Wednesday, August 29, 2018

√ Cinta Dan Jenis-Jenisnya [ Kajian Islam - Kitab Zadul Ma'ad ; Ibnul Qoyyim ]

PEMBUKA

Virus hati yang berjulukan al isyq (cinta), ternyata telah memakan banyak korban. Mungkin anda pernah mendengar seorang remaja nekad bunuh diri disebabkan putus cinta, atau tertolak cintanya. Atau anda pernah mendengar kisah Qeis yang tergila-gila kepada Laila. Kisah cinta yang bermula semenjak mereka bersama menggembala domba sewaktu kecil hingga dewasa. Akhirnya sungguh tragis, Qeis benar-benar menjadi aneh ketika Laila dipersunting oleh laki-laki lain. Apakah anda pernah mengalami problema mirip ini atau sedang mengalaminya ? Mari kita simak terapi mujarab yang disampaikanIbnul Qayyim dalam karya besarnya Zadul Ma’ad.



Penyakit al isyq akan menimpa orang-orang yang hatinya kosong dari rasa mahabbah (cinta) kepada Allah, selalu berpaling dariNya dan dipenuhi kecintaan kepada selainNya. Hati yang penuh cinta kepada Allah dan rindu bertemu denganNya pasti akan kebal terhadap serangan virus ini, sebagaimana yang terjadi dengan Yusuf alaihis salam.

كَذَلِكَ لِنَصْرِفَ عَنْهُ السُّوءَ وَالْفَحْشَاءَ إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُخْلَصِينَ

Sesungguhnya perempuan itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf-pun bermaksud (melakukan pula) dengan perempuan itu andaikata beliau tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, semoga Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.….[Yusuf : 24].

Nyatalah bahwa lapang dada merupakan immunisasi manjur yang sanggup menolak virus ini dengan banyak sekali dampak negatifnya, berupa perbuatan buruk dan keji. Artinya, memalingkan seseorang dari kemaksiatan harus dengan menjauhkan banyak sekali sarana yang menjurus ke arah itu.

Berkata ulama Salaf, “Penyakit cinta yaitu getaran hati yang kosong dari segala sesuatu selain apa yang dicinta dan dipujanya. Allah berfirman mengenai ibu Nabi Musa.

وَأَصْبَحَ فُؤَادُ أُمِّ مُوسَى فَارِغًا إِنْ كَادَتْ لَتُبْدِي بِهِ

Dan menjadi kosonglah hati ibu Musa. Sesungguhnya hampir saja ia menyatakan belakang layar perihal Musa, seandainya tidak Kami teguhkan hatinya. ([Al Qasas : 11].

Yakni kosong dari segala sesuatu, kecuali Musa; lantaran sangat cintanya kepada Musa dan bergantungnya hatinya kepada Musa.

CINTA DAN JENIS-JENISNYA

Cinta mempunyai banyak sekali macam jenis dan tingkatan. Yang tertinggi dan paling mulia ialah mahabbatu fillah wa lillah (cinta lantaran Allah dan di dalam agama Allah). Yaitu cinta yang mengharuskan menyayangi apa-apa yang dicintai Allah, dilakukan berlandaskan cinta kepada Allah dan RasulNya. Cinta berikutnya yaitu cinta yang terjalin lantaran adanya kesamaan dalam cara hidup, agama, madzhab, ideologi, hubungan kekeluargaaan, profesi dan kesamaan dalam hal-hal lainnya.


Diantara jenis cinta lainnya yakni cinta yang motifnya lantaran ingin mendapatkan sesuatu dari yang dicintainya; baik lantaran kedudukan, harta, pengajaran dan bimbingan, ataupun kebutuhan biologis. Cinta yang didasari hal-hal mirip tadi -yaitu al mahabbah al ‘ardiyah- akan hilang bersama hilangnya apa yang ingin didapatkan dari orang yang dicintainya. Yakinlah, bahwa orang yang mencintaimu lantaran sesuatu, akan meninggalkanmu ketika telah menerima apa yang diinginkan darimu.

Adapun cinta lainnya yaitu cinta lantaran adanya kesamaan dan kesesuaian antara yang menyinta dan yang dicinta. Mahabbah al isyq termasuk cinta jenis ini. Tidak akan sirna kecuali jikalau ada sesuatu yang menghilangkannya. Cinta jenis ini, yaitu berpadunya ruh dan jiwa. Oleh lantaran itu tidak terdapat imbas yang begitu besar baik berupa rasa was-was, hati yang galau gulana maupun kehancuran kecuali pada cinta jenis ini.

Timbul pertanyaan, bahwa cinta ini merupakan bertemunya ikatan batin dan ruh, tetapi mengapa ada cinta yang bertepuk sebelah tangan? Bahkan kebanyakan cinta mirip ini hanya sepihak dari orang yang sedang kasmaran saja? Jika cinta ini perpaduan antara jiwa dan ruh, maka tentulah cinta itu akan terjadi antara kedua belah pihak dan bukan sepihak saja?

Jawabnya ialah, bahwa tidak terpenuhinya hasrat disebabkan kurangnya syarat tertentu. Atau adanya penghalang sehingga tidak terealisasinya cinta antara keduanya. Hal ini disebabkan tiga factor. Pertama, bahwa cinta ini sebatas cinta lantaran adanya kepentingan. Oleh lantaran itu tidak mesti keduanya saling mencintai. Terkadang yang dicintai justru lari darinya. Kedua, adanya penghalang sehingga seseorang tidak sanggup menyayangi orang yang dicintanya, baik lantaran adanya cela dalam akhlak, bentuk rupa, sikap dan faktor lainnya. Ketiga, adanya penghalang dari pihak orang yang dicintai.

Jika penghalang ini sanggup disingkirkan, maka akan terjalin benang-benang cinta antara keduanya. Kalau bukan lantaran kesombongan, hasad, cinta kekuasaan dan permusuhan dari orang-orang kafir, pasti para rasul-rasul akan menjadi orang yang paling mereka cintai lebih dari cinta mereka kepada diri, keluarga dan harta.

TERAPI PENYAKIT AL ISYQ

Sebagai salah satu jenis penyakit, tentulah al-isyq sanggup disembuhkan dengan terapi-terapi tertentu. Diantara terapi tersebut ialah sebagai berikut,

Jika terdapat peluang bagi orang yang sedang kasmaran tersebut untuk meraih cinta orang yang dikasihinya dengan ketentuan syariat dan suratan taqdirnya, maka inilah terapi yang paling utama. Sebagaimana terdapat dalam sahihain dari riwayat Ibn Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ *

Hai sekalian pemuda, barangsiapa yang bisa untuk menikah, maka hendaklah beliau menikah. Barangsiapa yang belum mampu, maka hendaklah berpuasa. Karena puasa sanggup menahan dirinya dari ketergelinciran (kepada perbuatan zina).

Hadis ini menawarkan dua solusi, utama, dan pengganti.

Solusi pertama yaitu menikah. Jika solusi ini sanggup dilakukan, maka dihentikan mencari solusi lain. Ibnu Majah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمْ نَرَ لِلْمُتَحَابَّيْنِ مِثْلَ النِّكَاحِ*

Aku tidak pernah melihat ada dua orang yang saling mengasihi selain melalui jalur pernikahan.

Inilah tujuan dan tawaran Allah untuk menikahi wanita, baik yang merdeka ataupun budak dalam firmanNya.
,
يُرِيدُ اللَّهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا

Allah hendak menawarkan dispensasi kepadamu, dan insan dijadikan bersifat lemah. [An Nisa : 28].

Allah menyebutkan dalam ayat ini dispensasi yang diberikan terhadap hambaNya. Dan Allah mengetahui kelemahan insan dalam menahan syahwatnya, sehingga memperbolehkan menikahi para perempuan yang baik-baik dua, tiga ataupun empat. Sebagaimana Allah memperbolehkan mendatangi budak-budak perempuan mereka. Sampai-sampai Allah membuka bagi mereka pintu untuk menikahi budak-budak perempuan jikalau mereka membutuhkannya sebagai peredam syahwat. Demikianlah dispensasi dan rahmatNya terhadap makluk yang lemah ini..

Jika terapi pertama tidak sanggup dilakukan akhir tertutupnya peluang menuju orang yang dikasihinya lantaran ketentuan syar’i dan takdir, maka penyakit ini bisa semakin ganas. Adapun terapinya harus dengan meyakinkan pada dirinya, bahwa apa-apa yang diimpikannya tidak mungkin terjadi. Lebih baik baginya untuk segera melupakannya. Jiwa yang telah memutus cita-cita untuk mendapatkan sesuatu, pasti akan damai dan tidak lagi mengingatnya. Jika ternyata belum terlupakan, sanggup menghipnotis keadaan jiwanya hingga semakin menyimpang jauh.

Dalam kondisi mirip ini wajib baginya untuk mencari terapi lain. Yaitu dengan mengajak akalnya berfikir, bahwa menggantungkan hatinya kepada sesuatu yang tidak mungkin dijangkaunya itu menyerupai perbuatan gila. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bukankah orang-orang akan mengganggapnya termasuk ke dalam kumpulan orang-orang yang tidak waras?

Apabila kemungkinan untuk mendapatkan apa yang dicintainya terhalang lantaran larangan syariat, maka terapinya yaitu dengan mengangap bahwa yang dicintainya itu bukan ditakdirkan menjadi miliknya. Jalan keselamatan ialah dengan menjauhkan dirinya dari yang dicintainya. Dia harus merasa bahwa pintu ke arah yang diingininya tertutup, dan tidak mungkin tercapai.

Jika ternyata jiwanya yang selalu menyuruhnya kepada kemungkaran masih tetap menuntut, hendaklah beliau mau meninggalkannya lantaran dua hal.

Pertama : Karena takut (kepada Allah). Yaitu dengan menumbuhkan perasaan, bahwa ada hal yang lebih layak dicintai, lebih bermanfaat, lebih baik dan lebih kekal. Seseorang yang cendekia jikalau menimbang-nimbang antara menyayangi sesuatu yang cepat sirna dengan sesuatu yang lebih layak untuk dicintai, lebih bermanfaat, lebih kekal dan lebih nikmat, tentu akan menentukan yang lebih tinggi derajatnya. Jangan hingga engkau menggadaikan kenikmatan kekal yang tidak terlintas dalam pikiranmu menggantikannya dengan kenikmatan sesaat yang segera berbalik menjadi sumber penyakit. Ibarat orang yang sedang bermimpi indah, ataupun berkhayal terbang melayang jauh, maka ketika tersadar ternyata hanyalah mimpi dan khayalan. Akhirnya sirnalah segala keindahan semu. Yang tertinggal hanyalah keletihan, hilang nafsu dan kebinasaan menunggu.

Kedua : Keyakinan bahwa banyak sekali resiko yang sangat menyakitkan akan ditemuinya jikalau gagal melupakan yang dikasihinya. Dia akan mengalami dua hal yang menyakitkan sekaligus. Yaitu : gagal mendapatkan kekasih yang diinginkannya, serta tragedi menyakitkan dan siksa yang pasti akan menimpanya. Jika yakin bakal mendapatkan dua hal menyakitkan ini, pasti akan gampang baginya meninggalkan perasaan ingin mempunyai yang dicinta. Dia akan bepikir, bahwa sabar menahan diri itu lebih baik. Akal, agama , harga diri dan kemanusiaannya akan memerintahkannya untuk bersabar, demi mendapatkan kebahagiaan abadi. Sementara kebodohan, hawa nafsu, kedzalimannya akan memerintahkannya untuk mengalah mendapatkan apa yang dikasihinya. Sungguh, orang yang terhindar ialah orang-orang yang dipelihara oleh Allah.

Jika hawa nafsunya masih tetap ngotot dan tidak mendapatkan terapi tadi, maka hendaklah berfikir mengenai dampak negatif dan kerusakan yang akan ditimbulkannya segera, dan kemasalahatan yang akan gagal diraihnya. Sebab mengikuti hawa nafsu sanggup menyebabkan kerusakan dunia dan menepis kebaikan yang bakal diterimanya. Lebih parah lagi, dengan memperturutkan hawa nafsu ini akan menghalanginya untuk menerima petunjuk yang merupakan kunci keberhasilan dan kemaslahatannya.

Jika terapi ini tidak mempan juga untuknya, hendaklah beliau selalu mengingat sisi-sisi keburukan kekasihnya dan hal-hal yang sanggup membuatnya menjauh darinya. Jika beliau mau mencari-cari kejelekan yang ada pada kekasihnya, pasti beliau akan mendapatkannya lebih secara umum dikuasai daripada keindahannya. Hendaklah beliau banyak bertanya kepada orang-orang yang berada disekeliling kekasihnya perihal banyak sekali kejelekannya yang belum diketahuinya. Sebab sebagaimana kecantikan sebagai faktor pendorong seseorang untuk menyayangi kekasihnya, maka demikian pula kejelekan merupakan pendorong berpengaruh semoga sanggup membenci dan menjauhinya. Hendaklah beliau mempertimbangkan dua sisi ini dan menentukan yang terbaik baginya. Jangan terperdaya lantaran kecantikan kulit, dan membandingkannya dengan orang yang terkena penyakit sopak atau kusta. Tetapi hendaklah beliau memalingkan pandangannya kepada kejelelekan sikap dan perilakunya. Hendaklah beliau menutup matanya dari kecantikan fisik dan melihat kepada kejelekan yang diceritakan mengenai hatinya.

Jika terapi ini masih saja tidak mempan baginya, maka terapi terakhir yaitu mengadu dan memohon dengan jujur kepada Allah penolong orang-orang yang ditimpa petaka jikalau memohon kepadaNya. Hendaklah beliau menyerahkan jiwa sepenuhnya di hadapan kebesaranNya sambil memohon, merendahkan dan menghinakan diri. Jika beliau sanggup melaksanakan terapi simpulan ini, maka sebenarnya beliau telah membuka pintu taufik (pertolongan Allah). Hendaklah beliau berbuat iffah (menjaga diri) dan menyembunyikan perasaannya. Jangan menjelek-jelekkan kekasihnya dan mempermalukannya di hadapan insan ataupun menyakitinya. Sebab hal tersebut merupakan kedzaliman dan melampaui batas.

PENUTUP
Demikianlah kiat-kiat khusus untuk menyembuhkan penyakit ini. Namun menyerupai kata pepatah, mencegah lebih baik daripada mengobati. Sebelum terkena virus ini, maka lebih baik menghindar. Bagaimana cara menghindarinya? Tidak lain, yaitu dengan tazkiyatun nafs. Semoga pembahasan ini bermanfaat.

_______
Footnote
[1]. Diterjemahkan Oleh Ahmad Ridwan Abu Fairuz Al Medani. Dari Kitab Zadul Ma’ad Fi Hadyi Khairi Ibad, Juz 4, Hal. 265-274.
[3]. Hadis diriwaytkan oleh Bukhari 7/15 dalam potongan Fadhail Sahabat Nabi, dari jalan Abdullah Ibn Abbas, dan diriwayatkan oleh Imam Muslim (2384) dalam Fadhail Sahabat, Bab Keutamaan Abu Bakar, dari jalan Abdullah Ibn Masud, dan keduanya setuju meriwayatkan dari jalan Abu Sa’id Al Khudri.
[4]. Hadis Riwayat Bukhari 7/267dari hadis ‘Aisyah secara muallaq, dan Muslim (2638) dari jalan Abu Hurairah secara mausul
[5]. Diriwayatkan oleh Ahmad 6/145, 160, dan An Nasai dari jalan ‘Aisyah. Bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Aku bersumpah terhadap tiga hal, Allah tidak akan menjadikan orang-orang yang mempunyai saham dalam Islam sama dengan orang yang tidak mempunyai saham. Saham itu yakni: Shalat, puasa dan zakat. Tidaklah Allah mengangkat seseorang di dunia, kemudain ada selainNya yang sanggup mengangkat (derajatnya) di hari kiamat. Tidaklah seseorang menyayangi suatu kaum kecuali kelak Allah akan menggumpulkannya bersama (di akhirat). Kalau boleh saya bersumpah terhadap yang keempat dan kuharap saya tidak berdosa dalam hal ini, yaitu tidaklah seseorang memberi pakaian kepada orang lain (untuk menutupi auratnya), kecuali Allah akan memberinya pakaian epilog di hari kiamat.” Para perawi hadits ini tsiqah, kecuali Syaibah Al Khudri (di dalam Musnad di tulis keliru dengan Al Isyq Hadrami). Dia meriwayatkan dari Urwah, dan beliau tidak di tsiqahkan kecuali oleh Ibn Hibban. Namun ada syahidnya dari hadits Ibn Masud dari jalur Abu Ya’la, dan Thabrani dari jalur Abu Umamah. Dengan kedua jalan ini, maka hadits ini menjadi shahih.

sumber :MAJELIS TAUSIAH PARA KYAI & USTADZ INDONESIA

Sumber http://frequencia89.blogspot.com