Thursday, July 26, 2018

√ Agroforesty


Disusun Oleh:
Muhammad Guruh Arif Zulfahmi / 105040201111091
Fakultas Pertanian
Universitas Brawijaya Malang
Abstrak
agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem tata guna lahan dan teknologi, dimana species tumbuhan keras (pohon, semak, bangsa palm, bambu dan sebagainya) secara sengaja dengan tujuan tertentu ditanam atau diusahakan pada unit administrasi lahan yang sama, dengan tumbuhan pertanian dan hewan, baik dalam bentuk tata ruang yang sama atau dalam penataan berdasarkan urutan dimensi waktu. Di dalam agroforestry terjadi interaksi secara ekologis dan hemat antara komponen yang berbeda. Tanaman memperlihatkan masukan materi organik melalui daun-daun, cabang dan rantingnya yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Daun pepohonan yang gugur dan hasil pangkasan yang dikembalikan ke dalam tanah sanggup menjadi rabuk sehingga tanah menjadi remah.  Bahan organik tanah berperanan sangat penting dalam kesuburan tanah, baik sifat kimia, fisika maupun biologi tanah.
Key word: Agroforestry, materi organik, sustainable

I.     PENDAHULUAN
Setiap orang berkepentingan terhadap tanah. Tanah sebagai sumberdaya alam yang sanggup dimanfaatkan oleh insan untuk banyak sekali macam acara guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Tanah sebagai sumberdaya yang dipakai untuk keperluan pertanian sanggup bersifat sebagai sumberdaya yang sanggup pulih (reversible) dan sanggup pula sebagai sumberdaya yang sanggup habis (Santoso, 1991). Dalam perjuangan pertanian tanah mempunyai fungsi utama sebagai sumber penggunaan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman, dan sebagai tempat tumbuh dan berpegangnya akar serta tempat penyimpan air yang sangat diharapkan untuk kelangsungan hidup tumbuhan.
Sejak insan melaksanakan pertanian menetap, mulailah petani mengupayakan pengelolaan kesuburan tanah, yaitu dengan penambahan materi organik untuk memulihkan kembali status hara dalam tanah. Perkembangan selanjutnya tidak terbatas pada penggunaan pupuk organik, namun juga dengan penggunaan pupuk buatan. Pada tahun enampuluhan terjadilah biorevolosi di bidang pertanian, yang dikenal sebagai revolosi hijau yang telah berhasil merubah pola pertanian dunia secara spektakuler.
Di Indonesia, semenjak tahun 1968 terjadi peningkatan kebutuhan pupuk buatansecara tajam. Penggunaan pupuk buatan yang berkonsentrasi tinggi yang tidak proporsional ini, akan berdampak pada penimpangan status hara dalam tanah (Notohadiprawiro, 1989), sehingga akan memungkinkan terjadinya kekahatan hara lain. Di samping itu, petani mulai banyak yang meninggalkan penggunaan pupuk organik baik yang berupa pupuk hijau ataupun kompos, dengan anggapan penggunaan pupuk organik kurang efektif dan efisien, lantaran kandungan unsur hara dalam materi organik yang relatif kecil dan lambat tersedia.
Akibat dari itu, akan berdampak pada penyusutankandungan materi organik tanah, bahkan banyak tempat-tempat yang kandungan materi organiknya sudah hingga pada tingkat rawan (Juarsah, I. 1999). Dilaporkan, sekitar 60 persen areal sawah di Jawa kadungan materi organiknya kurang dari 1 persen (Sugito, et al., 1995). Sementara, sistem pertanian bisa menjadi sustainable (berkelanjutan) jikalau kandungan materi organik tanah lebih dari 2 % (Handayanto, 1999).
Menyadari dampak negatif pada tanah dari pertanian yang boros energi tersebut, maka berkembanglah pada akhir-akhir ini konsep pertanian organik, yang salah satu langkah untuk pemeliharaan kesuburan tanahnya, yaitu dengan penggunaan kembali materi organik. Walaupun penggunaan materi organik sudah bukan materi yang gres lagi, namun mengingat betapa pentingnya materi organik dalam menunjang produktivitas tumbuhan dan sekaligus mempertahankan kondisi lahan yang produktif dan berkelanjutan, maka pembahasan terhadap materi organik tidak henti-hentinya untuk dikaji.

II.  PEMBAHASAN
Definisi Agroforestry
Agroforestry dipahami sebagai suatu pola perpaduan yang serasi antara tumbuhan semusim, herba, perdu dan pepohonan yang dibudidayakan dalam suatu unit lahan yang penampilan fisik dan dinamikanya mirip hutan primer atau sekunder (Foresta dan Michon, 2000).
Reinjtjes dkk (1999) menyampaikan bahwa rancangan agroforestry memperlihatkan perpaduan atau gabungan antara ciri ekosistem alami dan kebutuhan perjuangan tani. Oleh lantaran itu, agroforestry sebaiknya mempunyai fungsi ekologis, hemat dan sosial. Fungsi ekologis berarti mempunyai nilai konservasi terhadap sumber daya alam dengan pemanfaatan yang berkelanjutan (sustainable use). Fungsi ekonomi berarti melalui pola agroforestry, pendapatan petani pengelola lahan agroforestry sanggup ditingkatkan dengan cara diversifikasi kegiatan dan pengelolaan komponen agroforestry yang bernilai ekonomi tinggi. Fungsi sosial diartikan bahwa kegiatan agroforestry sedapat mungkin gampang dilaksanakan dan ditiru oleh masyarakat serta bisa merubah perilaku masyarakat terhadap sistem pertainan yang bersifat subsistem menuju sistem pertanian yang komersil.
Vergara (1982) menyatakan bahwa agroforestry merupakan salah satu pola atau suatu sistem tata guna lahan yang lestari dan terpadu yaitu antara komponen tumbuhan budidaya (pertanian) dan tumbuhan pohon/kehutanan dengan atau tanpa komponen piaraan/peternakan atau perikanan ikan dan udang. Dengan demikian diharapkan produktivitas lahan menjadi optimal dan berkesinambungan. Factor insan setempat (sosial, ekonomi dan budaya) perlu dijadikan pertimbangan, di samping faktor ekologi setempat (vegetasi, tanah, iklim, dan sebagainya).
Bagi kawasan kering kehadiran pepohonan dalam sistem agroforestry selain berfungsi sebagai jaringan pengamanan daur hara juga menjaga kestabilan produktivitas (hasil panen per satuan luas ) dalam lahan model agroforestry. Ini disebabkan lantaran pepohonan mempunyai sistem perakaran luas sehingga lebih tahan kering dibandingkan dengan tumbuhan semusim yang berakar dangkal (Reijntjes dkk,1999).
King dan Candra (1978), mengemukakan agroforestry adalah pola pengelolaan lahan yang sanggup mempertahankan dan meningkatkan produktifitas lahan secara keseluruhan yang merupakan kombinasi kegiatan kehutanan, pertanian, peternakan dan perikanan, baik secara bersama maupun berurutan dengan memakai administrasi mudah yang diubahsuaikan dengan pola budaya penduduk setempat.
International Center for Research in Agroforestry/ICRAF (1983), mendefinisikan agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem tata guna lahan dan teknologi, dimana species tumbuhan keras (pohon, semak, bangsa palm, bambu dan sebagainya) secara sengaja dengan tujuan tertentu ditanam atau diusahakan pada unit administrasi lahan yang sama, dengan tumbuhan pertanian dan hewan, baik dalam bentuk tata ruang yang sama atau dalam penataan berdasarkan urutan dimensi waktu. Di dalam agroforestry terjadi interaksi secara ekologis dan hemat antara komponen yang berbeda.
Djogo (1992), menyatakan bahwa agroforestry dianggap sebagai salah satu teknik dan pendekatan yang cukup baik untuk membantu pertanian lahan kering terutama di kawasan pedesaan dimana, banyak petani masih subsistem atau sedang bergerak dalam upaya perbaikan sistem pertanian yang lebih mantap. Agroforestry pada dasarnya sudah merupakan teknik atau pendekatan atau sistem yang secara tradisional sudah dilakukan oleh petani dimana-mana atau hampir semua sistem pertanian lahan kering di NTT sudah menerapkan teknik agroforestry atau memakai pendekatan agroforestry.
Keuntungan dari argroforestry
Penggunaan teknologi agroforestry dapat memperlihatkan keuntungan/ manfaat yang cukup besar bagi para pemilik lahan. Wiersum (1980), mengemukakan beberapa laba yang diperoleh dengan penggunaan teknik agroforestry yaitu sebagai berikut.
a) Sumber materi organik
Daun pepohonan yang gugur dan hasil pangkasan yang dikembalikan ke dalam tanah sanggup menjadi rabuk sehingga tanah menjadi remah. Berapa banyaknya masukan daun gugur setiap tahunnya?
b) Menekan gulma
Naungan pohon sanggup menekan pertumbuhan gulma terutama alang-alang dan menjaga kelembaban tanah sehingga mengurangi risiko kebakaran pada isu terkini kemarau. Adanya naungan dari pohon sanggup memperlihatkan laba bagi tumbuhan tertentu yang menghendaki naungan contohnya kopi.
c) Mengurangi kehilangan hara
Akar pepohonan yang dalam sanggup memperbaiki daur ulang hara, melalui beberapa cara, antara lain:
·         Akar pohon menyerap hara di lapisan atas dengan jalan berkompetisi dengan tumbuhan pangan, sehingga mengurangi pembersihan hara ke lapisan yang lebih dalam. Namun pada batas tertentu kompetisi ini akan merugikan tumbuhan pangan.
·         Akar pohon berperan sebagai "jaring penyelamat hara" yaitu menyerap hara yang tidak terserap oleh tumbuhan pangan pada lapisan bawah selama isu terkini pertumbuhan (lihat pola masalah 5.1).
·         Akar pohon berperan sebagai "pemompa hara" terutama pada tanahtanah subur, yaitu menyerap hara hasil pelapukan mineral/batuan induk pada lapisan bawah. Namun hal ini masih bersifat hipotesis, dan masih perlu penelitian lebih lanjut.
d) Memperbaiki porositas tanah
Akar pepohonan berperan memperbaiki struktur tanah dan porositastanah, contohnya akar pohon yang mati meninggalkan lubang pori.
e) Menambat N dari udara
Pohon berbunga kupu-kupu (legume) sanggup menambat N pribadi dari udara, sehingga sanggup mengurangi jumlah pupuk yang harus diberikan.
f) Menekan serangan hama & penyakit
Ada pepohonan yang sanggup mengurangi populasi hama dan penyakit tertentu.
g) Menjaga kestabilan iklim mikro
Pepohonan yang ditanam cukup rapat sanggup menjaga kestabilan iklim mikro, mengurangi kecepatan angin, meningkatkan kelembaban tanah dan memperlihatkan naungan parsial (misalnya Erythrina (dadap) pada kebun kopi).
h) Mengurangi ancaman erosi
Untuk jangka panjang mengurangi ancaman erosi, melalui pengaruhnya terhadap perbaikan kandungan materi organik tanah dan struktur tanah.

Kelemahan dari Agroforestry diantaranya adalah:
·         Segi kesuburan tanah.
Masyarakat sering dihadapkan pada dua pilihan yang berlawanan, di satu sisi petani mengharapkan pohon yang cepat pertumbuhannya dengat tujuan cepat memperoleh produksi, tetapi kenyataannya pohon ini justru memiskinkan tanah. Ada 2 hal yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan pohon, bahwa produksi biomasa berafiliasi erat dengan besarnya intersepsi cahaya; dan produksi biomasa dengan jumlah transpirasi air. Bila stomata membuka, maka CO2 sanggup memasuki daun untuk dipergunakan dalam proses fotosintesis. Dengan kejadian yang sama, air juga sanggup menguap ke atmosfer. Kaprikornus menentukan pohon yang pertumbuhannya cepat, petani harus mempertimbangkan pula penyediaan energi yang dibutuhkan tumbuhan tersebut.
Pernah pula dikeluhkan oleh petani bahwa pohon yang mereka tanam, kiprahnya sedikit terhadap perbaikan kesuburan tanah lantaran jumlah seresah yang jatuh tidak terlalu banyak sehingga tanah tetap saja keras dan sulit diolah.
·         Segi pertumbuhan tumbuhan lain.
Menanam pohon yang tumbuh tinggi menjulang dengan bentuk percabangan yang menyebar luas dalam sistem adonan akan merugikan tumbuhan lain terutama bila yang ditanam yaitu tumbuhan pangan. Keberadaan pohon dianggap sebagai kompetitor bagi tumbuhan pangan lantaran adanya kompetisi akan cahaya, air dan hara.Jadi untuk memperoleh laba agroforestri yang optimal, maka diharapkan ketrampilan khusus dalam mengelola tanaman. Untuk itu diharapkan pemahaman yang mendalam akan adanya interaksi antar komponen penyusun agroforestri (Pohon-tanah-tanaman semusim dan ternak bila ada).
·         Kompetisi cahaya
Pohon biasanya tumbuh lebih tinggi daripada tumbuhan semusim, oleh lantaran itu kanopi pohon akan menaungi tumbuhan semusim.
·         Kompetisi air dan hara
Akar pepohonan dan tumbuhan semusim yang berkembang di lapisan yang sama akan saling berebut air dan hara sehingga mengurangi jumlah yang sanggup diserap tumbuhan semusim. Kompetisi antara dua jenis tumbuhan terjadi bila kedua jenis tumbuhan (atau lebih) membutuhkan sumberdaya yang sama dan ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan tersebut terbatas. Tanaman yang pertumbuhannya cepat membutuhkan cahaya, air dan hara
yang lebih banyak. Oleh lantaran itu pemilihan pohon dalam sistem agroforestri harus mempertimbangkan kecepatan tumbuhnya serta kebutuhan tumbuhan lain yang tumbuh pada lahan yang sama.
·         Inang penyakit
Seringkali pepohonan sanggup menjadi inang hama dan penyakit untuk tumbuhan semusim.

Perbaikan Kesuburan Tanah Oleh Agroforestri
Penerapan sistem agroforestri tradisional maupun modern sangat terkait dengan komponen tanah dan pengelolaannya. Beberapa sistem pertanian tradisional contohnya ‘ladang berpindah’ dan sistem multistrata pohon (kebun campuran) seringkali terpaksa dilakukan untuk tujuan pemulihan dan pemeliharaan kesuburan tanah. Penerapan sistem penggunaan lahan denganmemasukkan komponen pepohonan atau agroforestri sanggup memperlihatkan beberapa laba terhadap tanah. Menurut Young (1997) ada empat laba yang diperoleh melalui penerapan agroforestri antara lain adalah: (1) memperbaiki kesuburan tanah, (2) menekan terjadinya abrasi (3) mencegah perkembangan hama dan penyakit, (4) menekan populasi gulma. Peran utama agroforestri pada skala plot yaitu dalam mempertahankan kesuburan tanah, antara lain melalui empat mekanisme: (1) mempertahankan kandungan materi organik tanah, (2) mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah, (3) menambah N dari hasil penambatan N bebas dari udara, (4) memperbaiki sifat fisik tanah.

Fungsi Bahan Organik Tanah (BOT)

Bahan organik tanah berperanan sangat penting dalam kesuburan tanah, baik sifat kimia, fisika maupun biologi tanah. Dari segi kimia, BOT berperanan penting dalam menambah unsur hara dan meningkatkan kapasitas tukar kation (penyangga hara = buffer). Meningkatnya kapasitas tukar kation tanah ini sanggup mengurangi kehilangan unsur hara yang ditambahkan melalui pemupukan, atau dari hasil mineralisasi BOT, sehingga BOT sanggup meningkatkan efisiensi pemupukan.
Dari segi fisika tanah, tingginya kandungan BOT sanggup mempertahankan kualitas sifat fisik tanah sehingga membantu perkembangan akar tumbuhan dan kelancaran siklus air tanah antara lain melalui pembentukan pori tanah dan kemantapan agregat tanah. Dengan demikian jumlah air hujan yang sanggup masuk ke dalam tanah (infiltrasi) semakin meningkat sehingga mengurangi ajaran permukaan dan erosi. Selain itu materi organik bisa mengikat air
dalam jumlah besar, sehingga sanggup mengurangi jumlah air yang hilang. Dari segi biologi tanah, materi organik tanah juga memperlihatkan manfaat biologi melalui penyediaaan energi bagi berlangsungnya acara organisme, sehingga meningkatkan kegiatan organisme mikro maupun makro di dalam tanah.

Bagaimana agroforestri sanggup mempertahankan kandungan materi organik tanah?

Agroforestri sanggup mempertahankan kandungan materi organik tanah melalui:

a. Masukan materi organik dari hasil pangkasan pohon
Pada isu terkini penghujan, petani sering juga melaksanakan pemangkasan cabang dan ranting pohon yang sudah terlalu tinggi sehingga keberadaannya tidak akan menggangu pertumbuhan tumbuhan lainnya. Hasil pangkasan bisa dikembalikan ke dalam tanah atau diangkut ke luar plot untuk pakan ternak atau untuk tujuan lainnya. Jumlah hasil pangkasan yang di kembalikan ke dalam plot tidak kalah besarnya dengan jumlah seresah yang masuk lewat daun yang gugur. Bahan organik hasil pangkasan tersebut mengandung N berkisar antara 100 -270 kg N ha-1, yang berarti sama dengan memperoleh pupuk urea sekitar 200-400 kg ha-1.

b. Masukan dari seresah
Tanaman memperlihatkan masukan materi organik melalui daun-daun, cabang dan rantingnya yang gugur, dan juga melalui akar-akarnya yang telah mati. Contoh dari tanah masam di Lampung Utara, pohon petaian (Peltophorum) monokultur memperlihatkan masukan seresah (daun, batang, ranting yang jatuh) sekitar 12 Mg ha-1 th-1; gamal (Gliricidia) monokultur sekitar 5 Mg ha-1 th-1. Sedang hutan sekunder memperlihatkan masukan sekitar 8-9 Mg ha-1 th-1. Seresah yang jatuh di permukaan tanah sanggup melindungi permukaan tanah dari pukulan air hujan dan mengurangi penguapan. Tinggi rendahnya peranan seresah ini ditentukan oleh ‘kualitas’ materi organik tersebut. Semakin rendah ‘kualitas’ materi (bila nisbah C/N, lignin/N dan polifenol/N tinggi), maka semakin usang pula materi tersebut dilapuk, sehingga terjadi akumulasi seresah yang cukup tebal pada permukaan tanah hutan.  Pada sistem berbasis pohon ini akumulasi seresah pada permukaan tanah bervariasi antara 3-7 ton ha-1. Bila kandungan C dalam biomasa sekitar 45%, maka masukan C ke dalam tanah sekitar 1,5 – 3 ton ha-1. Pangkasan tajuk tumbuhan epilog tanah darikeluarga kacang-kacangan (LCC = legume cover crops) sanggup memperlihatkan masukan materi organik sebanyak 1.8 – 2.9 ton ha-1 (umur 3 bulan) dan 2.7 – 5.9 ton ha-1 untuk yang berumur 6 bulan.

Berapa jumlah masukan materi organik yang dibutuhkan?
Telah disebutkan di atas bahwa masukan materi organik dari atas permukaan tanah memperlihatkan efek yang menguntungkan untuk mempertahankan kesuburan tanah terutama di lapisan atas. Untuk mendapat kondisi tanah yang optimal bagi pertumbuhan tanaman, diharapkan adanya materi organik tanah (Ctotal) di lapisan atas paling sedikit 2% (Young, 1989). Jumlah tersebut hanya didasarkan pada taksiran bernafsu saja. Jumlah tersebut harus dikoreksi oleh kandungan liat dan pH tanah. Dengan demikian sasaran kandungan BOT
yang optimal ini bervariasi untuk banyak sekali macam tanah, tergantung pada tekstur dan pH nya. Untuk itu Van Noordwijk, 1989 menyarankan sasaran ratarata kandungan BOT untuk banyak sekali jenis tanah di kawasan tropika sebaiknya sekitar 2,5-4%. Guna mempertahankan kesuburan tanah pertanian, maka tanah harus selalu ditambah materi organik minimal sebanyak 8-9 ton ha-1 th-1 (Young, 1989).

Bagaimana menentukan materi organik yang tepat?
Pemberian materi organik ke dalam tanah seringkali memperlihatkan hasil yang kurang memuaskan, sehingga banyak petani tidak tertarik untuk melakukannya. Hal ini disebabkan kurangnya dasar pengetahuan dalam menentukan jenis materi organik yang tepat. Pemilihan jenis materi organik sangat ditentukan oleh tujuan sumbangan materi organik tersebut. Tujuan sumbangan materi organik bisa untuk penambahan hara atau perbaikan sifat fisik mirip mempertahankan kelembaban tanah yaitu sebagai mulsa. Pertimbangan pemilihan jenis materi organik didasarkan pada kecepatan dekomposisi atau melapuknya. Bila materi organik
akan dipergunakan sebagai mulsa, maka jenis materi organik yang dipilih yaitu dari jenis yang lambat lapuk. Apabila dipakai untuk tujuan pemupukan bisa dari jenis yang lambat maupun yang cepat lapuk. Kecepatan pelapukan suatu jenis materi organik ditentukan oleh kualitas materi organik tersebut. Sedangkan kualitasnya ditetapkan dengan menggunakan
seperangkat tolok ukur, di mana untuk setiap jenis unsur hara tolok ukur tersebut bisa berbeda-beda.
· Kualitas materi organik berkaitan dengan penyediaan unsur N, ditentukan oleh besarnya kandungan N, lignin dan polifenol. Bahan organik dikatakan berkualitas tinggi bila
kandungan N tinggi, konsentrasi lignin dan polifenol rendah. Yang juga penting yaitu mempunyai sinkronisasi pelepasan hara dengan ketika tumbuhan membutuhkannya. Nilai kritis konsentrasi N yaitu 1.9%; lignin > 15% dan polifenol > 2%.
· Kualitas materi organik berkaitan dengan penyediaan unsur P, ditentukan oleh konsentrasi P dalam materi organik. Nilai kritis kadar P dalam materi organik yaitu 0.25%.
· Kualitas materi organik berkaitan dengan detoksifikasi Al. Bahan organik bisa menetralisir efek racun dari aluminium sehingga menjadi tidak beracun lagi bagi akar tanaman. Kemampuan merubah efek suatu zat beracun menjadi tidak beracun ini disebut dengan detoksifikasi. Kualitas materi organik berkaitan dengankemampuan dalam mendetoksifikasi ditentukan dengan tolok ukur total konsentrasi kation K, Ca, Mg dan Na. Pelepasan kation-kation tersebut dari hasil dekomposisi materi organik sanggup menekan kelarutan Al melalui peningkatan pH tanah.

III.   KESIMPULAN
Dari uraian di atas terperinci bahwa setiap komponen penyusun agroforestri berperan dalam mengubah lingkungannya. Perubahan lingkungan ini sanggup merugikan ataupun menguntungkan komponen yang lain baik dalam jangka pendek maupun panjang. Keberhasilan perjuangan pertanian dengan memakai sistem agroforestri sangat tergantung pada tingkat pemahaman interaksi antara pohon-tanah-tanaman semusim. Pemahaman interaksi ini sanggup berdasarkan pengamatan, pengalaman, maupun penelitian di lapangan. Model simulasi interaksi pohon-tanah-tanaman ini, contohnya WaNuLCAS, sangat membantu dalam memahami proses-proses yang terjadi. Pengalaman memperlihatkan bahwa intinya pengelolaan agroforestri terletak pada perjuangan menekan efek yang merugikan dan mengoptimalkan efek yang menguntungkan, dengan mengatur penampilan fisik dan morfologi pohon.
 
DAFTAR ISI
Djogo, A.P.Y. 1992. Agroforestrydan Sumbangan bagi PembangunanPertanian di NusaTenggara. Kupang: Politani.
Rusmarkam, A. 2000. Ilmu Kesuburan Tanah, Jurusan Ilmu Tanah. UGM. Yogyakarta.
Sugito, Y. Nuraini, Y. dan Nihayati, E. 1995. Sistem Pertanian Organik. Faperta
Unibraw. Malang.
Young, 1997. Agroforestry for soil management. Second edition. CABI International.
      ISBN 0 85199 1890, 320 pp.

Sumber http://kickfahmi.blogspot.com