TEKNOLOGI KONSERVASI SUMBERDAYA LAHAN KAWASAN PEGUNUNGAN
Studi Kasus Konservasi Tanah Di Kecamatan Jatisrono
Kabupaten Wonogiri
BAB I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanah termasuk sumberdaya alam yang terbatas dan sangat penting bagi kehidupan manusia. Oleh lantaran itu dalam pemanfaatannya harus dikelola dan digunakan secara bijak. Artinya dalam pemanfaatan tanah (lahan) harus ada pemeliharaan dan pencegahan terhadap faktor-faktor penyebab kerusakan tanah dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip konservasi. Pada daerah daerah yang tidak menerapkan aktivitas konservasi tanah apalagi pada daerah atas (upper watershed area) sering timbul dampak negatif pada lingkungan baik pada daerah yang bersangkutan (on site) yang berupa erosi, penurunan produksi lahan menjadi kritis maupun pada daerah hilirnya (off site) berupa sedimentasi, kekeringan, banjir. Tanah ialah suatu benda alami heterogen yang terdiri atas komponen-komponen padat, cair, dan gas dan mempunyai sifat serta sikap yang dinamik. Benda alami ini terbentuk oleh hasil kerja interaksi antara iklim (i) dan jasad hidup (o) terhadap suatu materi induk (b) yang dipengaruhi oleh relief tempatnya terbentuk (r) dan waktu (t ) (Sitanala Arsyad, 1989). Tanah yang merupakan sumberdaya alam mempunyai dampak yang besar bagi kehidupan manusia, baik dipandang sebagai tempat melaksanakan segala aktifitas dipermukaan bumi, maupun sebagai media alami bagi pertumbuhan tanaman, sehingga tanah akan mempunyai dampak eksklusif maupun tidak eksklusif bagi kehidupan manusia. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan kemampuannya serta tidak diikuti dengan usaha-usaha konservasi tanah dan air, akan mengakibatkan tanah menjadi kritis, sehingga akan menurunkan kualitas sumberdaya alam yang ada. Penurunan kualitas sumberdaya alam tersebut salah satunya bisa di sebabkan lantaran kerusakan lingkungan, pengikisan merupakan salah satu dari sekian banyak kerusakan lingkungan yang terjadi. Erosi Tanah ialah proses penguraian dan proses pengangkutan partikel-partikel tanah oleh tenaga erosi, ibarat air dan angin (Morgan, 1979 dalam Taryono 1995). Bentuk-bentuk pengikisan ada 4 macam yaitu : pengikisan percik (Splash erosion), pengikisan lembar (Sheet erosion), pengikisan alur (Rill erosion) dan pengikisan parit (Gully erosion). Dengan menjaga keutuhan tanah inilah, maka adanya tindakan-tindakan konservasi tanah akan sangat diharapkan (Sitanala Arsyad, 1989).
Konservasi merupakan upaya memelihara atau menjaga kelestarian untuk menyangga kehidupan. Konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai dengan persyaratan yang diharapkan semoga tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan memilih kemampuan untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Sistem untuk penilaian tanah tersebut dirumuskan dalam sistem pembagian terstruktur mengenai dalam kemampuan lahan yang ditujukan untuk 1) mencegah kerusakan tanah oleh erosi, 2) memperbaiki tanah yang rusak, 3) memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah semoga sanggup digunakan secara lestari (Sitanala Arsyad, 1989).
Dengan demikian maka konservasi tanah tidaklah berarti penundaan penggunaan tanah atau pelarangan penggunaan tanah, tetapi adaptasi macam penggunaannya dengan syarat-syarat yang diperlukan, semoga sanggup berfungsi secara lestari. Bentuk-bentuk konservasi tanah sanggup di bedakan menjadi 3, yaitu : cara mekanis, vegetatif dan cara gabungan dari kedua cara tersebut, cara mekanis sanggup dilihat dengan adanya pembuatan teras-teras ibarat teras kredit, teras guludan dan teras dingklik sedangkan cara vegetatif yakni berupa penanaman sejajar kontur dan reboisasi serta penghijauan tanah milik penduduk (Anonymous, 2010) .
Tanah dibagian bawah lereng mengalami pengikisan yang sangat berat dibandingkan di atas lereng lantaran semakin ke bawah, air yang terkumpul semakin banyak dan kecepatan fatwa juga meningkat, sehingga daya erosinya besar. Beberapa pakar mendapat bahwa pengikisan meningkat 1,5 kali bila panjang lereng menjadi dua kali lebih panjang. Pada dasarnya pengikisan merupakan proses perataan kulit bumi. Makara selama kulit bumi tidak rata, pengikisan akan tetap terjadi dan mustahil untuk menghentikannya. Oleh lantaran itu perjuangan konservasi tanah tidak berusaha untuk menghentikan erosi, tetapi hanya mengendalikan pengikisan ke suatu nilai tertentu yang tidak merugikan. (Arsyad, 1989)
Permasalahan yang sering dihadapi di daerah yang berbukit-bukit, ialah permasalahan yang sanggup menjadikan kerusakan tanah, ibarat dengan adanya proses erosi, dan faktor insan dan vegetasi yang kurang mendukung konservasi tanah. Oleh lantaran itu perhatian pada tindakan konservasi tanah sangat diperlukan. Agar tindakan konservasi tanah sanggup efisien dan efektif baik dari segi waktu maupun biaya, maka diharapkan perencanaan yang matang. Perencanaan sanggup dimulai dengan mengidentifikasi jenis dan penyebab kerusakan pada tanah. Identifikasi diharapkan semoga dalam pelaksanaan sanggup diarahkan sesuai dengan sasaransasaran yang dituju, yang merupakan sumber kerusakan, sehingga sanggup ditentukan prioritas mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan akhirnya sanggup ditentukan metode perlakuan konservasi tanah pada masing-masing lahan.
Dengan diketahuinya masalah-masalah yang berada diwilayah perbukitan ini perlu adanya solusi/strategi untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Tujuan
· Mengetahui Permasalahan-permasalah Sumber Daya Lahan di Daerah Perbukitan/Pegunungan
· Dapat Memberikan Strategi Managemen Kawasan Pegunungan/Perbukitan dan Tingkatan Pengambilan Keputusan untuk Menyelesaikan Permasalahan yang ada
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
Lahan merupakan cuilan dari bentang lahan (Lanscape) yang meliputi lingkungan fisik termasuk iklim, topografi / relief, hidrologi tanah dan keadaan vegetasi alami yang semuanya secara potensial akan besar lengan berkuasa terhadap penggunaan lahan. (anonymous, 2010)
Sitanala Arsyad (1989) mengemukakan bahwa konservasi tanah diartikan sebagai penempatan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan kemampuan tanah tersebut dan memperlakukannya sesuai syarat-syarat yang diharapkan semoga tidak terjadi kerusakan tanah. Sifat-sifat fisik dan kimia tanah dan keadaan topografi lapangan memilih kemampuan tanah untuk suatu penggunaan dan perlakuan yang diperlukan. Sistem penilaian tanah untuk maksud tersebut dirumuskan dalam system pembagian terstruktur mengenai kemampuan lahan yang ditujukan untuk mencegah kerusakan tanah oleh erosi, memperbaiki tanah yang rusak dan memelihara serta meningkatkan produktifitas tanah semoga sanggup dipergunakan secara lestari.
Studi kelerengan bisa menjadi parameter seberapa besar tingkat pengikisan yang terjadi. Jika lereng permukaan menjadi dua kali lebih curam maka banyaknya pengikisan persatuan luas menjadi 2,0-2,5 lebih banyak dengan kata lain pengikisan semakin besar dengan makin curamnya lereng. Sementara besarnya pengikisan menjadi lebih dari dua kali lebih curam, jumlah fatwa permukaan tidak banyak bertambah bahkan cenderung mendatar. Hal ini disebabkan jumlah fatwa permukaan dibatasi oleh jumlah air hujan yang jatuh (Sitanala Arsyad, 1989)
Kajian terhadap morfometri lereng sanggup dijadikan pertimbangan dalam melaksanakan konservasi tanah. Konservasi tanah berdasarkan Sitanala Arsyad (1989) dibagi sebagai berikut :
A. Metode Vegetatif.
Metode vegetatif ialah penggunaan tumbuhan atau tumbuhan dan sisanya untuk mengurangi daya rusak hujan dan daya rusak fatwa permukaan dan erosi. Yang termasuk dalam metode vegetatif ialah sebagai berikut:
1. Penanaman dalam strip (strip cropping)
Metode ini ialah suatu sistem bercocok tanam dengan beberapa jenis tumbuhan yang ditanam dalam strip yang berselang-seling dalam sebidang tanah dan disusun memotong lereng atau berdasarkan garis kontur. Dala m sistem ini semua pengolahan tanah dan penanaman dilakukan berdasarkan kontur dandikombinasikan dengan pergiliran tumbuhan dan penggunaan sisa-sisa tanaman.
Cara ini pada umumnya dilakukan pada kemiringan lereng 6 hingga 15 %. Terdapat tiga tipe penanaman dalam strip, yaitu:
(1) penanaman dalam strip berdasarkan kontur, berupa susunan strip-strip yang sempurna menurut garis kontur dengan urutan pergiliran tumbuhan yang tepat,
(2) penanaman dalam strip lapangan, berupa strip-strip tumbuhan yang lebarnya seragam dan disusun melintang arah lereng, dan
(3) penanaman strip yang berpenyangga berupa stripstrip rumput atau leguminosa yang dibuat diantara strip -strip tumbuhan pokok berdasarkan kontur.
2. Pemanfaatan sisa-sisa tumbuhan dan tumbuhan
Pemanfaatan sisi-sisa tumbuhan dalam konservasi tanah berupa mulsa, yaitu daun atau batang tumbuhan disebarkan di atas tanah dan dengan pupuk hijau yang dibenamkan di dalam tanah dengan terlebih dahulu diproses menjadi kompos. Cara ini mengurangi pengikisan lantaran meredam energi hujan yang jatuh sehingga tidak merusak struktur tanah, mengurangi kecepatan dan jumlah fatwa permukaan, selain itu cara ini akan meningkatkan aktivitas biologi tanah dan dalam proses perombakannya akan terbentuk senyawa organic yang penting dalam pembentukan tanah.
3. Pergiliran tanaman
Pergiliran tumbuhan ialah sistem bercocok tanam secara bergilirdalam urutan tertentu pada suatu bidang lahan. Pada lahan yang miring pergiliran efektif berfungsi untuk mencegah erosi. Pergiliran tumbuhan mengatakan keuntungan untuk membrantas hama dan gulma juga mempertahankan sifat-sifat dan kesuburan selain bisa mencegah erosi.
4. Tanaman epilog tanah
Tanaman epilog tanah ialah tumbuhan yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari kerusakan oleh pengikisan dan atau memperbaiki sifat-sifat fisik dan kimia tanah. Tanaman epilog tanah sanggup ditanam tersendiri atau besama-sama dengan tumbuhan pokok.
5. Sistem pertanian hutan
Sistem pertanian hutan ialah suatu sistem perjuangan tani atau pengguna tanah yang mengintegrasikan tumbuhan pohon-pohonan de ngan tumbuhan rendah. Berbagai sistem pertanian hutan ini antara lain
a. Kebun pekarangan
Kebun pekarangan berupa kebun adonan yang terdiri dari adonan yang tidak teratur antara tumbuhan tahunan yang menghasilkan buah-buahan, sayuran dan tumbuhan meramba t, sayuran dan herba yang menghasilkan dan menyediakan karbohidrat, protein, vitamin dan mineral serta obat-obatan sepanjang tahun
b. Talun kebun
Talun kebun ialah suatu sistem pertanian hutan tradisional dimana sebidang tanah ditanami dengan banyak sekali macam tumbuhan yang diatur secara spasial dan urutan temporal. Fungsi talon kebun adalah:
a) produksi subsistemkarbohidrat, protein, vitamin, dan mineral,
b) produksi komersil komoditiseperti bambu, kayu, ketimun, ubi kayu, tembakau dan bawang merah,
c) sumber genetic dan koservasi tanah dan d) kebutuhan social ibarat penyediaan kayu baker bagi penduduk desa.
c. Tumpang sari
Tumpang sari ialah sistem perladangan dengan reboisasi terencana. Pada sistem ini petani menanam tumbuhan semusim ibarat padi, jagung, ubi kayu dan sebagainya selama 2 hingga 3 tahun sesudah tumbuhan pohon-pohonan hutan dan membersihkan gulma. Setelah tiga tahun mereka dipindah ke tempat baru.
B. Metode Mekanik
Metode mekanik ialah semua perlakuan fisik mekanik yang diberikan terhadap tanah dan pembuatan bangunan untuk mengurangi fatwa permukaan dan pengikisan dan meningkatkan kemampuan penggunaan tanah. Termasuk dalam metode mekanik ialah :
1. Pengolahan tanah
Pengolahan tanah ialah setiap manipulasi mekanik terhadap tanah yang diharapkan untuk membuat keadaan tanah yang baik bagi pertumbuhan tanaman.
2. Pengolahan tanah berdasarkan kontur
Pengolahan tanah berdasarkan kontur dilakukan dengan pembajakan membentuk jalur-jalur berdasarkan kontur atau memotong lereng, sehingga membentuk jalur-jalur tumpukan tanah dan alur yang berdasarkan kontur atau melintang lereng. Pengolahan tanah berdasarkan kontur akan lebih efektif kalau diikuti dengan penanaman berdasarkan garis kontur. Pengolahan berdasarkan kontur antara lain:
a. Guludan
Guludan ialah tumoukan tanah yang dibuat memanjang berdasarkan garis kontur atau memotong arah garis lereng. Jarak guludan dibuat tergantung pada kecuraman lereng. Sistem ini biasa diterapkan pada tanah yang kepekaan erosinya rendah dengan kemiringan hingga 6%.
b. Guludan bersaluran
Guludan bersaluran memanjang berdasarkan arah garis kontur atau memotong lereng di sebelah atas guludan dibuat saluran yang memanjang mengikuti guludan. Pada metode ini guludan diperkuat dengan tumbuhan rumput, perdu atau pohon-pohonan yang tidak tinggi. Guludan bersaluran sanggup dibuat pada tanah dengan kemiringan lereng 12%
c. Parit pengelak
Parit pengelak ialah semacam parit yang memotong arah lereng dengan kemiringannya yang kecil sehingga kecepatan alir tidak lebih dari 0,5 m/detik. Cara ini biasa dibuat pada tanah yang berlereng panjang dan seragam yang permeabilitasnya rendah. Fungsi parit ini untuk menampung dan menyalurkan fatwa permukaan dari cuilan atas lereng dengan kecepatan rendah ke saluran pembuangan yang ditanami oleh rumput.
d. Teras
Teras berfungsi mengurangi panjang lereng dan menahan air sehingga mengurangi kecepatan dan jumlah fatwa permukaan dan memungkinkan absorpsi air oleh tanah. Ada empat macam bentuk teras, yaitu:
(1) Teras dingklik atau tangga, dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di cuilan bawah sehingga terjadi deretan berbentuk tangga. Teras dingklik atau tangga sanggup dibuat pada tanah dengan lereng 20-30%.
(2) Teras berdasar lebar, merupakan suatu saluran yang permukaannya lebar atau galengan yang dibuat memotong lereng pada tanah-tanah yang berombak dan bergelombang. Teras berdasar lebar sanggup dapat digunakan pada tanah antara 2-8%. Pada daerah yang lerengnya sangat panjang, teras dipergunakan pada tempat yang berlereng 0-5%. Teras ini sanggup digunakan pula pada tanah tanah berlereng hingga 20%.
(3) Teras berlereng
Teras berlereng digunakan pada tanah berlereng antara 1-6%.
(4) Teras datar
Teras datar sanggup diterapkan pada lereng sekitar 2%.
BAB III. KARAKTERISTIK DAN PERMASALAHAN KAWASAN PEGUNUNGAN
Karakteristik Daerah Studi Kasus
Dalam kajian studi kasus mengenai konservasi sumberdaya lahan berada di daerah Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah, berdasarkan hasil orientasi lapangan yang sudah dilakukan sebelumnya di daerah studi kasus aspek morfometri dan morfologinya sangat bervariasi. Daerah tersebut termasuk satuan morfologi kaki gunung api dan merupakan daerah lereng gunung lawu. Ciri dari satuan morfologi ini ialah medan agak miring dengan arah agak memutar dari arah dari arah ke barat daya, selatan dan tenggara. Daerah pada studi kasus mempunyai topografi yang bervariasi dari berombak hingga bergunung dengan ketinggian medan berkisar antara 75-130 m. secara geologi terletak pada deretan Wonosari – Punung dengan batuan utama berupa kerikil gamping, dengan jenis tanah yaitu Jenis tanah Litosol dan Jenis tanah Mediteran cokelat, jenis Penggunaan lahan yang ada meliputi lahan sawah irigasi, permukiman, hutan, sawah tadah hujan dan tegalan. Dari orientasi lapangan banyak ditemukan bentuk-bentuk pengikisan yang bervariasi. Praktek konservasi tanah yang dilakukan penduduk setempat ketika ini memang sudah ada namun sebagian besar masih sederhana, secara tidak eksklusif memperlihatkan bahwa praktek pengelolaan lahan perlu dilakukan pembenahan-pembenahan semoga pengikisan yang ada tidak terus berkembang dan sanggup ditekan seminimal mungkin semoga tanah sanggup berfungsi secara optimal.
Permasalahan di Kawasan Pegunungan
Permasalahan yang sering dihadapi di daerah studi kasus ialah permasalahan yang sanggup menjadikan kerusakan tanah, ibarat dengan adanya proses erosi, dan faktor insan dan vegetasi yang kurang mendukung konservasi tanah. Oleh lantaran itu perhatian pada tindakan konservasi tanah sangat diperlukan. Agar tindakan konservasi tanah sanggup efisien dan efektif baik dari segi waktu maupun biaya, maka diharapkan perencanaan yang matang. Perencanaan sanggup dimulai dengan mengidentifikasi jenis dan penyebab kerusakan pada tanah. Identifikasi diharapkan semoga dalam pelaksanaan sanggup diarahkan sesuai dengan sasaransasaran yang dituju, yang merupakan sumber kerusakan, sehingga sanggup ditentukan prioritas mana yang harus dikerjakan terlebih dahulu dan akhirnya sanggup ditentukan metode perlakuan konservasi tanah pada masing-masing lahan.
Erosi tanah merupakan penyebab kemerosotan tingkat produktivitas lahan cuilan hulu, yang akan berakibat terhadap luas dan kualitas lahan kritis semakin meluas. Penggunaan lahan diatas daya dukungnya tanpa diimbangi dengan upaya konservasi dan perbaikan kondisi lahan sering akan mengakibatkan degradasi lahan Misalnya lahan didaerah hulu dengan lereng curam yang hanya sesuai untuk hutan, apabila mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian tumbuhan semusim akan rentan terhadap tragedi pengikisan dan atau tanah longsor. Perubahan penggunaan lahan miring dari vegetasi permanen (hutan) menjadi lahan pertanian intensif mengakibatkan tanah menjadi lebih gampang terdegradasi oleh erosi
tanah.
Penggunaan pestisida yang berlebih dalam kurun yang panjang, akan berdampak pada kehidupan dan keberadaan musuh alami hama dan penyakit, dan juga berdampak pada kehidupan biota tanah. Hal ini mengakibatkan terjadinya ledakan hama penyakit dan degradasi biota tanah. Perlu difikirkan pada ketika ini residu pestisida akan menjadi faktor penentu daya saing produk-produk pertanian yang akan memasuki pasar global. Penggunaan pupuk kimia yang berkonsentrasi tinggi dan dengan takaran yang tinggi dalam kurun waktu yang panjang mengakibatkan terjadinya kemerosotan kesuburan tanah lantaran terjadi ketimpangan hara atau kekurangan hara lain, dan semakin merosotnya kandungan materi organik tanah.
Konversi lahan pertanian yang semakin meningkat akhir-akhir ini merupakan salah satu bahaya terhadap keberlanjutan pertanian. Salah satu pemicu alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan lain ialah rendahnya isentif bagi petani dalam berusaha tani dan tingkat keuntungan berusahatani relatif rendah. Selain itu, perjuangan pertanian dihadapkan pada banyak sekali duduk kasus yang sulit diprediksi dan mahalnya biaya pengendalian ibarat cuaca, hama dan penyakit, tidak tersedianya sarana produksi dan pemasaran.
Permasalahan yang diakibatkan oleh Kegiatan Manusia antara lain ialah :
- Mengganggu kestabilan lereng misal dengan memotong lereng.
- Melakukan pembangunan tidak mengindahkan tata ruang wilayah/tata ruangdesa.
- Mengganggu vegetasi epilog lahan sehingga fatwa permukaan melimpah misal dengan over cutting, penjarahan atau penebangan tak terkendali, hal ini akan mengakibatkan pengikisan mundur maupun pengikisan lateral.
- Menambah beban mekanik dari luar misal penghijauan atau hasil reboisasi yang sudah terlalu rapat dan pohonnya sudah besar-besar di daerah rawan longsor lahan dan tidak dipanen lantaran merasa sayang. Untuk ini maka sangat diharapkan pengaturan hasil yang baik bagi hutan rakyat, jadwal penghijauan yang lain maupun jadwal reboisasi baik yang berupa pemanenan maupun penjarangan yang teratur. Untuk sanggup mengatakan perhatian atau perlakuan khusus pada daerah rawan longsor lahan tersebut perlu dilakukan zonasi kawasandengan memperhatikan karakteristik daerah rawan longsor lahan. Karakteristik daerah rawan longsor antara lain :
- Kawasan yang mempunyai kelerengan ³ 20 %
- Tanah pelapukan tebal
- Sedimen berlapis : Lapisan permeabel menumpang pada lapisan impermeabel
- Tingkat kebasahan tinggi (curah hujan tinggi)
- Erosi lateral intensif sehingga mengakibatkan terjadinya penggerusan di cuilan kaki lereng, jadinya lereng makin curam.
- Mekanisme tektonik penurunan lahan
- Patahan yang mengarah keluar lereng
- Dip Perlapisan sama dengan Dip Lereng
- Makin curam lereng, makin ringan nilai kestabilannya.
BAB IV. STRATEGI MANAGEMEN KAWASAN PEGUNUNGAN/PERBUKITAN DAN TINGKATAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Untuk mencapai keberlanjutan produktifitas lahan perlu tindakan konservasi tanah dan air, serta mencegah hanyutnya seresah dan hunus tanah. Tujuan ini sanggup dicapai dengan menerapkan teknologi konservasi secara vegetativ dan mekanik. Konservasi tanah pada lahan pertanian tidak hanya terbatas pada perjuangan untuk mengendalikan pengikisan atau fatwa permukaan, tetapi termasuk perjuangan untuk mempertahankan kesuburan tanah. Konservasi tanah vegetatif meliputi semua tindakan konservasi yang memakai tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tumbuhan legum menjalar, semak atau perdu, maupun pohon dan rumput-rumputan serta tumbuh-tumbuhan lain, yang ditujukan untuk mengendalikan pengikisan dan limpasan air permukaan yang berlebihan.
Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan pengikisan dan fatwa permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetatif dikombinasikan dengan teknik konservasi tanah mekanik.
Adapun Strategi dan pengambilan keputusan untuk mengatasi permasalahan yang terdapat di daerah studi kasus sanggup dilakukan konservasi vegetativ sebagai berikut :
Penerapan Sistem BudiDaya Lorong
Pemahaman akan pentingnya peranan masa bera telah mendorong para peneliti untuk membuatkan sistem pengelolaan lahan yang baru. Suatu konsep untuk memperbaiki kesuburan tanah yang dinamakan alley cropping system muncul di awal tahun 1970-an dari hasil penelitian International Institute of Tropical Agricultur (IITA) di Ibadan, Nigeria. Sistem ini dirancang untuk sanggup memakai lahan secara intensif tetapi tetap mempertahankan peranan ganda dari sitem masa bera dengan semak belukar. Penelitian ini dilakukan di Nigeria dengan memakai tumbuhan lamtoro (Leucaena leucocephala Lam.) sebagai tumbuhan pagar. (Kang et al., 1984)
Dalam alley cropping system ini, yang kemudian dikenal di Indonesia disebut sebagai Sistem Budi Daya Lorong, tumbuhan pangan (semusim) sebagai tumbuhan utama ditanam pada bidang olah di lorong-lorong (alleys) antara barisan-barisan tumbuhan pagar (hedgerow) dari semak berkayu atau pohon legum, yang secara terpola dipangkas untuk mengurangi naungan dan sebagai sumber materi organik. tumbuhan semak atau pohon yang ditanam sebagai pagar tersebut tetap mempunyai fungsi ibarat pada sistem bera dengan semak belukar (bush-fallow system), yaitu mendaur ulang unsur hara, sumber mulsa dan pupuk hijau, menekan pertumbuhan gulma dan mengandalikan erosi. Penggunaan tumbuhan pagar legum lebih disenangi lantaran juga sanggup menyediakan nitrogen bagi sitem pertanian ini.oleh lantaran itu, sistem budidaya lorong sanggup juga disebut sebagai sistem bera dengan semak belukar yang diperbaiki, yaitu dengan menggabungkan masa pertanaman dengan masa bera untuk meningkatkan intensitas penggunaan lahan. Terdorong oleh keberhasilan penelitian tersebut, maka kemudian banyak penelitian akal daya lorong lain dilakukan di Afrika. Penelitian on-farm juga dilakukan semenjak awal tahun 1980-an dan dengan dimasukkannya ternak ruminansia kecil oleh International Livestock Centre for Africa (ILCA) dalam sistem bididaya lorong dengan memakai pakan ternak dari pangkasan tumbuhan pagar telah mengawali berkembangnya konsep budidaya lorong. (Kang et al., 1990)
Di Indonesia, penelitian sistem akal daya lorong mulai banyak dilakukan semenjak tamat tahun 1980-an dan hasilnya juga memperlihatkan bahwa sistem ini sangat baik untuk mengendalikan pengikisan dan fatwa permukaan. Misalnya, hanya dalam waktu satu animo hujan, sistem akal daya lorong dengan Flemingia congesta sebagai tumbuhan pagar telah memperlihatkan keunggulannya, yaitu menghambat laju pengikisan dan fatwa permukaan menjadi rendah, dibandingkan dengan tiga teknik pengelolaan tanah lainnya, yaitu pengolahan tanah penuh dikombinasikan dengan penanaman tumbuhan epilog tanah benguk (Mucuna mnaneae), pengolahan tanah penuh dikombinasikan dengan sisa tumbuhan dibenamkan, dan pengolahan tanah minimum dikombinasikan dengan sisa tumbuhan dibakar.
Flemingia congesta sebagai tumbuhan pagar bisa menghambat laju fatwa permukaan dan menghasilkan pangkasan biomasa banyak (3-9 t ha-1 6 bulan-1), sanggup digunakan sebagai mulsa untuk melindungi tanah dari daya rusak butiran air hujan. Pengaruh tidak eksklusif dari sistem budidaya lorong ini ialah mempertahankan kadar materi organik tanah dan memperbaiki sifat-sifat kimia, fisika, dan biologi tanah. Selain memperlihatkan peranan budidaya lorong, dengan tumbuhan pagar Flemingia congesta, pada penelitian yang sudah dilakukan memperlihatkan peranan pemupukan dalam mengendalikan pengikisan dan fatwa permukaan, lantaran tumbuhan yang dipupuk sanggup tumbuh dan menutupi permukaan tanah jauh lebih cepat daripada tumbuhan yang tidak dipupuk. Penutupan permukaan tanah secara rapat dan cepat oleh tajuk tumbuhan ialah suatu teknik konservasi yang sangat evektif, khususnya dari pengikisan percikan air hujan. Makara pemupukan merupakan langkah awal konservasi tanah, yaitu untuk menghasilkan pertumbuhan tumbuhan yang baik, yang sekaligus berperan sebagai epilog tanah yang baik. Pemberian pupuk yang dikombinasikan dengan sistem budidaya lorong mempunyai dampak sinergis dalam mengendalikan pengikisan dan fatwa permukaan serta peningkatan produksi tanaman.
Penerapan sistem budidaya lorong pada lahan berlereng bisa membentuk teras alami setinggi 20-30 cm dalam waktu 4 tahun. Dengan terbentunya teras, maka panjang lereng berkurang dan kemiringan lahan di masing-masing bidang oleh juga berkurang. Teras alami terbentuk lantaran sedimen yang terbawa oleh fatwa permukaan tertahan oleh barisan tumbuhan pagar. Pembentukkan teras dipercepat dengan pengolahan tanah, lantaran sesudah diolah tanah menjadi gembur dan lepas sehinnga pengikisan menjadi lebih tinggi. Selain sanggup menekan pengikisan dan fatwa permukaan, akal daya lorong juga menekan kehilangan unsur-unsur hara dari bidang olah. Budidaya lorong sanggup menekan kehilangan unsur hara N, P dan K hingga menjadi seperlimannya. Kehilangan hara sanggup ditekan lebih rendah lagi bila diikuti dengan tindakan konservasi tanah yang lain, contohnya pemberian mulsa dan pengolahan tanah minimum.
Meskipun sistem akal daya lorong mempunyai banyak sekali kelebihan, sistem ini juga mempunyai beberapa kelemahan, yaitu luas bidang olah berkurang, perlu pemanis tenaga untuk pemeliharaan dan pemangkasan atau panen tumbuhan pagar, dan adanya sifat alelopati dan jenis tumbuhan pagar tertentu. Selain itu juga dolaporkan terjadi persaingan antara tumbuhan pagar dengan tumbuhan pokok dalam serapan unsur hara, cahaya dan air sering mengurangi dampak positif dari budidaya lorong (Van Noordwijk et al., 1998).
Keuntungan akal daya lorong gres sanggup dirasakan dalam jangka panjang. Kenyataan ini sering membuat petani kurang tertarik untuk menerapkan sistem ini pada lahan pertaniannya. Petani cenderung untuk mendapat keuntungan berjangka pendek dan fasilitas pengerjaannya di lapangan. Oleh lantaran itu, pemilihan tumbuhan pagar perlu mempertimbangkan hal-hal tersebut, semoga didapatkan hasil yang optimum.
Pemilihan jenis tumbuhan pagar juga perlu mempertimbangkan peranan ganda tumbuhan pagar tersebut. Dari penelitian yang pernah dilakukan pemilihan tumbuhan pagar rumput raja atau rumput gajah lebih menguntungkan dari pada Flemingia congesta, karena hasil pangkasan rumput sanggup dimanfaatkan untuk pakan ternak dan tetap berperan sangat konkret dalam menekan erosi. Pengembangan teknologi sistem budidaya lorong sebaiknya dilakukan dengan memakai pendekatan perspektif, yaitu dengan melibatkan petani semenjak dari perencanaan, pelaksanaan hingga penilaian serta diseminasi hasilnya. Pendekatan tersebut penting semoga teknologi yang dikembangkan sesuai dengan cita-cita dan potensi petani sehingga lebih banyak petani akan mengadopsinya. Tanaman pagar jenis Flemingia congesta lebih baikdalam memperbaiki sifat fisik tanah, terutama berat isi dan menghasilkan C-organik tanah lebih tinggi dibandingkan dengan lamtoro dan kaliandra (Caliandra calotyrsus). Hal ini disebabkan pangkasan Flemingia congesta lebih banyak, dan dengan semakin kecilnya berat isi berati tanah menjadi lebih gembur, sehingga pengolahan tanah minimum sanggup dianjurkan.
Agro-silvi-pastura merupakan suatu bentuk modifikasi dari sistem akal daya lorong yang memadukan tumbuhan pangan, tumbuhan pohon (hutan) sebagai pagar, dan pastura atau padang penggembalaan pada lorongnya (alley). Sistem ini sanggup dibangun dari pastura alami yang rusak akhir penggembalaan yang berlebihan dengan memperbaiki tata botaninya melalui introduksi rumput dan legum unggul yang sanggup mengikuti keadaan dan mengatakan pupuk untuk meningkatkan kesuburan tanah. Hutan pastura terdiri atas komponen pastura yang dikombinasikan dengan komponen tumbuhan hutan atau kayu-kayuan yang ditanamn membentuk pagar. Jika pastura luas, maka letak komponen pertanian dan pasturanya sanggup diatur berselang-seling diantara tumbuhan pagar. Fungsi tumbuhan pohon yang diatur sebagai pagar ialah mengurangi erosi, mengurangi kecepatan dan mematahkan arah angin, penghasil kayu, sumber pakan, serta tempat ternak berlindung dari panas sinar matahari dan tiupan angin yang kencang. Selain itu hutan pastura juga meningkatkan kadara materi organik dan P-tanah, keanekaragaman hayati yang mendekati sistem hutan, serta meningkatkan produksi hijauan pakan ternak dan daya dukung ternak sapi. Dalam 5 tahun sistem hutan pastura sanggup meningkatkan kadar C-organik sebesar 2-3 kali lipat. Sistem hutan pastura juga mempengaruhi iklim mikro, di mana selisih suhu udara antara siang dan malam pada hutan pastura relatif lebih kecil dibandingkan pastura tanpa hutan, demikian kelembaban udara juga lebih baik.
Teknik Pengelolaan Lahan yang Produktif dan Konservatif Melalui Agroforestry
Berubahnya Lanskap akhir adanya tekanan penduduk dan intensifikasi pemanfaatan sumberdaya lahan, mengarah pada legalisasi terhadap agroforestry sebagai alternatif sistem pengelolaan lahan dalam rangka pembangunan berkelanjutan baik didataran tinggi maupun di dataran rendah).
Berbeda dengan bidang pertanian maupun kehutanan murni, kontribusi agroforestry dalam bidang sosial ekonomi bisa lebih bervariasi lantaran komponen usahanya lebih beragam. Tambahan lagi selain membuka kemungkinan untuk meningkatkan efisiensi ekonomi dan peningkatan taraf hidup bisa juga menjadikan multiplier effect dan agroforestry juga memperbaiki serta meningkatkan kondisi lingkungan (Anonimus, 2010). Kelemahan para petani pada umumnya ialah pada sistem pemasaran hasil.
Dengan mengatakan kombinasi hasil, produktivitas lebih lestari. Adanya komponen pohon yang bisa diatur pemungutan hasilnya hanya apabila diperlukan, lantaran apabila tidak diharapkan bisa dibiarkan hidup dengan tidak kawatir rusak dan bahkan nilainya akan bertambah. Kelestarian hasil lebih diperjelas dengan pemanis adanya produksi bidang peternakan, sedang konsumsi harian sanggup ditopang oleh produk tumbuhan pertanian. Produk agroforestry bisa lebih ditingkatkan menjadi produk yang diorientasikan pada agribisnis dengan kontribusi dari swasta atau pemerintah daerah misalkan menyediakan pabrik pengolahan hasil misal pabrik pengelolaan nanas atau komoditas lainnya dalam skala kecil menengah.
Peluang bagi digunakannya sistem agroforestry dalam pengelolaan lahan juga
disebabkan lantaran :
1. Agroforestry ialah metode biologis untuk konservasi dan pemeliharaan epilog tanah sekaligus mengatakan kesempatan menghubungkan konservasi tanah dengan konservasi air.
2. Dengan agroforestry yang produktif sanggup digunakan untuk memelihara dan meningkatkan produksi bersamaan dengan tindakan pencegahan erosi.
3. Kegiatan konservasi yang produktif memperbesar kemungkinan diterimanya konservasi oleh masyarakat sebagai kemauan mereka sendiri. Digunakannya tehnik diagnostik dan designing untuk merumuskan pola tanam secara partisipatif merupakan kelebihan dari tehnik agroforestry.
Pola Tanam
Pola tanam ialah sistem pengaturan pertanaman berdasarkan distribusi curah hujan, baik pola tanam monokultur maupun tumpang sari pada tumbuhan hampir sama umur pada sebidang tanah sebagai salah satu seni administrasi untuk menjamin keberhasilan perjuangan tani lahan kering. Dalam pengembangannya pola tanam ini sangat tergantung kepada jenis tanah, iklim, topografi, dan pemasaran hasil. Lahan dengan kemiringan < 8% sanggup mendukung suaha tumbuhan pangan sebagai tumbuhan utama. Adapun kemiringan 8% pertanaman diusahakan searah kontur atau teras dan tumbuhan pangan tidak lagi berfungsi sebagai tumbuhan utama, melainkan sudah beralih ke tumbuhan tahunan ibarat karet, kelapa sawit, dan tumbuhan tahunan lainnya. Beberapa sistem pola tanam yang sanggup dikembangkan yang sekaligus merupakan tindakan konservasi vegetatif ialah pertanaman campuran, pertanaman berurutan, pertanaman tumpang sari, pertanaman tumpang gilir, pertanaman berlajur, dan pertanaman bertingkat.
Tanaman Penutup Tanah
Tanaman epilog tanah ialah tumbuhan yang ditanam untuk menutupi permukaan lahan pertanian yang mempunyai kegunaan mengendalikan pengikisan dan memperbaiki sifat-sifat tanah. Tujuan dari penanaman epilog tanah ialah melindungi permukaan tanah dari pengikisan percikan akhir jatuhnya tetesan air hujan, meningkatkan kandungan materi organik tanah dan memperbaiki sifat-sifat fiik dan kimia tanah, menekan pertumbuhan gulma sehingga sanggup mengurangi biaya perawatan tanaman, dan meminimumkan perubahan-perubahan iklim mikro dan suhu tanah, sehingga sanggup menyediakan lingkungan hidup yang lebih baik bagi tanaman.
Tanaman epilog tanah harus memenuhi persyaratan antara lain gampang diperbanyak teutama dengan biji, tumbuh cepat dan menghasilkan banyak daun, toleran terhadap pemangkasan dan injakkan, bukan tumbuhan inang hama dan penyakit, sistem perakaran tidak kompetisi berat dengan tumbuhan pokok, dan bisa menekan gulma. Jenis tumbuhan epilog tanah yang umum digunakan ialah rumput dab kacang-kacangan/leguminosa. Tanaman epilog tanah kacang-kacangan yang merambat paling baik sebagai epilog tanah, lantaran mapu secara eksklusif memfiksasi nitrogen dari udara, dan bisa beregenerasi sendiri.
Penanaman Rumput
Penanaman rumput pada banyak sekali tempat terbuka sangat penting dalam membantu mengendalikan pengikisan dan fatwa air permukaan di lahan pertanian. Teknik ini baik untuk lahan yang berlereng <30%. Penguatan lereng dengan menanam rumput merupakan teknik untuk melindungi dan menstabilkan lereng dari suatu lahan pertanian. Penanaman rumput ini juga mengurangi biaya pemeliharaan lereng dan menambah keindahan dari bentang alam. Jenis rumput yang ditanam sebaiknya yang sanggup tumbuh rapat dan berakar dalam. Kalau keadaannya memungkinkan, sanggup ditanam tumbuhan yang berbunga. Pada waktu penanaman rumput tersebut perlu dipupuk lantaran tanahnya berasal dari lapisan bawah yang umumnya miskin unsur hara.
Pupuk Hijau
Pupuk hijau sanggup ditanam secara khusus untuk memperbaiki sifat-sifat tanah dan mempunyai kegunaan sebagai pupuk. Kandungan nitrogen pupuk hijau tertinggi pada masa awal pembentukan bunga, waktu tanam masih lunak dan gampang dilapuk. Oleh lantaran itu, tumbuhan pupuk hijau sebaiknya dipangkas pada waktu itu dan segera dibenamkan kedalam tanah waktu masih berwarna hijau. Tanaman pupuk hijau sanggup meningkatkan kandungan materi organik tanah, memperbaiki sifat-sifat fisik tanah dan kimia tanah serta meningkatkan katahanan tanah terhadap erosi. Tanaman pupuk hijau sanggup digunakan untuk memperbaiki tanah berpasir, tanah liat berat atau tanah-tanah lain yang tidak produktif. Pupuk hijau juga sanggup ditanam di antara baridan tumbuhan yang sudah ada atau ditanam pada lahan yang bera sebelum ditanami tumbuhan utama.
Tanaman pupuk hijau yang gampang menghasilkan biji akan lebih baik dan menarik lantaran petani sanggup secara gampang dan eksklusif mengumpulkan bijinya. Tanaman pupuk hijau yang baik untuk lahan – lahan berlereng antara lain ialah turi (Sesbanian grandiflora), Desmodium rensonii, Flemingia congesta, Stylosanthes guyanensis, Arachis pintoi, Gracideae sepium. Jarak tanam tumbuhan pupuk hijau diatur diubahsuaikan dengan jarak tumbuhan utama. Penanaman sebaiknya dilakukan pada awal animo hujan atau waktu air tanah masih cukup.
Mulsa
Mulsa ialah epilog tanah yang berasal dari pangkasan rumput, sisa panen atau materi – materi lain yang penggunaannya disebarkan di permukaan tanah sepanjang barisan tumbuhan atau melingkari batang pohon. Mulsa mempunyai kegunaan untuk mengurangi pengikisan dan fatwa permukaan, mengurangi gulma dan mengurangi biaya perawatan, mengatur suhu tanah, meningkatkan kandungan materi organik, dan mengurangi penguapan air tanah atau meningkatkan kelembaban tanah. Jika digunakan mulsa plastk maka kiprah pulsa untuk meningkatkan kandungan materi organik tanah tidak sanggup dicapai. Penutup tanah atau rumput yang ditanam di antara tumbuhan pohon-pohonan sanggup dengan gampang dipangkas dan dijadikan mulsa.
Dalam menerapkan teknik mulsa perlu diperhatikan beberapa hal yaitu pemberian mulsa perlu dijaga semoga tidak menebabkan berkembangnya hama dan penyakit tanaman/kebakaran, pemberian mulsa pada perkebunan jangan terlalu tebal dan sebaiknya diletakkan dalam strip atau barisan. Jika digunakan mulsa plastik, maka fatwa permukaan akan meningkat, sehingga perlu disiapkan drainase dan saluran pembuangan air yang cukup.
Pematah Angin
Pematah angin ialah barisan pohon atau rumput tinggi yang ditanam dengan jarak yang sempurna untuk mencegah atau mengurangi pengikisan angin dan kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh angin. Pematah angi mempunyai kegunaan untuk mengendalikan pengikisan angin, mengurangi kerusakan fisiologis atau mekanis terhadap tumbuhan yang disebabkan oleh angin yang keras, mengurangi evapotranspirasi, mengurangi kerusakan tumbuhan akhir garam kalau lokasi bersahabat laut.
Pohon yang digunakan untuk pematah angin ialah pohon yang tubuhnya tegak dengan perakaran dalam dengan cabang dan ranting yang kuat dan sanggup menahan angin yang keras. Spesies tumbuhan yang sanggup digunakan antara lain Accacia mangium, Accacia auriculiformis, Mahagonia sp., sesbania grandiflora, Casuarina sp, dan bambu.
Pengendalian Longsor Lahan
Rekayasa vegetatif dan rekayasa tehnik dalam rangka perjuangan pencegahan atau mengurangi longsor lahan baik di lahan rakyat maupun di lahan hutan negara antara lain
dengan:
a. Menghindari atau mengurangi penebangan pohon yang tidak terkendali dan tidak terencana (over cutting, penebangan basuh mangkuk, dan penjarahan).
b. Penanaman vegetasi tumbuhan keras yang ringan dengan perakaran intensif dan dalam bagi daerah yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel.
c. Mengembangkan perjuangan tani ramah longsor lahan ibarat penanaman hijauan masakan ternak (HMT) melalui sistem panen pangkas.
d. Mengurangi beban mekanik pohon-pohon yang besar-besar yang berakar dangkal dari daerah yang curam dan menumpang di atas lapisan impermeabel.
e. Membuat Saluran Pembuangan Air (SPA) pada daerah yang berhujan tinggi dan merubahnya menjadi Saluran Penampungan Air dan Tanah (SPAT) pada hujan yang rendah.
f. Mengurangi atau menghindari pembangunan teras dingklik di daerah yang rawan longsor lahan yang tanpa dilengkapi dengan SPA dan saluran drainase di bawah permukaan tanah untuk mengurangi kandungan air dalam tanah.
g. Mengurangi intensifikasi pengolahan tanah daerah yang rawan longsor.
h. Membuat saluran drainase di bawah permukaan (mengurangi kandungan air dalam tanah).
i. Bila perlu, di tempat-tempat tertentu bisa dilengkapi bangunan teknik sipil/bangunan mekanik.
Beberapa pola jenis tumbuhan yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak serta yang berakar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang sebagai berikut :
A. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dan akar cabang banyak.
1. Aleurites moluccana (kemiri)
2. Vitex pubescens (laban)
3. Homalium tomentosum (dlingsem)
4. Lagerstroemia speciosa (bungur)
5. Melia azedarach (mindi)
6. Cassia siamea (johar)
7. Acacia villosa
8. Eucalyptus alba
9. Leucaena glauca
B. Pohon-pohon yang mempunyai akar tunggang dalam dengan sedikit akar cabang
1. Swietenia macrophylla (mahoni daun besar)
2. Gluta renghas (renghas)
3. Tectona grandis (jati)
4. Schleichera oleosa (kesambi)
5. Pterocarpus indicus (sono kembang)
6. Dalbergia sissoides (sono keling)
7. Dalbergia latifolia
8. Cassia fistula (trengguli)
9. Bauhinia hirsula (tayuman)
10. Tamarindus indicus (asam jawa)
11. Acacia leucophloea (pilang)
Dewasa ini ditemukan pendekatan gres mengenai konservasi tanah yang disebut land husbandry yang diwujudkan dalam perjuangan tani dengan pendekatan konservasi. Ciri dari pendekatan ini adalah:
1. Memfokuskan pada hilangnya tanah dan pengaruhnya terhadap hasil tumbuhan sehingga perhatian utamanya bukan lagi pada bangunan fisik tetapi kepada metode biologis untuk konservasi ibarat halnya penanaman epilog lahan.
2. Memadukan tindakan konservasi tanah dan konservasi air sehingga masyarakat mendapat keuntungan eksklusif dari perjuangan tersebut.
3. Melarang bertani dilereng bukan penyelesaian masalah. Tindakan ibarat ini tidak bisa diterima secara sosial dan politis. Yang harus dicari ialah metode bertani yang bisa mempertahankan kelestarian sumberdaya lahan dan alam.
4. Konservasi lahan akan berhasil bila ada partisipasi dari masyarakat terutama para petani. Motivasi masyarakat akan timbul bila mereka melihat keuntungan yang akan diperoleh.
5. Yang terpenting lagi ialah perlu adanya pemahaman bahwa aktivitas konservasi lahan ialah cuilan integral dari perjuangan perbaikan sistem perjuangan tani. Agroforestry sebagai sistem penggunaan lahan makin diterima oleh masyarakat lantaran terbukti menguntungkan bagi pembangunan sosial ekonomi, sebagai ajang pemberdayaan masyarakat petani dan pelestarian sumberdaya alam dan pengelolaan lingkungan daerah pedesaan. (anonymous, 2010)
BAB V. KESIMPULAN
Konservasi tanah dan air harus dilaksanakan secara terpadu dengan koordinator yang terperinci demi menjamin kelestarian sumber daya alam, terutama dalam upaya konservasi tanah dan air bagi kesejahteraan rakyat. Kelembagaan yang menangani konservasi tanah dan air tidak lagi relevan dibuat secara adhoc saja, akan tetapi harus dilekatkan pada fungsi, kiprah dan wewenang pada para pelaksanannya di lapangan yang terkait secara struktural dengan instansi yang kompeten
Untuk mencapai hasil maksimum dalam mengendalikan pengikisan dan fatwa permukaan, sebaiknya tindakan konservasi tanah vegetatif dikombinasikan dengan teknik konservasi tanah mekanik. Adapun seni administrasi dan pengambilan keputusan yang digunakan untuk mengatasi duduk kasus tersebut ialah dengan penerapan Sistem Budidaya Lorong, Teknik Pengelolaan Lahan yang Produktif dan Konservatif Melalui Agroforestry, Pengaturan Pola tanam, Penanaman tumbuhan epilog tanah, penggunaan mulsa, dan penggunaan pupuk hijau.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Konservasi Lahan Kering. http://ridiah.wordpress.com/konservasi-lahan-kering. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 15.50 WIB.
Arsyad, Sitanala. (1989). Konservasi Tanah dan Air, Bogor: Penerbit Institut Pertanian Bogor (IPB)
Carolyn W. Fanelli dan Lovemore Dumba.. 2007. Pertanian Konservasi di Pedesaan Zimbabwe. http://salam.leisa.info/index.php?url. Diakses pada tanggal 2 Mei 2010 pukul 16.50 WIB.
Kang, B.T. , G.F. Wilson, and T.L. Lawson. 1984. Alley Cropping a Stable Alternative to Shifting Cultivation. International Institute of Tropical Agriculture (IITA). Ibadan, Nigeria.
Kang, B.T., L. Reynolds, and A.N. Atta-Krah. 1990. Alley Farming. Advances in Agronomy Vol 43 : 315 – 359
Van Noodwijk, M., K. Hairiah, B. Lusiana, and G. Candish. 1998. Tree-soil-crop interactions in sequential and simultaneous agroforestry system. P. 173-190. In L. Bergstrom and H. Kirchmann (Eds). Carbon and Nutrient Dynamics in Natural and Agricultural Tropical Ecosystems. CAB International. Wallingford, UK.