1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pengenalan penyakit flora yang disebabkan oleh virus melalui deteksi, tidak sama atau tidak semudah ibarat apa yang telah dilakukan pada penyakit flora yang disebabkan oleh nematoda, jamur, atau bakteri. Patogen-patogen ini sanggup dikenali secara cepat dengan hanya memakai mikroskop cahaya biasa, bahkan adakala hanya memakai mata biasa. Walaupun virus kadang- kadang membentuk tubuh inklusi atau kristal yang biasa tampak dengan mikroskop biasa, namun demikian masih perlu dilakukan metode-metode khusus, ibarat pengecetan atau fiksasi. Partikel virus tidak selalu sanggup ditemukan walaupun sudah memakai mikroskop elektron, tetapai beberapa indikasi lain diduga dengan mengetahui karakteristik tanda-tanda yang tampak, ibarat pada tembakau yang terinfeksi virus, tampak pola mosaik atau bercak bercincin (nekrosis) yang merupakan ciri serangan virus pada tumbuhan tersebut.
1.2 TujuanUntuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tubuh inklusi.
Untuk mengetahui bentuk-bentuk tubuh inklusi.
Untuk mengetahui macam-macam perubahan histologi.
Untuk mengetahui macam-macam identifikasi tubuh inklusi.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian2.1.1 Badan Inklusi
Seperti kebanyakan anggota kelompok potyvirus yang lain, ChiVMV mempunyai struktur khusus yang merupakan ciri nanah dari grup potyvirus. Struktur khusus ini disebut tubuh inklusi yang keberadaannya biasanya menyertai partikel virus pada jaringan tanaman. Badan inklusi ini banyak ditemukan dalam sitoplasma maupun dalam inti (Opriana, 2009).
Gejala yang tanpa (kasatmata) merupakan akhir adanya gangguan fisiologis tanaman. Infeksi virus yang terjadi dalam sel akan mempengaruhi sintesis protein dan asam nukleat pada tanaman. Infeksi virus juga akan mempengaruhi jumlah dan bentuk sel serta organel, ibarat mitokondria dan kloroplas. Gangguan fisiologi tumbuhan menjadikan tumbuhan inang memperlihatkan tanda-tanda di seluruh belahan tumbuhan (daun, cabang, buah), ibarat tumbuhan menjadi bantut, perubahan warna daun, ukuran dan bentuk buah yang dihasilkan. Infeksi virus akan mempengaruhi metabolisme sel dan menjadikan terjadinya perubahan biokimiawi dan fisiologi sel. Perubahan metabolisme sel akan mengakibatkan pertumbuhan tumbuhan yang berbeda kalau dibandingkan dengan tumbuhan sehat (Akin, 2006).
2.1.3 Perubahan Histologis Perubahan histologi pada belahan tumbuhan yang terinfeksi virus khususnya daun, daun lembaga, dan cabang tanaman, sanggup dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu nekrosis atau ajal sel, hiperplasia atau pertumbuhan sel yang berlebihan, serta hipoplasia atau penurunan pertumbuhan sel. Hipoplasia merupakan tanda-tanda yang muncul bersamaan dengan tanda-tanda mosaik, penurunan jumlah klorofil, tidak berkembangnya sel mesofil, dan tidak terdapatnya rongga antar sel, ibarat contohnya belahan daun yang menguning pada tanda-tanda mosaik. Tanggap atau respons histologi tumbuhan yang diinfeksi virus yaitu pembentukan tubuh inklusi dalam sel (intracellular inclussion). Gejala hanya terdapat pada tumbuhan yang terinfeksi virus (Akin, 2006).
2.2 Bentuk-bentuk Badan Inklusi
Badan inklusi sanggup digolongkan menjadi beberapa kelompok sebagai berikut:
Kelompok 1: Hanya inklusi tan-bentuk saja. Inklusi berbentuk kristal tidak terbentuk, contoh: tubuh tan-bentuk (amorf) pada Rumex acetosa yang terjangkit virus WTV (wound tumor virus).
Kelompok 2: Terdapat inklusi tan-bentuk dan kristal. Kristal terdapat di sitoplasma, jarang atau tidak pernah terdapat di inti, rujukan : tembakau yang terinfeksi TMV, dan Vicia faba yang terjangkit CVMV (clover vein mosaic virus).
Kelompok 3: Terdapat inklusi tan-bentuk dan kristal. Kristal terdapat di inti dan sitoplasma, contoh; pada Solanaceae yang terjangkit TEV.
Kelompok 4: Wujud lain yang tidak biasa terdapat atau yang hanya dideskripsi sebagian (struktur yang berbentuk cakra). Contoh: kacang tanah (Arachis hypogaeu) yang terinfeksi PStV.
(Akin, 2006)
Tipe Nekrotik yaitu tipe tanda-tanda yang disebabkan oleh adanya kerusakan fisik atau ajal pada sel, belahan sel, atau jaringan. Gejala yang termasuk tipe neurotik antara lain: kanker, klorotik, lodoh (dumping-off), eksudasi, layu dan mati ujung. Tipe Hipoplasia yaitu tipe kerusakan yang disebabkan lantaran adanya kendala atau terhentinya pertumbuhan (underdevelopment) sebagian atau seluruh jaringan tumbuhan akhir serangan patogen. Gejala yang termasuk tipe hipoplasia antara lain: kerdil, klorosis umum dan etiolasi. Tipe Hiperplasia yaitu tipe tanda-tanda yang diakibatkan lantaran adanya pertumbuhan jaringan yang melebihi (overdevelopment) daripada pertumbuhan yang biasa. Gejala yang termasuk tipe hiperplasia antara lain: witches broom, tunas air dan tumor. (Purnomo, 2006)
Uji Microprecipitini/Presipitasi
Tetesan tunggal dari antiserum dan antigen diletakkan bersahabat satu sama lain pada slide beling atau pada belahan bawah dari cawan petri plastik. Tetesan dicampur dengan hati-hati memakai lidi tusuk gigi, dan diinkubasi pada suhu kamar selama 1-6 jam, untuk mencegah tetes dari kekeringan. Pembentukan presipitasi diamati melalui mikroskop. Mikroskop bidang gelap biasanya terbaik untuk memvisualisasikan presipitat.
Uji Difusi Ganda Ouchterlony Agar Metode ini merupakan uji presipitasi pada media semoga untuk melihat reaksi antara antigen dengan antibodi. Antigen dan antibodi akan berdifusi ke dalam semoga dan adanya komplek antigen-antibodi terlihat ibarat garis presipitasi. Tes ini biasanya dilakukan di petridish yang telah berisi media semoga setebal 5 mm (0,8%, agarosa atau ionagar dalam air suling). Buat lubang memakai corkborer atau bor gabus dengan pola ibarat sentra sumur dikelilingi oleh enam hingga delapan sumur lainnya.
Immunoelectron Microscopy (IEM)
Dalam IEM, serologi dikombinasikan dengan mikroskop elektron. Dua metode yang digunakan: teknik dekorasi memungkinkan lapisan partikel virus dengan antibodi spesifik sanggup dilihat dengan mikroskop elektron. Metode immunosorbent mikroskop elektron dipakai secara khusus untuk perangkap partikel virus dari ekstrak tumbuh-tumbuhan di film derma Antiserum berlapis, dengan demikian menghasilkan sensitivitas tinggi virus deteksi.
Enzim-Linked Immunosorbcnt Assay (ELISA)
ELISA berlaku untuk identifikasi virus dari sap tanaman. Hal ini terutama bermanfaat untuk menguji sejumlah besar sampel ibarat dalam survei virus atau dalam skrining populasi besar untuk ketahanan virus. Pada ELISA eksklusif atau double antibodi sandwich ELISA (DAS-ELISA) pelapisan sumur dengan virus spesifik gamma globulin - langkah ini tidak wajib, penambahan sampel uji yang mengandung virus, penambahan substrat, perubahan warna memperlihatkan adanya virus spesifik. Pada ELISA tidak langsung, pelapisan sumur dengan globulin gamma virus- spesifik (langkah ini tidak wajib), penambahan sampel uji yang mengandung virus, penambahan gamma globulin virus tertentu (biasanya dari kelinci), penambahan enzim konjugasi antibodi kedua (biasanya anti-kelinci antibodi), penambahan substrat, perubahan warna memperlihatkan adanya virus spesifik.
(Nurhayati, 2012)
3. METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan Alat:
- Silet untuk memotong lapisan belahan tumbuhan terserang
- Kaca obyek untuk meletakkan potongan tapisan
- Kaca epilog untuk menutup beling obyek
- Pipet untuk mengambil sedikit larutan
- Tabung reaksi sebagai wadah larutan
- Gunting untuk memotong daun tumbuhan terserang
- Mikroskop untuk mengamati secara mikroskopis
- Kamera untuk dokumentasi
- Cawan petri sebagai ganjal untuk pemotongan belahan tumbuhan terserang
- Pinset/jarum untuk membantu meletakkan beling penutup
Bahan:
- Daun cabe terjangkit TMV sebagai obyek pengamatan
- Wortel untuk membantu pemotongan lapisan belahan tumbuhan terserang
- Aquadest untuk merekatkan potongan pada beling obyek
- Anilin blue untuk memperjelas tampilan di mikroskop
3.2 Alur Kerja
Degradasi Klorofil
- Siapkan alat dan bahan
- Potong daun tumbuhan ± 1 cm
- Belah wortel untuk ganjal pemotongan lapisan
- Masukkan potongan daun pada celah wortel dengan pinset
- Iris tipis lapisan potongan daun ± 1mm Tetesi beling objek dengan aquadest, letakkan lapisan daun
- Amati dengan memakai mikroskop
- Dokumentasi
Badan Inklusi
- Siapkan alat dan bahan
- balutkan daun yang bergejala pada permukaan wortel
- Iris tipis, ambil lapisan epidermisnya
- Tetesi beling obyek dengan aquadest, letakkan irisan lapisan daun
- Tutup dengan beling penutup, hindari adanya gelembung air
- Amati pada mikroskop
- Dokumentasi
3.3 Penjelasan
Pada pengamatan degradasi klorofil, pengambilan sampel dilakukan dengan memotong wortel untuk ganjal pemotongan, wortel dibelah sebagian kemudian potongan daun diselipkan pada celah wortel. Selanjutnya diiris tipis menggunakan silet tajam hingga diperoleh lapisan setipis 1 mm. Kemudian beling objek disiapkan, ditetesi dengan air (aquadest) kemudian irisan lapisan daun diletakkan dan ditutup dengan beling penutup. Preparat diamati di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran hingga 40X. Apabila ingin memperjelas tampilan, preparat ditetesi dengan anilin blue melalui celah samping beling penutup. Hasil pengamatan didokumentasikan.
Pada pengamatan tubuh inklusi, pengambilan sampel dilakukan dengan melingkarkan daun tumbuhan terjangkit pada permukaan wortel untuk mengiris lapisan epidermis daun. Kemudian irisan lapisan daun diletakkan pada beling obyek yang telah ditetesi air (aquadest). Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop cahaya dengan perbesaran hingga 40X. Hasil pengamatan didokumentasikan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Berdasarkan hasil pengamatan terdapat perbedaan jumlah sel berklorofil yang ditunjukkan dengan perbedaan warna pada lapisan daun tanaman. Hal ini memperlihatkan bahwa serangan virus TMV pada tumbuhan cabe mempengaruhi fisiologis tumbuhan dalam menghasilkan klorofil. Sehingga tanda-tanda luar yang tampak yaitu mosaik dan klorosis warna daun yang tidak beraturan. Selain itu, tubuh inklusi yang ditemukan pada dikala pengamatan berbentuk kristal dan apabila mikrofokus pada mikroskop digeser perlahan maka tubuh inklusif tersebut seakan berpendar.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil pengamatan terdapat perbedaan jumlah sel berklorofil yang ditunjukkan dengan perbedaan warna pada lapisan daun tanaman. Hal ini memperlihatkan bahwa serangan virus TMV pada tumbuhan cabe mempengaruhi fisiologis tumbuhan dalam menghasilkan klorofil. Sehingga tanda-tanda luar yang tampak yaitu mosaik dan klorosis warna daun yang tidak beraturan. Menurut (Nurhayati, 2012) mosaik yaitu tanda-tanda daun yang memperlihatkan banyak tempat kecil berubah warna, yang kontras dengan warna asalnya dan cenderung berupa bulat terang ibarat cincin. Pola belahan hijau yang bersiku kontras dengan warna kuning; tempat yang dikelilingi cincin klorotik yang memperlihatkan mosaik kuning di atas warna hijau. Bila tempat warna yang berbeda menyatu, akan menghasilkan tanda-tanda belang.
Selain itu, tubuh inklusi yang ditemukan pada dikala pengamatan berbentuk kristal dan apabila mikrofokus pada mikroskop digeser perlahan maka tubuh inklusif tersebut seakan berpendar. Inklusi intraseluler yang ditemukan pada tumbuhan tembakau yang terjangkit oleh Tobacco Mosaic Virus. Inklusi ini dibedakan atas dua tipe yaitu berbentuk kristal dan amorfus. Inklusi yang berbentuk kristal umumnya dijumpai pada serangan virus yang berbentuk tongkat. Contoh pada kloroplas tumbuhan beta vulgaris yang terjangkit virus penyakit kuning dijumpai inklusi berbentuk kristal (Nurhayati, 2012).
5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil praktikum sanggup disimpulkan bahwa terdapat perbedaan jumlah sel berklorofil yang ditunjukkan dengan perbedaan warna pada lapisan daun tanaman. Hal ini memperlihatkan bahwa serangan virus TMV pada tumbuhan cabe mempengaruhi fisiologis tumbuhan dalam menghasilkan klorofil. Sehingga tanda-tanda luar yang tampak yaitu mosaik dan klorosis warna daun yang tidak beraturan. Badan inklusi yang ditemukan pada dikala pengamatan berbentuk kristal dan apabila mikrofokus pada mikroskop digeser perlahan maka tubuh inklusi tersebut seakan berpendar.
DAFTAR PUSTAKA
Akin, H.M. 2006. Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.
Nurhayati. 2012. Virus Penyebab Penyakit Tanaman. Sumatera Selatan: Universitas Sriwijaya.
Opriana, E. 2009. Metode Deteksi untuk Pengujian Respon Ketahanan Beberapa Genotipe Cabai Terhadap Infeksi Chilli Veinal Mottle Poviirus (ChiVMI). Bogor: IPB.
Purnomo, B. 2006. Konsep Ilmu Penyakit Hutan. Malang: Universitas Brawijaya.
Sumber http://kickfahmi.blogspot.com