maradeka” dan masyarakat lapisan bawah yaitu para hamba-sahaya disebut dengan golongan “Ata”.
Dari segi kebudayaan, maka masyarakat Makassar banyak menghasilkan benda-benda budaya yang berkaitan dengan dunia pelayaran. Mereka populer sebagai pembuat kapal. Jenis kapal yang dibentuk oleh orang Makassar dikenal dengan nama Pinisi dan Lombo.
Kapal Pinisi dan Lombo merupakan pujian rakyat Makassar dan populer hingga mancanegara.
Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo
Kerajaan Makasar mencapai puncak kebesarannya pada masa pemerintahan Sultan Hasannudin (1653 – 1669). Pada masa pemerintahannya Makasar berhasil memperluas wilayah kekuasaannya yaitu dengan menguasai daerah-daerah yang subur serta daerah-daerah yang sanggup menunjang keperluan perdagangan Makasar. Ia berhasil menguasai Ruwu, Wajo, Soppeng, dan Bone.Perluasan kawasan Makasar tersebut hingga ke Nusa Tenggara Barat.
Daerah kekuasaan Makasar luas, seluruh jalur perdagangan di Indonesia Timur sanggup dikuasainya. Sultan Hasannudin populer sebagai raja yang sangat anti kepada dominasi asing. Oleh alasannya yaitu itu ia menentang kehadiran dan monopoli yang dipaksakan oleh VOC yang telah berkuasa di Ambon.
Untuk itu relasi antara Batavia (pusat kekuasaan VOC di Hindia Timur) dan Ambon terhalangi oleh adanya kerajaan Makasar. Dengan kondisi tersebut maka timbul kontradiksi antara Sultan Hasannudin dengan VOC, bahkan mengakibatkan terjadinya peperangan. Peperangan tersebut terjadi di kawasan Maluku.
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk melawan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak. Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memperlihatkan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo
Dalam peperangan melawan VOC, Sultan Hasannudin memimpin sendiri pasukannya untuk memporak-porandakan pasukan Belanda di Maluku. Akibatnya kedudukan Belanda semakin terdesak.Atas keberanian Sultan Hasannudin tersebut maka Belanda memperlihatkan julukan padanya sebagai Ayam Jantan dari Timur.
Upaya Belanda untuk mengakhiri peperangan dengan Makasar yaitu dengan melaksanakan politik adu-domba antara Makasar dengan kerajaan Bone (daerah kekuasaan Makasar). Raja Bone yaitu Aru Palaka yang merasa dijajah oleh Makasar mengadakan persetujuan kepada VOC untuk melepaskan diri dari kekuasaan Makasar. Sebagai kesannya Aru Palaka bersekutu dengan VOC untuk menghancurkan Makasar.
Akibat komplotan tersebut akhirnya Belanda sanggup menguasai ibukota kerajaan Makassar. Dan secara terpaksa kerajaan Makasar harus mengakui kekalahannya dan menandatangai perjanjian Bongaya tahun 1667 yang isinya tentu sangat merugikan kerajaan Makasar.
Isi Perjanjian Bongaya
Berikut ini isi dari perjanjian bongaya, antara lain:
- VOC memperoleh hak monopoli perdagangan di Makasar.
- Belanda sanggup mendirikan benteng di Makasar.
- Makasar harus melepaskan daerah-daerah jajahannya menyerupai Bone dan pulau-pulau di luar Makasar.
- Aru Palaka diakui sebagai raja Bone.
Walaupun perjanjian telah diadakan, tetapi perlawanan Makasar terhadap Belanda tetap berlangsung.Bahkan pengganti dari Sultan Hasannudin yaitu Mapasomba (putra Hasannudin) meneruskan perlawanan melawan Belanda.
Untuk menghadapi perlawanan rakyat Makasar, Belanda mengerahkan pasukannya secara besar-besaran. Akhirnya Belanda sanggup menguasai sepenuhnya kerajaan Makasar, dan Makasar mengalami kehancurannya.
Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo
Berikut ini terdapat beberapa peninggalan kerajaan gowa tallo, yaitu sebagai berikut:
Fort Rotterdam
Fort Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) yaitu sebuah benteng peninggalan Kerajaan Gowa. Letak benteng ini berada di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 yang berjulukan I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna.
Awalnya benteng ini berbahan dasar tanah liat, namun pada masa pemerintahan Raja Gowa ke-14 Sultan Alauddin konstruksi benteng ini diganti menjadi kerikil padas yang bersumber dari Pegunungan Karst yang ada di kawasan Maros. Benteng Ujung Pandang ini berbentuk menyerupai seekor penyu yang hendak merangkak turun ke lautan. Dari segi bentuknya sangat terang filosofi Kerajaan Gowa, bahwa penyu sanggup hidup di darat maupun di laut. Begitu pun dengan Kerajaan Gowa yang berjaya di daratan maupun di lautan. Nama orisinil benteng ini yaitu Benteng Ujung Pandang.
Masjid Katangka
Masjid al-Hilal atau lebih dikenal dengan Masjid Katangka. Penamaan Katangka berasal dari materi dasar masjid yang dibentuk dari pohon katangka. Masjid berada di sebelah utara Kompleks Makam Sultan Hasanuddin yang diyakini sebagai tempat berdirinya Istana Tamalate, istana raja Gowa dikala itu. Meski sederhana, masjid ini diyakini sebagai masjid tertua di Sulawesi Selatan.
Mesjid Katangka didirikan pada tahun 1605 M. Sejak berdirinya telah mengalami beberapa kali pemugaran. Pemugaran itu berturut-turut dilakukan oleh Sultan Mahmud (1818), Kadi Ibrahim (1921), Haji Mansur Daeng Limpo, Kadi Gowa (1948), dan Andi Baso, Pabbicarabutta Gowa (1962) sangat sulit mengidentifikasi belahan paling awal (asli) bangunan mesjid tertua Kerajaan Gowa ini.
Ballak Lompoa Ri Gowa
Latar belakang Sejarah Ballak Lompoa ri Gowa dibangun semenjak tahun 1936 sehabis diangkat Raja Gowa XXXV, I Mangngi-mangngi Daeng Matutu, Karaeng Bontonompo yang bergelar Sultan Muhammad Tahir Muhibuddin. Dengan dibangunnya Balla Lompoa sebagai tempat kediaman sekaligus juga sebagai sentra pemerintahan kerajaan Gowa.
Sebelum Ballak Lompoa dibangun sudah ada tempat acara untuk melaksanakan pemerintahan Kerajaan Gowa yakni kantor kontrolir onderafdeling yang berlokasi tidak jauh dari Ballak Lompoa dengan diantarai Lapangan Bungaya, tepatnya di lokasi bekas Kantor Bupati Kepala Daerah Tingkat II (yang lama).
Kompleks makam raja-raja Gowa-Tallo
Makam raja-raja. Tallo yaitu sebuah kompleks makam kuno yang digunakan semenjak periode XVII hingga dengan periode XIX Masehi. Letaknya di RK 4 Lingkungan Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Madya Ujungpandang. Lokasi makam terletak di pinggir barat muara sungai Tallo atau pada sudut timur bahari dalam wilayah benteng Tallo.
Berdasarkan hasil penggalian (excavation) yang dilakukan oleh Suaka Peninggalan sejarah dan Purbakala (1976-1982) ditemukan tanda-tanda bahwa komplek makam berstruktur tumpang-tindih. Sejumlah makam terletak di atas pondasi bangunan, dan kadang kala ditemukan fondasi di atas bangunan makam.
Benteng Somba Opu
Benteng Somba Opu terletak di muara Sungai Jene’ berang. Secara administratif terletak di Maccini Sombala, Kampung Sanrobone, Desa Bontoala, Kecamatan Pallangga, Kabupaten Gowa. Denah benteng berbentuk persegi empat. Ukuran panjang salah satu sisi ± 2 km.
Sisa bangunan yang masih baik dan sanggup memperlihatkan skema orisinil benteng terdapat pada belahan sisi barat. Rekonstruksi sisi barat benteng sanggup diketahui bahwa benteng dibangun dari materi kerikil bata dengan ukuran yang bervariasi serta sedikit kerikil pasir, terutama pada belahan pintu sebelah dalam.
Tinggi tembok 7-8 meter, dengan ketebalan dinding rata-rata 12 kaki atau 300 cm. Ada empat bastion, tetapi yang tersisa dan direkonstruksi oleh SPSP Ujungpandang hanya I buah bastion.
Demikian Penjelasan Pelajaran IPS-Sejarah Tentang Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo: Raja, Masa Kejayaan & Runtuhnya
Semoga Materi Pada Hari ini Bermanfaat Bagi Siswa-Siswi, Terima Kasih !!!
Baca Artikel Lainnya:
- Struktur Sosial
- Latar Belakang ASEAN
- Latar Belakang Gerakan Non Blok
- Pengertian Kerjasama Ekonomi Internasional, Tujuan, Manfaat dan Bentuknya
Sumber aciknadzirah.blogspot.com