BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, orang mustahil tidak berurusan dengan hasil-hasil kebudayaan. Setiap hari orang melihat, mempergunakan bahkan kadang kala merusak suatu kebudayaan. Pada kenyataannya masyarakat dan kebudayaan merupakan dwitunggal yang tidak sanggup dipisahkan.
Masyarakat merupakan orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian, tidak ada masyarakat yang tidak mempunyai kebudayaan dan sebaliknya tak ada kebudayaan tanpa masyarakat sebagai wadah dan pendukungnya.
Kebudayaan sifatnya bermacam-macam, akan tetapi oleh lantaran semuanya ialah buah budbahasa (keluhuran budi), maka semua kebudayaan selalu bersifat tertib, indah berfaedah, luhur, memberi rasa damai, senang, bahagia, dan sebagainya. Sifat kebudayaan menjadi tanda dan ukuran wacana rendah-tingginya keadaban dari masing-masing bangsa
Sehingga sangat penting bagi masyarakat luas untuk memahami konsep dasar kebudayaan bangsa, supaya sanggup memperkecil terjadinya pergeseran nilai-nilai kebudayaan bangsa jawaban adanya efek era globalisasi.
1.2 Rumusan Masalah
· Bagaimanakah konsep dasar kebudayaan ?
· Mengapa terjadi pergeseran nilai-nilai kebudayaan di Indonesia ?
· Bagaimana kekerabatan kebudayaan dengan perspektif pengembangan nilai-nilai sosial budaya bangsa
1.3 Tujuan
· Untuk mengetahui konsep dasar kebudayaan
· Untuk mengetahui penyebab terjadinya pergeseran nilai-nilai kebudayaan di Indonesia
· Untuk mengetahui kekerabatan kebudayaan dengan perspektif pengembangan nilai-nilai sosial budaya bangsa
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Kebudayaan
2.1.1 Umum
Kata “Kebudayaan” berasal dari bahasa sanksekerta buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata “buddhi” yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal.
Adapun istilah culture yang merupakan istilah bahasa gila yang sama artinya dengan kebudayaan. Culture berasal dari kata latin Colere yang artinya mengolah atau mengerjakan. Kaprikornus kebudayaan diartikan sebagai segala daya dan kegiatan insan untuk mengolah dan mengubah alam.
Secara umum pengertian kebudayaan merupakan jalan atau arah didalam bertindak dan berfikir untuk memenuhi kebutuhan hidup baik jasmani maupun rohani. Adapun beberapa pokok-pokok yang terkandung dari beberapa definisi kebudayaan yaitu
1. Kebudayaan yang terdapat antara umat insan sangat beragam.
2. Kebudayaan didapat dan diteruskan melalui pelajaran.
3. Kebudayaan terjabarkan dari komponen-komponen biologi, psikologi dan sosiologi.
4. Kebudayaan berstruktur dan terbagi dalam aspek-aspek kesenian, bahasa, adat istiadat, budaya tempat dan budaya nasional.
2.1.2 Para ahli
Berikut ini beberapa definisi kebudayaan berdasarkan para ahli.
Edward B. Taylor
Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang didalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang sebagai anggota masyarakat.
M. Jacobs dan B.J. Stern
Kebudayaan meliputi keseluruhan yang meliputi bentuk teknologi sosial, ideologi, religi, dan kesenian serta benda, yang kesemuanya merupakan warisan social.
Koentjaraningrat
Kebudayaan ialah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya insan dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri insan dengan relajar.
Dr. K. Kupper
Kebudayaan merupakan sistem gagasan yang menjadi pedoman dan pengarah bagi insan dalam bersikap dan berperilaku, baik secara individu maupun kelompok.
William H. Haviland
Kebudayaan ialah seperangkat peraturan dan norma yang dimiliki bersama oleh para anggota masyarakat, yang kalau dilaksanakan oleh para anggotanya akan melahirkan sikap yang dipandang layak dan sanggup di tarima ole semua masyarakat.
Ki Hajar Dewantara
Kebudayaan berarti buah budi insan ialah hasil usaha insan terhadap dua efek kuat, yakni zaman dan alam yang merupakan bukti kejayaan hidup insan untuk mengatasi aneka macam rintangan dan kesukaran didalam hidup dan penghidupannya guna mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang pada lahirnya bersifat tertib dan damai.
Francis Merill
Menurut Francis Merill kebudayaan ialah pola-pola sikap yang dihasilkan oleh interaksi sosial atau semua sikap dan semua produk yang dihasilkan oleh seseorang sebagai anggota suatu masyarakat yang ditemukan melalui interaksi simbolis.
Bounded et.al
Kebudayaan ialah sesuatu yang terbentuk oleh pengembangan dan transmisi dari kepercayaan insan melalui simbol-simbol tertentu, contohnya simbol bahasa sebagai rangkaian simbol yang dipakai untuk mengalihkan keyakinan budaya di antara para anggota suatu masyarakat. Pesan-pesan wacana kebudayaan yang di harapkan sanggup di temukan di dalam media, pemerintahan, intitusi agama, sistem pendidikan dan semacam itu.
Mitchell (Dictionary of Soriblogy)
Kebudayaan ialah sebagian perulangan keseluruhan tindakan atau acara insan dan produk yang dihasilkan insan yang telah memasyarakat secara sosial dan bukan sekedar di alihkan secara genetikal.
Robert H Lowie
Kebudayaan ialah segala sesuatu yang di peroleh individu dari masyarakat, meliputi kepercayaan, adat istiadat, norma-norma artistic, kebiasaan makan, keahlian yang di peroleh bukan dari kreatifitasnya sendiri melainkan merupakan warisan masa lampau yang di sanggup melalui pendidikan formal atau informal.
Arkeolog R. Seokmono
Kebudayaan ialah seluruh hasil usaha manusia, baik berupa benda ataupun hanya berupa buah pikiran dan dalam penghidupan
Dari aneka macam definisi di atas, sanggup diperoleh kesimpulan mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem inspirasi gagasan yang terdapat di dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan ialah benda-benda yang diciptakan oleh insan sebagai makhluk yang berbudaya, berupa sikap dan benda-benda yang bersifat nyata, contohnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi seni dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu insan dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat
2.2 Unsur dan Fungsi Kebudayaan
2.2.1 Unsur Kebudayaan
Menurut Melville J Herskovits mengajukan 4 unsur kebudayaan, yaitu:
1. Alat teknologi
2. Sytem ekonomi
3. Keluarga
4. Kekuasaan politik
Menurut Bronislaw Malinowski yang menyebutkan unsur-unsur pokok kebudayaan antara lain :
1. Sistem norma yang memungkinkan kolaborasi antara para anggota masyarakat didalam upaya menguasai alam sekelilingnya.
2. Organisasi ekonomi
3. Alat dan forum atau penguasa pendidikan
4. Organisasi kekuatan
Menurut C Kluckhohn terdapat tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai cultural universal, yaitu :
1. Peralatan dan perlengkapan hidup manusia
2. Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi
3. Sistem kemasyarakatan
4. Bahasa
5. Kesenian
6. Sistem pengetahuan
7. Religi.
2.2.2 Fungsi Kebudayaan
Fungsi kebudayaan ialah untuk mengatur insan supaya sanggup mengerti bagaimana seharusnya bertindak dan berbuat untuk memilih sikap kalau akan bekerjasama dengan orang lain didalam menjalankan hidupnya. Selain itu kebudayaan berfungsi sebagai:
1. Suatu kekerabatan pedoman antar insan atau kelompok.
2. Wadah untuk menyalurkan perasaan-perasaan dan kehidupan lainnya.
3. Pembimbing kehidupan manusia.
4. Pembeda antar insan dan binatang
2.3 Sifat-Sifat Kebudayaan
Kebudayaan mempunyai beberapa sifat yaitu
1. Etnosentis
Definisi etnosentis berdasarkan beberapa andal antara lain;
a. Etnosentis (Etnosentrisme) merupakan paham yang cenderung memandang rendah orang-orang yang dianggap asing, selain itu etnosentrisme juga memandang dan mengukur budaya gila dengan budayanya sendiri. “ (The Random House Dictionary).
b.Etnosentis secara formal didefinisikan sebagai (pandangan bahwa kelompoknya sendiri) ialah pusat segalanya dan semua kelompok lain dibandingkan dan dinilai sesuai dengan standar kelompok tadi [Sumner, 1906, hal.13].
c. Etnosentrisme merupakan suatu kecenderungan untuk memandang norma-norma dan nilai dalam kelompok budayanya sebagai yang absolute dan dipakai sebagai standar untuk mengukur dan bertindak terhadap semua kebudayaan yang lain. Sehingga etnosentrisme memunculkan sikap prasangka dan streotip negatif terhadap etnik atau kelompok lain. Zatrow (1989).
Jadi etnosentis sanggup disimpulkan sebagai kebiasaan suatu kelompok yang menganggap kebudayaan kelompoknya sebagai kebudayaan yang paling baik. Etnosentrisme terjadi kalau masing-masing budaya bersikukuh dengan identitasnya, menolak bercampur dengan kebudayaan lain
2. Universal
Kebudayaan bersifat universal artinya semua bangsa didunia mempunyai kebudayaan. Akan tetapi, masing-masing kebudayaan mempunyai ciri-ciri khusus yang berbeda dengan yang lain lantaran masing-masing bangsa mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.
3. Alkuturasi
Akuturasi ialah perpaduan antara kebudayaan yang berbeda yang berlangsung dengan hening dan serasi. Contohnya, perpaduan kebudayaan antara Hindu-Budha dengan kebudayaan Indonesia, dimana perpaduan antara dua kebudayaan itu tidak menghilangkan unsur-unsur orisinil dari kedua kebudayaan tersebut.
4. Adaptif
Kebudayaan bersifat adaptif artinya kebudayaan suatu bangsa sanggup atau bisa mengikuti keadaan dengan tantangan perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta era globalisasi.
5. Dinamis (fleksibel)
Kebudayaan bersifat dinamis atau fleksibel artinya setiap kebudayaan yang ada akan mengalami perubahan-perubahan atau perkembangan-perkembangan yang kontinu. Hanya kebudayaan yang mati saja yang bersifat statis. Dengan demikian, dalam mempelajari kebudayaan selalu harus diperhatikan kekerabatan antara unsur-unsur yang stabil dengan unsure yang mengalami perubahan. Biasanya unsur-unsur kebendaan menyerupai teknologi lebih bersifat terbuka untuk suatu proses perubahan daripada unsur rohaniah menyerupai keluarga, kode moral, dan sistem kepercayaan.
6. Integratif (integrasi)
Kebudayaan bersifat integratif atau integrasi suatu kebudayaan mempunyai kesamaan atau kebudayaan tersebut mempunyai ciri-ciri atau prinsip yang sama sehingga saling bergabung kebudayaan satu dengan yang lainnya.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan kebudayaan
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi proses perubahan kebudayaan. 1. kontak dengan negara lain.
2. sistem pendidikan formal yang maju.
3. sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju.
4. penduduk yang heterogen.
5. ketidak puasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu
2.5 Faktor-faktor penghambat proses perubahan kebudayaan
1. Faktor dari dalam masyarakat
· betambah dan berkurangnya penduduk
· penemuan-penemuan baru
· petentangan-pertentangan didalam masyarakat
· terjadinya pemberontakan didalam badan masyarakat itu sendiri
2. Faktor dari luar masyarakat
· berasal dari lingkungan dan fisik yang ada disekitar manusia
· peperangan dengan negara lain
· pengaruh kebudayaan masyarakat lain
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Masyarakat pedesaan di Indonesia
Jurnal 1
Komunitas desa indonesia sanggup kita bagi dalam beberapa golongan berdasarkan :
1. Desa desa yang becocok tanam di ladang.
2. Bercocok tanam di sawah.
Desa desa di golongan pertama banyak terdapat di sumattera,kalimantan,sulawesi,nusa tenggara, maluku,irian jaya. Sedangkan desa desa yang pada golong kedua terdapat pada wilayan jawa,madura bali dan lombok.
a. Bercocok tanam di ladang.
Menyebabkan komunitas desa berpindah pindah lantaran bercocok tanam di ladag lebih pada pertanian berpindah pindah. membuka lahan gres dengan cara aben hutan. Kemudian ditanami tanpa penggolahan tanah sebelumnya dan irigasinya hanya mengandalkan air hujan saja.
Teknik beercocok tumbuhan menyerupai ini slash and burn agriculture atau bercocok tanam menebang dan membakar,atau disebut juga shifting cultivation atau pertanian yang brpindah oindah, ini bertahan hanya 2-3 kali panen saja jawaban dari keterbatasan zat hara dan air. Akibat berpindah pindah ini para petani tidak hanya berpindah pindah ke gubuk gubuk kecil didekan lahan mereka yang gres dan pulang kedesa awal mereka ketika terjadi panen besar.
b. Bercocok tanam menetap.
Petani jawa,madura dan bali bisa menggarap 3 macam tanah pertanian :
- Kebun kecil disekitar rumahnya.
- Tanah pertanian kering yang digarap dengan menetap.
- Pertanian basa yang diirigasi.
pada kebun kebun kecil para petani menanam tumbuhan kebutuhan sehari hari menyerupai buah buahan,sayur sayuran umbi umbian yang hasilnya dikonsumsi sendiri. Di tanh kering biasanya disebut tegalan yang diisi denga tumbuhan tanaman yang tidak begitu membutuhkan perlakuan yang intensif, contohnya umbi umbian. Pada tanah lembap menyerupai sawah menjadi usaha tani yang paling pokok dan paling penting bagi para petani di jawa dan bali.
c. Tahap tahap bercocok tanam di sawah
Bercocok tanam di sawah itu tergantung pada pengaturan genangan air. Ini diatasi dengan sistem irigasi yang kompleks. Agar sanggup tergenang maka tinggi pematang harus 20 hingga 25 sentimeter, memperbaiki saluran dan pipa-pipa bambu, kadang dengan sistem bendunganda semua itu dikerjakan oleh para kaum lelaki. Strategi selanjutnya ialah taktik tanggal tanama atau hari tanam biasanya di awal Oktober hingga November. Di Bali organisasi pengolahan irigasi sawah di atur oleh subak. Urutannya pertama yaitu sawah mulai digenangi air selama dua ahad kemudian sisa-sisa padi yang terdahulu dibersihkan. Setelah itu dicangkul dan di bajak. Selanjutnya menyemai benih padi yang dilakukan oleh para petani perempuan dengan klasifikasi sebagai berikut: mula-mula tunas-tunas muda itu dicabut dengan hati-hati dari persemaian. Lalu diikat kemudian di bagikan ke petak2 lain. Lalu mulailah tunas-tunas tersebut ditancapkan ke bidang lahan sawah.
selama masa pertumbuhan para petani harus tetap menjaga tanamannya dari tanaman-tanaman dan organisme pengganggu. Hingga alhasil waktu panen pun tiba, di sela-sela waktu pasca panen para petani ini menanam palawija dan hortikultura yang lain.
d. Pengerahan tenaga pada cocok-tanam di sawah
Salah satu sistem pelopor masyarakat desa ialah sistem gotong royong. Sistem ini ada pada tempat yang produksi bercocok tanamnya masih tradisional. Di jawa acara gotong royong biasanya tidak hanya mecakup perkara bercocok tanam saja. Melainkan di segala aspek. Seperti :
1. Dalam hal kematian, sakit, atau kecelakaan
2. Dalam hal pekerjaan sekitar rumah tangga
3. Dalam hal pesta-pesta menyerupai pernikahan, sunatan, syukuran dll.
4. Serta dalam hal mengerjakan pekerjaan yang mempunyai kegunaan bagi masyarakat umum.
Dalam hal pertanian sistem gotong royong ini dijalanka pada pekerjaan yang membutuhkan tenaga lebih seperti: memperbaiki pematang sawah, saluran air, mencangkul, membajak, menanam dan membersihkan sawah dari tumbuhan liar. Tetapi ada juga yang memekai sistem buruh tani.
sejak abad-19 masehi. Para petani juda mempunyai buruh tani tetap yang setiap ketika bisa membantu mereka. Dan para buruh ini ikut mondok atau menetap di tempat majikan mereka. Upah yang dipakai dibedakan menjadi 2 macam yang berbeda:
1. Upah secara adat
2. Upah berupa uang.
Upah secara adat biasanya di bayar dengan hasil-hasil pertanian. Di jawa contohnya sistem upah buruh tani dilakukan untuk memotong apdi atau disebut bawon. Sistem pembayaran buruh tani dengan sistem adat mempunyai akbat yang baik bagi petani. Karena semakin ulet buruh tani bekerja maka upah yang didapat semakin banyak. Sedangkan upah berupa uang ialah suatu cara membayar buruh tani yang sudah lazim digunakan di seluruh dunia. Meski cara ini dianggap gres namun di jawa cara ini sudah berkembang.
Di masa kini, terutama dalam produksi bercocok-tanam terjadi proses pergeseran dari cara pengarahan tenaga pemberian di kuar rumah tangga dengan gotong royong ke cara dengan menyewa buruh.tetapi di jaman sekarang, diman jumlah kerabat, tetangga kenalan dan buruh yang tiba membantu memotong padi tak lebih dari 40 orang tentu sangat berat bagi petani. Oleh lantaran itu bagi para buruh perempuan mereka hanya memperoleh seperduapuluh potongan dari hasil yang ,mereka potong. Namun di jawa teah berkembang sistem gres yakni sistem tebasan yaitu seorang petani pemilik lahan pertanian menjual sebagaian besar padinya kepada pedagang dari luar desa yang sekaligus menanggung pemotongannya. pedagang tersebut dinamakan penebas yang jumlah mereka tidak terlalu banyak namun melaksanakan pekerjaannya dengan cepat dan akurat. Contoh lain memudarnya sistem gotong royong ialah menyewa buruh perempuan untuk menumbuk padi secara tradisional. Kadang juga setekah majunya teknologi para petani kaya membeli alat potong padi otomitis atau huller dan bisa kembali disewakan kepada para petrani di kalangan bawah. Dan jawaban pergeseran inilah terjadi kesenjangan antara sistem buruh adat dan sistem buruh uang. Karena sistem buruh uang lama-lama semakin mudah dan murah pembayarannya yang disebabkan oleh bertambah banyaknya buruh tani yang lain atau para petani tang hanya mempunyai lahan yang relaitif sempit.
e. Fragmentasi sawah dijawa, madura dan bali
Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat itu, terutama di Jawa dan madura memang merupakan alasannya utama dari proses makin kecilnya usaha tani secara merata. Fragmentasi yang sifatnya menyerupai ini terjadi lantaran pemiliknya membagi sawah-sawah mereka menjadi lebih kecil lantaran untuk di garap oleh buruh tani yang lainnya. Diantaranya ada bebebrapa cara uang paling tradisional yaitu tiga adat bagi hasil : maro, mertelu, merpat. Maro yaitu penggarap lahan dan pemili lahan fifty-fifty dalam mebagi hasil. Sebangkan mertelu ialah dua pertiga bagi pemilik sawah dan sepertiga untuk penggarap lahan.pada merpat pemilik tanah memperoleh tiga perempat dari hasil panen sedangkan sisanya untuk penggarap lahan yang kadangharus di potong melalui biaya produksi, pada sistem adal merpat inilah yang banyak dipakai oleh masyrakat jawa.
Proses fragmentasi tanah garapan di Jawa, Madura, dan Bali yang menjadi semakin ekstrem ini, yang disebabkan lantaran penambahan penduduk yang sangat cepat, dibarengi dengan proses lain yang bersama-sama bertentangan, yaitu proses konsentrasi kepemilikan ke dalam tangan dari sejumlah petani kaya yang terbatas jumlahnya. Proses yang tersebut kedua antara lain merupakan jawaban dari proses meningkatnya kemiskinan di tempat pedasaan, walaupun ada beberapa alasannya lain juga, sperti terlihat dari beberapa penelitian mengenai perkara itu, yang terutama dilakukan di Jawa Barat. Hal itu perlu supaya kita memperoleh pengertian lebih mendalam mengenai bagaimana petani di Jawa berhasil mengikuti keadaan dengan keadannya supaya sanggup hidup langsung.
Dalam bukunya Greetz membayangkan perkembangan pertanian sawah di Jawa sebagai suatu keadaan dimana para petani yang menggarap bidang-bidang tanah yang memang sudah kecil dan tak di jadikan lebih besar lagi itu, toh masih terkena tekanan pertambahan penduduk secara terus menerus. Walaupun demikian, kemiskinan di jawa tidak bertambah secara cepat serta secara besar-besaran, lantaran dengan bertambahnya intensitas penggarapan bidang-bidang sawah yang kecil itu, maka banyak pula tenaga kerja sanggup tertampung. Hal itu makin memperbesar hasil pertanian, dan hasil pertanian yang bertambah itu menjadikan selalu tersedianya makan bagi penduduk yang makin banyak jumlahnya itu. Kaprikornus walaupun tingkat kemakmuran para petani di Jawa dan Bali tidak pernah akan sanggup meningkat, namu intensifikasi kerja tadi itulah yang sanggup menambah hasil panen, dan bukan lantaran cara kerja yang lebih keras yang dilakukan para petani itu, melainkan cara kerjasama, yang dilakukan oleh tenaga petani yang lebih banyak jumlahnya. Tambahan itu memang tidak banyak, namun sanggup dinikmati secara rata. Dengan mencicipi kemiskinan bersama itulah penderitaan sanggup dikurangi.
Pendapat ini dikecam oleh Van Den Muijzenberg yang menyarankan bahwa dalam menganilisa proses perkembangan pertanian di bidang-bidang tanah sawah yang kecil dengan adanya unsure tekanan penduduk yang makin besar jumlahnya menyerupai di Luzon tengah atau di Jawa, seorang peneliti sebaiknya membedakan secara tajam aspek produksi dan konsumsi. Kecaman Van Den Muijzenberg bahwa Gerrts sama sekali mengabaikan fakta bahwa sebagian besar petani di Jawa, seperti juga halnya di Luzon, banyak mempunyai sumber mata pencaharian di luar pertanian, memang merupakan kecaman yang tepat.
Walaupun penduduk desa biasanya terlibat dalam sector pertanian, dalam tiap komunitas desa di seluruh Indonesia sudah terang banyak terdapat sumber mata pencaharian yang lain. Penduduk desa pada umunya juga terlibat dalam bermacam-macam pekerjaan di luar sctor pertanian, dan mengerjakan kedua sector tersebut pada waktu yang bersamaan, sebagai pekerjaan primer dan sekunder. Tetapi banyak pula desa-desa di Jawa, dimana sebagian besar penduduknya bekerja di luar sector pertanian. Meskipun demikian kepada pegawai sensus, petugas survey KB, atau kepada para peneliti social, mereka itu biasanya mengidentifikasi dirinya sebagai petani. Bagi seorang peneliti memang sulit untuk memilih perbedaan antara petani dan non-petani dan juga antara pekerjaan primer dan sekunder itu, hanya atas perkataan mereka saja.
KOMUNITAS DESA DAN DUNIA DI LUAR DESA
Masyarakat desa tidak sadar dengan dunia lain di luar desa di indonesia.yang merupakan masyarakat menggarap tanahnya untuk mencari mata pencaharian hidup dan sebagai suatu cara hidup tradisional.
Walaupun adanya dunia di luar desa ini sangat menjadi alternatif plihan bagi indonesia tapi bersama-sama dunia luar ini sangat sempit lantaran bagi mereka yang tidak tahu bagaimana mengambil peluang bisnis akan semakin terpuruk.petani umumnya menjual hasil pertanian hanya dengan apa yang sesuai dengan harga dipasaran.
Tetapi dijaman ini banyak para petani mempunyai mata pencaharian sebagai penjaja hasil pertanian mereka sendiri.para petani ini umumnya mempunyai pelanggan dari para tengkulak dan dari penduduk desa lain.
Pada bulan-bulan yang relatif sulit para petani biasanya merantau untuk mendapat pelengkap uiang untuk kebutuhan sehari-hari mereka.
Dengan konsep “lapangan sosial” andal sanggup menyimpulkan bahwa para petani desa bisa bekerjasama dengan para sesamanya berdasar sifat,ruang lingkup,intensitas,frekuensi dari hubungan-hubungannya.
Loyalitas para petani ialah kekerabatan mereka terhadap orang-orang atau kelompok-kelompoknya.
Loyalitas etnik ialah perkara yang lain lagi.Semua penduduk pedesaan di indonesia secara primordial tentu sudah mempunyai loyalitas etnik terhadap suku bangsannya masing-masing,karena semenjak kecil mereka disosialisasikan dan dibudayakan dalam kebudayaan bangsa itu.
Usaha yang penting dari para perencana pembangunan masyarakat desa ialah untuk selalu menyediakan dan membuat adanya kepentingan-kepentingan lokal,yang sanggup mengaembangkan “lapangan-lapangan sosial” dengan ruang lingkup lokal.
Jurnal 2 : konflik tanah di jenggawah
Hubungan keserasian antara rakyat dan Negara,dalam terminology paradigma cultural jawa dicerminkan oleh konsep manunggaling kawulo gusti.Raja sebagai gusti dan rakyat sebagai kawula wong cilik dan abdi,merupakan elemen system social yang mereka kendalikan secara harmonis.Apa kunci keharmonisan itu?Dalam sejarah,dongeng rakyat melindungi raja atau sebaliknya sering kali menjadi kisah anak – anak negeri.Secara filosofis jawa,keharmonisan itu terjadi,karena terjaganya lingkungan mikro dan makro.Lingkungan mikro sebagai indikasi kawula,sedangkan lingkungan makro sebagai gambaran raja.Tatanan yang di berdiri kerap kali disebut dengan istilah kekerabatan kawulo gusti atau dalam terminology teori modern disebut kekerabatan patron-client,suatu tumpuan kekerabatan yang manunggal dan saling melindungi.
Kawulo memang manunggal dengan gusti,karena dalam tatanan filosofis jawa,raja memegang peranan legitimasi ilahiyah,yang menjadi panutan.Legitimasi itu akan musnah,ketika moralitas sang raja tidak terjaga dan tertata dengan apik,atau raja merusak tatanan makrokosmos yang menjadi pilar kekuasaannya.Buntutnya,tanah pun juga dianggap milik raja,rakyat hanya defacto sebagai penggarap yang kemudian menyetor upeti yang telah ditata dalam kekerabatan itu.
Masalahnya,mengapa hanya konsep kekuasaan saja yang diadopsi oleh orde gres dari filosofis jawa?Mengapa tumpuan keserasian itu kemudian hancur lebur oleh kepentingan pembangunan yang berorientasi pertumbuhan ekonomi.Kenapa ketika timbul goro-goro atas munculnya pergeseran kekerabatan rakyat dan Negara,polanya menjadi represif dan cenderung menindas.Kaidah pergeseran ini,justru mengimplementasikan Negara berperilaku Machiavellian kuat,rakus dan menindas.
Pergeseran ini secara tidak eksklusif menjadi pemicu atas munculnya aneka macam resistensi tindakan petani menyangkut perkara tanah mereka.Hal ini terjadi lantaran :
1.Negara yang bersama-sama harus menjadi pelindung dan pengelola konflik justru mereduksi dan mengalienasi kekuatan – kekuatan rakyat dalam pembangunan
2.Tindakan dalam pengelolaan konflik yang lebih cenderung represif non-institusional,mengindikasikan perubahan dan pergeseran kekerabatan itu.Perspektif ini menarik,untuk mencari akar filosofis kekuasaan yang dipahami oleh petani jenggawah,yang seharusnya dimanifestasikan dalam wujud melindungi dan mengatur konflik.Harapan ini selalu muncul,bahwa keadilan,konsistensi hukum,peran membina masyarakat,menjadi keinginan nyata untuk diterapkan sebagai formulasi upaya Negara menuntaskan konflik.
` BAB IV
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Jurnal 1
Masyarakat pedesaan di Indonesia
Komunitas desa indonesia sanggup kita bagi dalam beberapa golongan berdasarkan :
1. Desa desa yang becocok tanam di ladang.
2. Bercocok tanam di sawah.
Desa desa di golongan pertama banyak terdapat di sumattera,kalimantan,sulawesi,nusa tenggara, maluku,irian jaya. Sedangkan desa desa yang pada golong kedua terdapat pada wilayan jawa,madura bali dan lombok.
Jurnal 2 : konflik tanah di jenggawah
Hubungan keserasian antara rakyat dan Negara,dalam terminology paradigma cultural jawa dicerminkan oleh konsep manunggaling kawulo gusti.Raja sebagai gusti dan rakyat sebagai kawula wong cilik dan abdi,merupakan elemen system social yang mereka kendalikan secara harmonis.Apa kunci keharmonisan itu?Dalam sejarah,dongeng rakyat melindungi raja atau sebaliknya sering kali menjadi kisah anak – anak negeri.Secara filosofis jawa,keharmonisan itu terjadi,karena terjaganya lingkungan mikro dan makro.Lingkungan mikro sebagai indikasi kawula,sedangkan lingkungan makro sebagai gambaran raja.Tatanan yang di berdiri kerap kali disebut dengan istilah kekerabatan kawulo gusti atau dalam terminology teori modern disebut kekerabatan patron-client,suatu tumpuan kekerabatan yang manunggal dan saling melindungi.
1.2 Saran
Untuk mendapat gambaran dan identitas bangsa yang baik, maka perlu kita menjaga dan melestarikan kebudayaan yang menjadi identitas bangsa ini. Jangan hingga gambaran bangsa kita hancur di mata bangsa lain lantaran kita tidak memahami dasar dari kebudayaan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous.2010.Hakikat Manusia dan Kebudayaan,
(aciknadzirah.blogspot.com/search?q=hakekat-manusia-dan-kebudayaan, diakses 2 oktober 2010).
Anonymous. 2010. Ilmu Budaya Dasar , (Online), (aciknadzirah.blogspot.com/search?q=hakekat-manusia-dan-kebudayaan, diakses 1 oktober 2010).
Arifin, Masyuhuri.2010.Definisi Kebudayaan Menurut Para Ahli, (Online), (http://exalute.wordpress.com/2009/03/29/definisi-kebudayaan-menurut-para-ahli/, diakses 2 oktober 2010).
Pranadji, Tri. 2004. Prespektif Penngembangan Nilai-Nilai Sosial-Budaya Bangsa.
AKP , IV (2): 324-339.
Soekanto, Soerjono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.