Tuesday, September 11, 2018

√ Cinta Dan Keinginan.

Kata yang singkat namun ketahuilah gotong royong tanpanya dunia akan sepi dan hampa. Ibnu Qoyyim mengatakan: “…, maka setiap perbuatan dan gerakan di alam semesta ini yaitu berasal dari cinta dan keinginan. Kedua hal itulah yang mengawali segala pekerjaan dan gerakan, sebagaimana benci dan ketidaksukaan yang mengawali untuk meninggalkan dan menahan diri dari sesuatu.”

Tak heran kalau ada seseorang yang dengan relanya mengorbankan apa saja demi sesuatu yang dicintainya. Ibnu Qoyyim berkata: “Cinta menggerakkan seorang pecinta untuk mencari yang dicintainya, dan kecintaannya akan tepat manakala ia telah mendapatkannya . Maka cinta itulah yang menggerakkan pecinta Arrahman, pecinta Al-Quran, pecinta ilmu dan iman, pecinta bahan dan uang, pecinta berhala dan salib, pecinta perempuan dan anak-anak, pecinta tanah dan air dan cinta pula yang menggerakkan pecinta saudara-saudaranya.”

Orang yang mencinta akan bergetar hatinya ketika yang dicintainya disebutkan namanya. Tentang fenomena para pecinta, Ibnu Qoyyim menyebutkan:” Karena itu engkau dapati pecinta perempuan dan anak-anak, pecinta nyanyian dan qur’an syetan, mereka tidak bergerak hatinya ketika mendengarkan ilmu dan kesaksian iman, juga tidak ketika dibacakan Al-Qur’an. Tetapi ketika disebutkan yang dicintainya serta-merta bangkitlah jiwanya, tergeraklah lahir batinnya, lantaran rindu dan menikmati yang dicintainya, meski sekedar disebut namanya.”

Sungguh benar sekali apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Qoyyim diatas. Dan tak ada yang sanggup memahami apa yang telah dia katakan kecuali orang yang pernah mengasihi sesuatu. Jika ada seseorang menyampaikan kepada orang yang ada dihadapannya: ”Saya mencintaimu !” apakah lantas orang tersebut percaya begitu saja tanpa bukti yang nyata?

Ibnu Qoyyim menyebutkan ada 20 tanda dan bukti cinta:

Pertama, menghunjamkan pandangan mata, pandangan mata seorang pecinta itu hanya tertuju pada orang yang dicintai.
Kedua, malu-malu kalau orang yang dicintai memandangnya, maka dari itu didapati seorang pecinta hanya sanggup memandang kebawah, kepermukaan tanah, disebabkan rasa sungkannya terhadap orang yang dicintainya.
Ketiga, banyak mengingat orang yang dicintai, membicarakan dan menyebut namanya.
Keempat, tunduk kepada perintah orang yang dicintai dan mendahulukannya daripada kepentingan diri sendiri.
Kelima, bersabar menghadapi gangguan orang yang dicintai, yaitu bersabar dalam menghadapi kedurhakaan dan bersabar dalam melaksanakan keputusan orang yang dicintai.
Keenam, memperhatikan perkataan orang yang dicintai dan mendengarkannya.
Ketujuh, mengasihi daerah dan rumah sang kekasih
Kedelapan, segera menghampiri yang dicintai, kesibukan yang lain ditinggalkan dan menyukai apapun jalan yang sanggup mendekatkan dirinya dengan orang yang dicintai.
Kesembilan, mengasihi apapun yang dicintai sang kekasih
Kesepuluh, jalan yang terasa pendek -padahal panjang- ketika mengunjungi sang kekasih
Kesebelas, salah tingkah kalau sedang mengunjungi orang yang dicintai atau sedang dikunjungi orang yang dicintai
Keduabelas, kaget dan gemetar tatkala berhadapan dengan orang yang dicintai atau tatkala mendengar namanya disebut.
Ketigabelas, cemburu kepada orang yang dicintai, cemburunya akan bangun kalau kekasihnya dijahati dan dirampas haknya.
Keempatbelas, berkorban apa saja untuk mendapat keridhaan orang yang dicintai
Kelimabelas, menyenangi apa pun yang menciptakan bahagia orang yang dicintai
Keenambelas, suka menyendiri.
Ketujuhbelas, tunduk dan patuh kepada orang yang dicintai
Kedelapanbelas, helaan napas yang panjang dan kerap.
Kesembilanbelas, menghindari hal-hal yang merenggangkan hubungan dengan yang dicintai dan membuatnya murka
Keduapuluh, adanya kecocokan antara orang yang mengasihi dan yang dicintai

Jika tanda dan bukti cinta itu telah ada maka yang perlu dipertanyakan ditujukan untuk siapakah perasaan cinta itu ? Ibnu Qoyyim menjelaskan sehabis menjelaskan fenomena orang –orang yang mencinta :”Semua kecintaan tersebut yaitu batil kecuali kecintaan kepada Allah dan konsekwensi dari kecintaan padaNya, yaitu cinta kepada rasul, kitab, agama dan para kekasihNya. Berbagai kecintaan inilah yang kekal dan kekal pula buah serta kenikmatannya sesuai dengan abadinya ketergantungan orang tersebut padaNya. Dan keutamaan cinta ini atas kecintaan kepada yang lain sama dengan keutamaan orang yang bergantung padaNya atas orang yang bergantung pada yang lain. Jika hubungan para pecinta terputus , juga terputus pula sebab-sebab cintanya, maka cinta kepadaNya akan tetap langgeng abadi.

Ada sebuah syair goresan pena seseorang:

Sesuatu yang terlupa
biasanya tak berarti apa-apa
Sesuatu yang ingin dilupa
biasanya sesuatu yang pernah dicinta
Namun yang dicinta tak mau memperdulikannya
Sakit memang sakit hatinya
Dan itulah penyakit yang Lebih berat dari biasanya
ingin dia sembuhkan penyakitnya
Namun gambaran kekasih selalu membayanginya
Memang sembuhnya sakit kepala
Ternyata lebih gampang daripada sembuhnya orang yang dimabuk cinta

kemudian dia melanjutkan :

Orang yang dimabuk asmara
bagaikan orang yang terkena panah kaki dan tangannya
dengan kedalaman yang sungguh mengena
Jika dicabut kan terasa benar sakitnya
Jika dibiarkan kan terhambat gerak dan langkahnya
Sungguh sakit kalau tak dihiraukan oleh yang dicinta
Bagaimana kalau tak dihiraukan oleh Sang Pencipta
Tatkala semua makhluk membutuhkanNya
Tak ada cinta yang benar-benar menciptakan sehat hati manusia
Kecuali cinta lantaran Allah dan RasulNYa
Setiap orang menginginkannya
Namun sayang enggan meniti jalannya

Jika sesorang mengatakan:” Saya mengasihi Allah dan Rasulnya !” namun anehnya dia malah melaksanakan perbuatan-perbuatan yang menciptakan murka Allah ‘azza wa jalla maka patut dipertanyakan padanya bagaimana kesungguhan cintanya kepadaNya.

Allah berfirman yang artinnya: “Katakanlah, ‘Jika kau (benar-benar) mengasihi Allah, ikuti aku, pasti Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ “ (Ali imron :31)


Sumber bacaan:
Raudhatul Muhibbin wa Nuzhatul Musytaqin (terjemahan) Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah, pustaka Al Kautsar
Mawaridul Aman Al- Muntaqa min Ighatsatul Lahfan fi Mashayidisy Syaithan (terjemahan), Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah editor syaikh Ali Hasan Abdul Hamid, Darul Falah



sumber
seseorang teman di kampus yang memebrikan artikel ini
Sumber http://frequencia89.blogspot.com